Baca Juga :
Kecintaan tokoh – tokoh terdahulu terhadap buku sangat luar biasa. Contohnya Mohammad Hatta, beliau mengaku rela dipenjara asalkan bersama buku karena dengan buku dia bebas. Sayangnya tidak semua orang seperti Muhammad Hatta. Alih-alih merasa bebas dengan adanya buku, mayoritas masyarakat Indonesia saat ini justru merasa dipenjara ketika berada di perpustakaan. Benda yang sama, tetapi memberikan dampak yang sangat berbeda terhadap penggunanya.
Hal itu juga diungkapkan dalam hasil penelitian Taufik Ismail, Tragedi Nol Buku, 67 tahun yang lalu. Tragedi tentang merosotnya minat baca setiap manusia di Indonesia, terkhusus generasi muda. Sayang, hingga sekarang masih belum terselesaikan problemanya.
Problema ini ibarat kebiasaan yang mendarah daging dalam diri setiap generasi muda Indonesia. Kebiasaan yang berlarut-larut terjadi hingga menjadi penyakit, dan belum ditemukan obat yang tepat untuk menyembuhkannya. Haruskah kita masih prihatin terhadap merosotnya minat baca generasi muda tersebut? Tentu. Perlu perhatian dari beberapa elemen penting negeri ini untuk memulihkan itu semua.
Pertanyaannya, siapa yang akan bisa menyembuhkan penyakit yang sudah 67 tahun terjangkit dan kian hari kian menggigit? Perlu pemilihan obat yang tepat, pengobatan yang tepat, dan orang yang tepat dalam menyembuhkannyaLalu apa yang dapat kita coba lakukan untuk meningkatkan minat baca bangsa?
Hampir semua orang meyakini tentang kebaikan yang dikandung dalam sebuah buku. Namun, tidak sedikit orang justru menganggap membaca buku adalah suatu hal yang sangat membosankan, tidak menarik, dan membuang-buang waktu. Seringkali masyarakat lebih betah memandangi layar ponsel mereka selama berjam-jam daripada membaca buku meskipun hanya satu lembar. Hal ini cukup menjelaskan mengapa buku semakin jauh dari gaya hidup masyarakat Indonesia.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penelitian dari Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca masyarakat. Padahal, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa dalam segi penilaian infrastruktur pendukung minat baca. Hal ini menandakan, penyebab utama rendahnya minat baca masyarakat Indonesia memang disebabkan oleh kemauan mereka sendiri dan faktor diri sendiri..
Ilustrasi guru mengajar anak anak. Photo Via Pixabay.com |
Merosotnya Minat Baca
Terdapat suatu ungkapan, ‘Anda adalah apa yang Anda baca,’ menurut saya itu memiliki arti yang bermakna, bukan hanya sekadar kata maupun gurauan belaka. Buku adalah serentetan kalimat yang mampu mengubah perangai dan pola pikir manusia dalam menjalani nilai-nilai kehidupan. Buku adalah jendelas dunia. Dengan buku kita dapat mengetahui apapun yang kita ingin tahu di dunia. Namun, pada zaman ini minat baca masyarakat sangat rendah. Lalu apa jadinya jika seeorang tidak memiliki minat untuk membaca buku apapun? Apa kabar generasi bangsa Indonesia?
Hal itu juga diungkapkan dalam hasil penelitian Taufik Ismail, Tragedi Nol Buku, 67 tahun yang lalu. Tragedi tentang merosotnya minat baca setiap manusia di Indonesia, terkhusus generasi muda. Sayang, hingga sekarang masih belum terselesaikan problemanya.
Problema ini ibarat kebiasaan yang mendarah daging dalam diri setiap generasi muda Indonesia. Kebiasaan yang berlarut-larut terjadi hingga menjadi penyakit, dan belum ditemukan obat yang tepat untuk menyembuhkannya. Haruskah kita masih prihatin terhadap merosotnya minat baca generasi muda tersebut? Tentu. Perlu perhatian dari beberapa elemen penting negeri ini untuk memulihkan itu semua.
Pertanyaannya, siapa yang akan bisa menyembuhkan penyakit yang sudah 67 tahun terjangkit dan kian hari kian menggigit? Perlu pemilihan obat yang tepat, pengobatan yang tepat, dan orang yang tepat dalam menyembuhkannyaLalu apa yang dapat kita coba lakukan untuk meningkatkan minat baca bangsa?
Hampir semua orang meyakini tentang kebaikan yang dikandung dalam sebuah buku. Namun, tidak sedikit orang justru menganggap membaca buku adalah suatu hal yang sangat membosankan, tidak menarik, dan membuang-buang waktu. Seringkali masyarakat lebih betah memandangi layar ponsel mereka selama berjam-jam daripada membaca buku meskipun hanya satu lembar. Hal ini cukup menjelaskan mengapa buku semakin jauh dari gaya hidup masyarakat Indonesia.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penelitian dari Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca masyarakat. Padahal, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa dalam segi penilaian infrastruktur pendukung minat baca. Hal ini menandakan, penyebab utama rendahnya minat baca masyarakat Indonesia memang disebabkan oleh kemauan mereka sendiri dan faktor diri sendiri..
Menumbuhkembangkan Minat Baca
Disamping itu, terdapat pula problematika pola pikir masyarakat yang membuat mereka malas membaca. Pola pikir membaca hanya untuk sekadar hobi masih sering terdengar di telinga kita. Pandangan ini menjadi dalih seseorang tidak mau membaca hanya karena bukan termasuk salah satu hobi atau kegemarannya. Padahal, tak dipungkiri bahwa membaca adalah kunci dari gudang ilmu yang sudah selayaknya menjadi syarat bagi kemajuan manusia kedepannya.
Negara literat, demikianlah sebutan bagi Finlandia. Negara yang penduduknya memiliki minat baca tertinggi di dunia. Minat baca di Finlandia ditumbuhkembangkan sejak dini. Orangtua adalah role mode bagi anak- anaknya. Dongeng sebelum tidur jadi cara finlandia untuk membiasakan budaya membaca bagi anak-anak.
Dongeng sebelum tidur, kalimat yang sering kita dengar namun tidak kita laksanakan. Finlandia adalah negara yang mewajibkan setiap orangtua melakukan itu kepada anak-anaknya sebelum tidur. Kita lihat fenomena di Indonesia belakangan ini.Orangtua sibuk dengan pekerjaan, hingga lupa satu kewajiban utama yaitu menjadi role mode bagi anak-anaknya. Apakah orangtua adalah orang yang tepat untuk menyembuhkan penyakit ini? Mohon bersabar, jangan cepat menarik kesimpulan.
Sungguh luar biasa susah menumbuhkan minat baca bagi setiap generasi muda. Mengubah kebiasaan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Gemar gadget susah ditukar dengan gemar baca. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menyelesaikannya. Ucapan salut pantas diberikan sebagai penghargaan atas upaya keras pemerintah dalam menumbuhkan minat baca.
Menurut saya kebiasaan membaca sebagai patokan pertumbuhan pendidikan yang baik dan berkelanjutan. Pendidikan berpatokan terhadap kecerdasan bangsa.Wawasan luas, pemahaman karakter, dan pengetahuan intelektual adalah beberapa indikator yang terjabar dari kecerdasan tersebut. Semua hal itu akan kita dapatkan apabila kita menganggap kegiatan membaca adalah suatu hal yang penting, perlu, dan sebuah kebutuhan. .
Bukti perjuangan para tokoh bangsa Indonesia pernah berjuang untuk membaca adalah surat kabar. Informasi- informasi penting disebar melalui surat kabar. Namun perlu diam-diam untuk dapat membacanya. Hal tersebut terjadi karena ketakutan akan hukuman yang dilakukan koloni Belanda. Namun, di zaman sekarang yang keadaan sudah bebas bersuara, bebas bertindak, bebas melakukan apa saja malah menutup mata dan telinga untuk kegiatan membaca? Sedang para pahlawan terdahulu masih membaca saat nyawanya terancam di bilah senapan.dari siappun
Perpustakaan keliling sudah terpampang jelas di sudut-sudut kota. Buku-buku sudah disebar ke sekolah-sekolah seluruh Indonesia. Perpustakaan daerah telah berdiri di setiap kota madya. Hal-hal unik sudah dilakukan sebagai wujud menumbuhkan minat baca generasi muda.
Jika permasalahan terletak pada daya pikat buku yang lemah, mungkin solusinya sudah lama diterapkan oleh pemerintah dan elemen terkait. Namun mengapa tingkat minat baca masih saja rendah? Berarti penyakit ini belum diobati sampai ke akar-akarnya.
Perlu banyak mendalami sebelum mencari tahu obat dari penyakit yang sarat untuk disembuhkan ini. Jika begitu tragedinya, berarti Indonesia perlu lebih fokus membahas peristiwa ini. Hal buruk mengenai nasib bangsa akan terjadi akibat keteledoran satu aspek saja yaitu membaca.
Minat baca tidak terlahir instan. Cara menumbuhkan minat baca beraneka ragam, namun susah untuk mencari solusi tepat, akurat dan mendalam. Butuh kegigihan dari berbagai elemen seperti pemerintah, guru, dan terkhusus orangtua untuk menumbuhkembangkannya.
Penanaman gemar membaca sejak dini adalah satu cara menumbuhkan minat baca anak berkelanjutan. Orangtua adalah role mode bagi anaknya. Jika demikian, orangtua harus rajin membaca. Sehingga budaya baca menjadi kebiasaan orangtua dan anak yang berkelanjutan.
Membaca tidak hanya wujud dari literasi semata, namun lebih dari itu. Setiap orang yang sukses terlahir dari kegemarannya dalam membaca. Membaca membuat kita bisa menggenggam dunia. Kebiasaan membaca telah terbukti menuntun banyak orang menuju jalan kesuksesan contohnya tokoh-tokoh luar negeri. Banyak pemimpin yang lahir dari kegemaran membacanya.Mengutip Business Insider, penelitian yang dilakukan Steve Siebold memaparkan bahwa para miliuner mendidik diri mereka sendiri dengan membaca.
Mereka antara lain, Pertama, Bill Gates, pendiri Microsoft, disebutkan bahwa Bill Gates terbiasa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca. Bahkan, Bill Gates sendiri mengaku dapat membaca lebih dari 50 buku setiap tahunnya. Berkat kebiasaannya ini, Ia dapat mengubah dunia melalui pemikiran-pemikirannya yang visioner
Kedua, Jack Ma, pendiri Alibaba yang sebelum sukses harus mengalami berkali-kali kegagalan. Mulai dari gagal masuk universitas hingga menjadi satu-satunya orang yang tidak lolos bekerja di cabang KFC yang baru buka di Hangzhou. Namun, Jack Ma tak mudah menyerah. Hingga di tahun 2018, dirinya dinobatkan Forbes sebagai orang terkaya nomor 1 di China dan nomor 20 di dunia. Setiap upaya yang dilakukan seseorang untuk mencapai kesuksesan sangatlah berarti dan tentunya berpengaruh. Salah satunya adalah membiasakan diri untuk membaca.
Ketiga, Mark Zuckerberg, pendiri Facebook pada tahun 2004. Kini di usianya yang baru menginjak 34 tahun, Zuckerberg menyandang peringkat ke-5 sebagai miliarder dunia menurut Forbes.
Salah satu rahasia di balik kesuksesan CEO Facebook ini ternyata adalah membaca buku. Zuckerberg membiasakan diri membaca satu buku setiap dua minggu sekali untuk memelajari hal-hal tentang teknologi, kepercayaan, sejarah, hingga kebudayaan.
Tidak hanya tokoh luar negeri, tokoh dalam negeri pun membuktikan bahwa dengan memiliki kebiasaan membaca buku menuntun meuju kesuksesan. Contohnya, Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Abdurrahman Wahid, Ki. Hajar Dewantara, B.J. Habibi, dan masih banyak lagi.
Dalam agama saya sendiri,Islam, kata pertama yang diturunkan dalam kitab suci Al-Quran berbunyi, “Iqra “ yang artinya” Bacalah”. Sebuah kata yang sederhana, namun tegas. Perintah ini menegaskan bahwa membaca seharusnya tidak hanya dibatasi sebagai hobi semata, melainkan juga sebagai salah satu kewajiban dalam hidup.
Angka kemerosotan di atas membuat kita berada jauh di bawah negara-negara lain. Harga diri bangsa seumpama terjun bebas meninggalkan cita-cita luhur bangsa kita sendiri. Rona malu mestinya tergambar dari setiap muka kita yang masih memikirkan kemajuan Indonesia.
Membaca ibarat memahami peta dunia dan segala titik-titik pentingnya. Membaca itu penting, namun kita mengabaikannya. Kita punya banyak penulis berkualitas. Kita punya banyak buku berbobot. Kita adalah negara dengan berjuta penulis bertalenta yang telah menebar ilmu-ilmu melalui buku-bukunya, dan disebar ke setiap pelosok kota.
Kita wajib malu jika peringkat kita dalam membaca terbilang demikian rendahnya. Mengakulah bahwa kita kalah. Kita masih berada jauh di bawah mereka, negara-negara yang masih menganggap penting budaya membaca. Jadi mulai sekarang tanamnkan budaya literasi dan membaca dalam diri kita masing – masing.
Penulis : Ari Wahyu Listyawati
Negara literat, demikianlah sebutan bagi Finlandia. Negara yang penduduknya memiliki minat baca tertinggi di dunia. Minat baca di Finlandia ditumbuhkembangkan sejak dini. Orangtua adalah role mode bagi anak- anaknya. Dongeng sebelum tidur jadi cara finlandia untuk membiasakan budaya membaca bagi anak-anak.
Dongeng sebelum tidur, kalimat yang sering kita dengar namun tidak kita laksanakan. Finlandia adalah negara yang mewajibkan setiap orangtua melakukan itu kepada anak-anaknya sebelum tidur. Kita lihat fenomena di Indonesia belakangan ini.Orangtua sibuk dengan pekerjaan, hingga lupa satu kewajiban utama yaitu menjadi role mode bagi anak-anaknya. Apakah orangtua adalah orang yang tepat untuk menyembuhkan penyakit ini? Mohon bersabar, jangan cepat menarik kesimpulan.
Sungguh luar biasa susah menumbuhkan minat baca bagi setiap generasi muda. Mengubah kebiasaan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Gemar gadget susah ditukar dengan gemar baca. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menyelesaikannya. Ucapan salut pantas diberikan sebagai penghargaan atas upaya keras pemerintah dalam menumbuhkan minat baca.
Menurut saya kebiasaan membaca sebagai patokan pertumbuhan pendidikan yang baik dan berkelanjutan. Pendidikan berpatokan terhadap kecerdasan bangsa.Wawasan luas, pemahaman karakter, dan pengetahuan intelektual adalah beberapa indikator yang terjabar dari kecerdasan tersebut. Semua hal itu akan kita dapatkan apabila kita menganggap kegiatan membaca adalah suatu hal yang penting, perlu, dan sebuah kebutuhan. .
Bukti perjuangan para tokoh bangsa Indonesia pernah berjuang untuk membaca adalah surat kabar. Informasi- informasi penting disebar melalui surat kabar. Namun perlu diam-diam untuk dapat membacanya. Hal tersebut terjadi karena ketakutan akan hukuman yang dilakukan koloni Belanda. Namun, di zaman sekarang yang keadaan sudah bebas bersuara, bebas bertindak, bebas melakukan apa saja malah menutup mata dan telinga untuk kegiatan membaca? Sedang para pahlawan terdahulu masih membaca saat nyawanya terancam di bilah senapan.dari siappun
Perpustakaan keliling sudah terpampang jelas di sudut-sudut kota. Buku-buku sudah disebar ke sekolah-sekolah seluruh Indonesia. Perpustakaan daerah telah berdiri di setiap kota madya. Hal-hal unik sudah dilakukan sebagai wujud menumbuhkan minat baca generasi muda.
Jika permasalahan terletak pada daya pikat buku yang lemah, mungkin solusinya sudah lama diterapkan oleh pemerintah dan elemen terkait. Namun mengapa tingkat minat baca masih saja rendah? Berarti penyakit ini belum diobati sampai ke akar-akarnya.
Perlu banyak mendalami sebelum mencari tahu obat dari penyakit yang sarat untuk disembuhkan ini. Jika begitu tragedinya, berarti Indonesia perlu lebih fokus membahas peristiwa ini. Hal buruk mengenai nasib bangsa akan terjadi akibat keteledoran satu aspek saja yaitu membaca.
Minat baca tidak terlahir instan. Cara menumbuhkan minat baca beraneka ragam, namun susah untuk mencari solusi tepat, akurat dan mendalam. Butuh kegigihan dari berbagai elemen seperti pemerintah, guru, dan terkhusus orangtua untuk menumbuhkembangkannya.
Penanaman gemar membaca sejak dini adalah satu cara menumbuhkan minat baca anak berkelanjutan. Orangtua adalah role mode bagi anaknya. Jika demikian, orangtua harus rajin membaca. Sehingga budaya baca menjadi kebiasaan orangtua dan anak yang berkelanjutan.
Membaca tidak hanya wujud dari literasi semata, namun lebih dari itu. Setiap orang yang sukses terlahir dari kegemarannya dalam membaca. Membaca membuat kita bisa menggenggam dunia. Kebiasaan membaca telah terbukti menuntun banyak orang menuju jalan kesuksesan contohnya tokoh-tokoh luar negeri. Banyak pemimpin yang lahir dari kegemaran membacanya.Mengutip Business Insider, penelitian yang dilakukan Steve Siebold memaparkan bahwa para miliuner mendidik diri mereka sendiri dengan membaca.
Mereka antara lain, Pertama, Bill Gates, pendiri Microsoft, disebutkan bahwa Bill Gates terbiasa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca. Bahkan, Bill Gates sendiri mengaku dapat membaca lebih dari 50 buku setiap tahunnya. Berkat kebiasaannya ini, Ia dapat mengubah dunia melalui pemikiran-pemikirannya yang visioner
Kedua, Jack Ma, pendiri Alibaba yang sebelum sukses harus mengalami berkali-kali kegagalan. Mulai dari gagal masuk universitas hingga menjadi satu-satunya orang yang tidak lolos bekerja di cabang KFC yang baru buka di Hangzhou. Namun, Jack Ma tak mudah menyerah. Hingga di tahun 2018, dirinya dinobatkan Forbes sebagai orang terkaya nomor 1 di China dan nomor 20 di dunia. Setiap upaya yang dilakukan seseorang untuk mencapai kesuksesan sangatlah berarti dan tentunya berpengaruh. Salah satunya adalah membiasakan diri untuk membaca.
Ketiga, Mark Zuckerberg, pendiri Facebook pada tahun 2004. Kini di usianya yang baru menginjak 34 tahun, Zuckerberg menyandang peringkat ke-5 sebagai miliarder dunia menurut Forbes.
Salah satu rahasia di balik kesuksesan CEO Facebook ini ternyata adalah membaca buku. Zuckerberg membiasakan diri membaca satu buku setiap dua minggu sekali untuk memelajari hal-hal tentang teknologi, kepercayaan, sejarah, hingga kebudayaan.
Tidak hanya tokoh luar negeri, tokoh dalam negeri pun membuktikan bahwa dengan memiliki kebiasaan membaca buku menuntun meuju kesuksesan. Contohnya, Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Abdurrahman Wahid, Ki. Hajar Dewantara, B.J. Habibi, dan masih banyak lagi.
Dalam agama saya sendiri,Islam, kata pertama yang diturunkan dalam kitab suci Al-Quran berbunyi, “Iqra “ yang artinya” Bacalah”. Sebuah kata yang sederhana, namun tegas. Perintah ini menegaskan bahwa membaca seharusnya tidak hanya dibatasi sebagai hobi semata, melainkan juga sebagai salah satu kewajiban dalam hidup.
Angka kemerosotan di atas membuat kita berada jauh di bawah negara-negara lain. Harga diri bangsa seumpama terjun bebas meninggalkan cita-cita luhur bangsa kita sendiri. Rona malu mestinya tergambar dari setiap muka kita yang masih memikirkan kemajuan Indonesia.
Membaca ibarat memahami peta dunia dan segala titik-titik pentingnya. Membaca itu penting, namun kita mengabaikannya. Kita punya banyak penulis berkualitas. Kita punya banyak buku berbobot. Kita adalah negara dengan berjuta penulis bertalenta yang telah menebar ilmu-ilmu melalui buku-bukunya, dan disebar ke setiap pelosok kota.
Kita wajib malu jika peringkat kita dalam membaca terbilang demikian rendahnya. Mengakulah bahwa kita kalah. Kita masih berada jauh di bawah mereka, negara-negara yang masih menganggap penting budaya membaca. Jadi mulai sekarang tanamnkan budaya literasi dan membaca dalam diri kita masing – masing.
Penulis : Ari Wahyu Listyawati
KOMENTAR