Baca Juga :
Cerita ini menceritakan Kisah tentang peliknya kehidupan seorang anak muda yang tumbuh dan besar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski dia Lahir dari Negara Republik Democratica Timor Leste, namanya Joa Lopez dia hidup seperti kepompong, detik demi detik Joa berjuang keras untuk keluar dari celah Hidup yang menghimpitnya.
Meski sudah tahun tahun lamanya celah itu hanya bergerak sedikit demi sedikit, namun Joa tetep sabar, sampai ada rasa sia-sia dan rasa bosan, seolah usahanya gagal dan tak mungkin berhasil.
Tetapi dibalik itu, Tuhan berkata lain, Kehidupan senantiasa berubah dan silih berganti. Karena alam semesta beserta segala isinya saja selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Maka rotasi kehidupan itu juga akan di ikuti oleh kehidupan manusia. Karena dengan alam manusia bisa Belajar tentang perubahan. Perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Begitupun, Metamorfosa seorang manusia dari setetes air yang hina menjadi janin, kemudian datang ke alam fana ini sebagai bayi, tumbuh menjadi anak kecil yang riang, lalu tumbuh memasuki usia remaja hingga menjadi dewasa dan tua, adalah contoh lain sebuah perubahan yang biasa dan lumrah adanya.
Namun bagaimana dengan Joa Lopez yang lahir di Bobonaro Timor Leste Tahun' 1997, dan ditingalkan sang Ayahnya Wafat pada tahun 1977 di Foho Rua Covalima. Dalam Mengarungi hidupnya Joa banyak menghabiskan waktu di hutan karena perang saudara di Timor timur Pada Tahun 1975. Hidupnya siang malam keluar masuk hutan, naik gunung turun gunung tanpa tujuan, hujan panas pun tidak terasa, karena rasa ketakutan yang menghantui akibat perang saudara, hingga tidak tau bagaimana rasanya Lapar.
Waktu di hutan Joa sempat pernah mau dibuang keluarganya atas tekanan om Joa karena kaki Joa bengkak susah berjalan. Saudara kandung Joa ada 9 orang jadi ibu Joa tidak sanggup lagi untuk menyelamatkan semua nya akibat ketakutan, Takut dibunuh ABRI dan Fretelin. Arti rasa takut dibunuh itu hanya dalam pikiran saja namanya hidup dalam peperangan semua orang pasti punya rasa takut dibunuh, walaupun belum tentu dibunuh. Hingga ahirnya Joa dan keluarganya pada Tahun 1978 sudah gak tahan hidup di hutan belantara dan menyerahkan diri ke Tentara Nasional Indonesia. Joa dan keluarga harus menetap sementara di Maliana. Selang beberapa tahun kemudian keluarga Joa meninggalkan kota Meliana, dan Joa harus ditinggal hidup bersama orang lain di Maliana. Meski demikian, Selama di Maliana Joa harus bertani, demi memenuhi kebutuhan hidupnya, Joa kecil harus ikut ke sawah setiap pagi hingga malam hari.
Pekerjaan sebagai petani, membuat Joa berpikir keras dan berharap bisa hidup seperti orang lain, berpendidikan dan padat ilmu pengetahuan. Rasa putus asa dalam diri Joa, terus menjadi momok yang menakutkan, hingga ahirnya dia berfikir tentang ibu kandungnya dan terus mencarinya hingga ke Kota Dili, hingga suatu waktu, Joa bisa berkumpul dengan saudara saudara kandungnya. Joa pun ahirnya berkenginan sekolah dan langsung masuk SD di Kelas 3, sambil sekolah dan mengurangi beban keluarga, Joa berjualan Es Lilin milik Polisi Brimob dan saat liburan sekolah Joa juga bekerja jadi kuli bangunan. Hal yang sama juga dia lakukan saat duduk di bangku SMP dan Ikut orang Sulawesi bekerja sebagai pembantu, sayangnya Joa tak mampu melanjutkan sekolah ke Tingkat SMA karena keadaan ekonomi yang tidak stabil. Setelah berpikir panjang, Joa ahirnya merantau ke Tanah Jawa pada tahun 1991 mengikuti program pemerintah dari Depnaker, berbagai pelatihan kerja di BLK Surabaya. Hingga ahirnya Joa mendaptkan kesempatan kerja di sebuah pabrik Rotan di PT. Kali Jaya Putra dengan gaji yang sangat minim. Bekerja sebagai Buruh kasar di pabrik, membuat badan Joa drop dan terserang penyakit Tipes, hingga harus di rawat di rumah sakit Siti Chotijah Sepanjang Sidoarjo, hingga memakan waktu 1 bulan. Cobaan Joa, ternyata tak berhenti, dalam keadaan Opname, Joe dapat berita buruk dari Timor Timur/Timor Leste bahwa Ibunya BERTA DA COSTA meninggal dunia,. Begitu pedihnya perasaan Joa, antara keputusan hati dan kekuatan bathin yang harus menahannya, Joa pun hanya mengirimkan doa saja buat Almarhumah Ibundanya Karena terbentur biaya untuk pulang ikut mengantar ibundanya ke tempat peristirahatan terakhir.
Dengan Gaji yang pas-pasan dan tidak menentu di pabrik yang Joa bekerja. Sampai ahirnya pada tahun 1992 Joa memutuskan berhenti dari pabrik, lalu Joa ikut bergabung di Sasana Tinju Pirih Boxing Camp Surabaya. Namum apa daya, Joa juga gagal meraih prestasi di ring tinju profesional dan harus lepas sarung tinju pada tahun 1995, dan Joa hanya diberi jabatan sebagai asisten pelatih dan Claining servis di Pirih Boxing Camp Surabaya dengan Gaji Rp.40.000, per-bulan.
Selama Joa jadi Asisten Pelatih dan Cleaning servis di Sasana Tinju Pirih Boxing Camp surabaya, Joa sempat mencoba melamar pekerjaan di perusahaan Maspion, Pabrik Rokok Sampurna, Pabrik Kayu tapi tidak ada satupun panggilan diterima.
Meski begitu, Joa tetap merasa hidupnya belum jelas dan memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di Dili, Timor Leste Pada Tahun 1997.
Di kampung Halaman di Dili, Joa mencoba mencari kesempatan lain untuk mencoba mendaftar diri ke Polisi untuk menjadi anggota Brimob tapi di tolak karena Tidak Menerima Tamtama. Begitupun saat mendaftar di TNI AD juga ditolak karena umur. Namun Joa tak pernah menyerah dan tidak putus asa dan terus mencoba dan ahirnya tuhan menganugrahkan yang terbaik buat hidupnya, Joa di terima sebagai Prajurit TNI AL.
Kini Joa, hidup bahagia dengan seorang istri dan satu anaķ, meski pernikahannya sedikit terlambat di usia 41 tahun baru menikah pada tahun 2016, dan kelahiran anaknya di hari buruh 1 Mei 2017.
Pada Tahun 2006, Joa mengambil ijin cuti ke kampung halaman Timor Leste, disana Joa berusaha mencari dan bertemu dengan keluarganya yang bertahun tahun putus kontak akibat jajak pendapat di Timor Leste.. beberapa hari kemudian sebelum ijin cuti berakhir joa berusaha mengurus paspor dan surat-surat lainnya buat adiknya untuk diboyong ke Surabaya agar bisa melanjutkan pendidikan adiknya di kota pahlawan Surabaya. Joa tak pernah lupa untuk terus menguatkan adik adiknya dalam menyelesaikan pendidikan hingga meraih sarjana. Itulah perjuangan hidup seorang Joa Lopes.
"Biarlah cukup saya yang berpendidikan SMP, tapi jangan sampai adik adik saya sama seperti saya yang berpendidikan rendah," Ungkap Joa.
Hidup Joa Berawal Dari:
- Petani,
- Penjual Es,
- Kuli Bangunan,
- Cleaning servis,
- Buruh Pabrik,
- Petinju... - Terimakasih Tuhan..
- Terimakasih Almarhum Kedua Orang'Tua ku
- Terimakasih banyak NKRI..
- Terimakasih Banyak TNI AL..
- Terimakasih Timor Leste
- Terimakasih banyak Saudaraku, Sahabat, Kerabat semuanya atas Doa dan perhatiannya dari Sahabat Sahabatku semua, teman teman semua tanpa terkecuali.
Penulis : Adriano Da Silva
Joa saat ini menjadi pengabdi NKRI Via Fianosa.com |
Tetapi dibalik itu, Tuhan berkata lain, Kehidupan senantiasa berubah dan silih berganti. Karena alam semesta beserta segala isinya saja selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Maka rotasi kehidupan itu juga akan di ikuti oleh kehidupan manusia. Karena dengan alam manusia bisa Belajar tentang perubahan. Perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Begitupun, Metamorfosa seorang manusia dari setetes air yang hina menjadi janin, kemudian datang ke alam fana ini sebagai bayi, tumbuh menjadi anak kecil yang riang, lalu tumbuh memasuki usia remaja hingga menjadi dewasa dan tua, adalah contoh lain sebuah perubahan yang biasa dan lumrah adanya.
Namun bagaimana dengan Joa Lopez yang lahir di Bobonaro Timor Leste Tahun' 1997, dan ditingalkan sang Ayahnya Wafat pada tahun 1977 di Foho Rua Covalima. Dalam Mengarungi hidupnya Joa banyak menghabiskan waktu di hutan karena perang saudara di Timor timur Pada Tahun 1975. Hidupnya siang malam keluar masuk hutan, naik gunung turun gunung tanpa tujuan, hujan panas pun tidak terasa, karena rasa ketakutan yang menghantui akibat perang saudara, hingga tidak tau bagaimana rasanya Lapar.
Waktu di hutan Joa sempat pernah mau dibuang keluarganya atas tekanan om Joa karena kaki Joa bengkak susah berjalan. Saudara kandung Joa ada 9 orang jadi ibu Joa tidak sanggup lagi untuk menyelamatkan semua nya akibat ketakutan, Takut dibunuh ABRI dan Fretelin. Arti rasa takut dibunuh itu hanya dalam pikiran saja namanya hidup dalam peperangan semua orang pasti punya rasa takut dibunuh, walaupun belum tentu dibunuh. Hingga ahirnya Joa dan keluarganya pada Tahun 1978 sudah gak tahan hidup di hutan belantara dan menyerahkan diri ke Tentara Nasional Indonesia. Joa dan keluarga harus menetap sementara di Maliana. Selang beberapa tahun kemudian keluarga Joa meninggalkan kota Meliana, dan Joa harus ditinggal hidup bersama orang lain di Maliana. Meski demikian, Selama di Maliana Joa harus bertani, demi memenuhi kebutuhan hidupnya, Joa kecil harus ikut ke sawah setiap pagi hingga malam hari.
Pekerjaan sebagai petani, membuat Joa berpikir keras dan berharap bisa hidup seperti orang lain, berpendidikan dan padat ilmu pengetahuan. Rasa putus asa dalam diri Joa, terus menjadi momok yang menakutkan, hingga ahirnya dia berfikir tentang ibu kandungnya dan terus mencarinya hingga ke Kota Dili, hingga suatu waktu, Joa bisa berkumpul dengan saudara saudara kandungnya. Joa pun ahirnya berkenginan sekolah dan langsung masuk SD di Kelas 3, sambil sekolah dan mengurangi beban keluarga, Joa berjualan Es Lilin milik Polisi Brimob dan saat liburan sekolah Joa juga bekerja jadi kuli bangunan. Hal yang sama juga dia lakukan saat duduk di bangku SMP dan Ikut orang Sulawesi bekerja sebagai pembantu, sayangnya Joa tak mampu melanjutkan sekolah ke Tingkat SMA karena keadaan ekonomi yang tidak stabil. Setelah berpikir panjang, Joa ahirnya merantau ke Tanah Jawa pada tahun 1991 mengikuti program pemerintah dari Depnaker, berbagai pelatihan kerja di BLK Surabaya. Hingga ahirnya Joa mendaptkan kesempatan kerja di sebuah pabrik Rotan di PT. Kali Jaya Putra dengan gaji yang sangat minim. Bekerja sebagai Buruh kasar di pabrik, membuat badan Joa drop dan terserang penyakit Tipes, hingga harus di rawat di rumah sakit Siti Chotijah Sepanjang Sidoarjo, hingga memakan waktu 1 bulan. Cobaan Joa, ternyata tak berhenti, dalam keadaan Opname, Joe dapat berita buruk dari Timor Timur/Timor Leste bahwa Ibunya BERTA DA COSTA meninggal dunia,. Begitu pedihnya perasaan Joa, antara keputusan hati dan kekuatan bathin yang harus menahannya, Joa pun hanya mengirimkan doa saja buat Almarhumah Ibundanya Karena terbentur biaya untuk pulang ikut mengantar ibundanya ke tempat peristirahatan terakhir.
Dengan Gaji yang pas-pasan dan tidak menentu di pabrik yang Joa bekerja. Sampai ahirnya pada tahun 1992 Joa memutuskan berhenti dari pabrik, lalu Joa ikut bergabung di Sasana Tinju Pirih Boxing Camp Surabaya. Namum apa daya, Joa juga gagal meraih prestasi di ring tinju profesional dan harus lepas sarung tinju pada tahun 1995, dan Joa hanya diberi jabatan sebagai asisten pelatih dan Claining servis di Pirih Boxing Camp Surabaya dengan Gaji Rp.40.000, per-bulan.
Joa (Tengah) bersama ibu kost saat pindah ke Surabaya. Via Fianosa.com |
Kini Joa, hidup bahagia dengan seorang istri dan satu anaķ, meski pernikahannya sedikit terlambat di usia 41 tahun baru menikah pada tahun 2016, dan kelahiran anaknya di hari buruh 1 Mei 2017.
Pada Tahun 2006, Joa mengambil ijin cuti ke kampung halaman Timor Leste, disana Joa berusaha mencari dan bertemu dengan keluarganya yang bertahun tahun putus kontak akibat jajak pendapat di Timor Leste.. beberapa hari kemudian sebelum ijin cuti berakhir joa berusaha mengurus paspor dan surat-surat lainnya buat adiknya untuk diboyong ke Surabaya agar bisa melanjutkan pendidikan adiknya di kota pahlawan Surabaya. Joa tak pernah lupa untuk terus menguatkan adik adiknya dalam menyelesaikan pendidikan hingga meraih sarjana. Itulah perjuangan hidup seorang Joa Lopes.
Joa saat menghadiri wisuda adiknya di Suarabaya. Via Fianosa.com |
Hidup Joa Berawal Dari:
- Petani,
- Penjual Es,
- Kuli Bangunan,
- Cleaning servis,
- Buruh Pabrik,
- Petinju... - Terimakasih Tuhan..
- Terimakasih Almarhum Kedua Orang'Tua ku
- Terimakasih banyak NKRI..
- Terimakasih Banyak TNI AL..
- Terimakasih Timor Leste
- Terimakasih banyak Saudaraku, Sahabat, Kerabat semuanya atas Doa dan perhatiannya dari Sahabat Sahabatku semua, teman teman semua tanpa terkecuali.
Penulis : Adriano Da Silva