Baca Juga :
Pengantar
Pada masyarakat industri modern, manusia telah mengalami penindasan terus-menerus. Hal itu terwujud dalam segi pekerjaan. Budaya perbudakan sangat kental dan terlihat begitu jelas dengan adanya pemaksaan budaya kerja. Sistem feodal berjamur di mana-mana. Masyarakat terbagi menjadi dua kelas, yakni masyarakat borjuis dan proletar. Kedua kelas tersebut memiliki tujuan masing-masing.
Tujuannya, yakni yang satu berjuang mendapatkan modal dan keuntungan sebesar-besarnya dan yang satunya ingin mendapatkan upah atau gaji sesuai dengan hasil dan usahanya setiap hari. Kondisi masyarakat tersebut juga terjadi dalam masyarakat di zaman kontemporer ini. Tentunya dengan gaya atau rupa yang berbeda. Penindasan manusia tetap terjadi namun tidak terlihat jelas seperti pada zaman modern. Hal itu terjadi dalam wujud sistem totaliter, yang dimana penindasan manusia dilingkupi dengan prinsip-prinsip yang ada salah satunya prinsip prestasi.
Ilustrasi Via Pixabay.com |
Prinsip prestasi mewarnai kehidupan masyarkat kontemporer yang penuh dengan kelimpahan. Maksudnya, kaum proletar dapat menikmati kehidupan “layaknya” borjuis. Misalnya, mendapatkan fasilitas asuransi, dapat memiliki kendaraan pribadi dan sebagainya. Terdapat satu tokoh yang membahas tentang prestasi yakni Hebert Marcuse.
Herbert Marcuse
Herbert Marcuse lahir di Berlin pada tahun 1898 dan wafat pada 1979. Anggota IPS (Institusi Penelitian Sosial). Dia keturunan Yahudi. Meraih gelar doktor filsafat pada tahun 1923. Pernah diundang ke Universitas Of California dan mengunjungi Max Planck Institut. Karyanya yang paling terkenal adalah One Dimensional Man. Marcuse mengkritik masyarakat sekarang. Mengapa? Karena masyarakat sekarang memiliki persoalan yang mendasar, yakni kelimpahan. Keseimbangan antara kebutuhan dan pemuasan kebutuhan dapat lebih harmonis.
Dengan adanya kondisi tersebut dalam kehidupan masyarakat industri, dia mengatakan bahwa sistem masyarakat sekarang ini dikuasai oleh prinsip prestasi. Prinsip prestasi adalah cara bagaimana prinsip realitas menampakkan diri. Salah satu akibatnya adalah budaya produktivitas dalam masyarakat industri. Baginya, tampak suatu surplus represion, suatu represi dengan cara berlebih-lebihan. Suatu represi yang lebih besar dari pada yang sungguh-sungguh diperlukan untuk mencapai tujuan, yaitu menjamin keberlangsungan proses-proses sosial. Marcuse berpendapat bahwa seluruh sejarah manusia merupakan suatu rangkaian tak terputus yang terdiri dari penindasan-penindasan serta represi-represi yang semakin besar, tetapi dilain pihak, dia mengakui bahwa kemungkinan obyektif untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia semakin bertambah, terutama karena pekerjaan sudah kehilangan sifat kejamnya (semua orang memiliki banyak waktu luang).
Penindasan kapitalisme tidak lagi kelihatan sebagai penindasan manusia oleh manusia, melainkan sebagai tuntutan rasionalitas proses produksi. Orang bersedia untuk menyesuaikan seluruh hidupnya dengan tuntutan sistem kapitalis, bukan karena merasa diancam, melainkan karena tuntutan itu diyakini sebagai tuntutan efesiensi dan efektif. Dengan adanya prinsip prestasi yang menggantikan prinsip realitas, maka prinsip prestasi akan terlihat “rasional”, orang bersedia memberikan prestasi yang dituntut, ia bahkan menata seluruh hidupnya demi prestasi tertinggi.
Prinsip prestasi menguasai kehidupan pribadi manusia. Misalnya, orang bangun sore hari, pergi ke tempat kerja, bekerja, pulang ke rumah pada pagi hari, beristirahat, memenuhi kebutuhan seksualnya, berlibur dan sebagainya. Hal itu, dianggap oleh Marcuse sebagai prinsip prestasi. Dia berpendapat bahwa “manusia tidak lagi menjalankan hidup mereka sendiri, melainkan memenuhi fungsi-fungsi yang sudah ditetapkan sebelumnya” (EaC 41). Prinsip prestasi menindas manusia walaupun tidak kelihatan jelas dan nampak tetapi hanya dapat dirasakan.
Herbert Marcuse Via dissentmagazine.org |
Kapitalisme tua seakan-akan memenuhi semua kebutuhan manusia, terutama bagi kaum proletar. Akan tetapi orang tetap marah, tetapi tanpa sasaran. Orang mengarahkannnya terhadap dirinya sendiri. Setiap penyelewengan kecil dari standar efisiensi resmi, setiap kegagalan dalam memenuhi fungsi diri dengan sempurna membuat manusia merasa bersalah. Agresivitas tersembunyi dalam manusia kontemporer dan semakin terlihat jelas bentuknya. Pada kenyataannya bahwa orang memberikan prestasinya bukan karena keinginan dari individu, melainkan demi kepentingan sistem. Prinsip kesenangan dalam kehidupan sehari-hari dibatasi oleh sistem. Setiap individu memusatkan energi yang diciptakan oleh libido hanya pada satu bagian tubuh, dan tubuh lainnya dimanfaatkan sebagai alat kerja. Di bawah prinsip prestasi hubungan manusia dengan sesamanya disekat dalam sektor-sektor ketat, sesuai dengan fungsi masing-masing. Akibat dari prinsip prestasi yakni menciptakan budaya; pertama rasionalitas teknologis, artinya, yang rasional adalah kesesuaian dengan tuntutan efisiensi sistem produksi kapitalis.
Selain itu, segala sesuatu dipandang dan dihargai sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat, dimanipulasi, dan ditangani. Pada awalnya diterapkan pada hubungan antara manusia dengan alam, benda-benda dan alat produksi, tetapi kemudian berkembang ke dalam ranah relasi antar sesama manusia. Kedua, operasionalisasi, artinya konsep-konsep ilmu pengetahuan hanya berguna sejauh dapat diterapkan.
Relevansi
Prinsip prestasi yang digagasan oleh Herbert Marcuse memiliki relevansi dalam kehidupan manusia kontemporer. Mengapa? Karena pada zaman sekarang, manusia selalu mengkaitan antara uang dan kebahagiaan. Padahal uang bukan segala-galanya dalam menentukan kebahagiaan seseorang. Masyarakat Indonesia memiliki tingkat optimisme di posisi ke dua dalam dunia. Mengapa hal itu terjadi? Karena ada kekhawatiran dalam masyarakat Indonesia akan kondisi ekonomi, kestabilan politik dan serta jaminan kesehatan.
Dari sisi demografi, yang merasakan tekanan atau ketidakpuasan dalam hal keuangan adalah manusia yang berusia tengah baya. Pada usia tersebut mereka sedang dalam fase yang memiliki banyak pengeluaran pribadi dan keluarga, seperti membeli rumah, mobil, pendidikan anak, kesehatan dan sebagainya. Apalagi bagi mereka yang hidup sendiri atau hidup bersama tanpa menikah dan memiliki keluarga tiri, menunjukkan kepuasan yang lebih rendah. Hal ini mungkin karena keterbatasan kondisi ekonomi membuat berbagai kebutuhan sulit untuk terpenuhi dengan baik. Tampak terhadap penghayatan kurangnya kemampuan dan otonomi keuangan.
Disisi lain, individu yang kurang puas dengan sisi-sisi hidupnya, misalnya dalam relasi keluarga atau karier, cenderung mengompensasi dengan menjadi lebih mementingkan materi. Di sinilah prinsip prestasi memiliki relevansi dalam kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu memiliki penghayatan bahwa orang yang bahagia cenderung senang atau mampu bekerja dengan lebih berkomitmen dan karena itu juga menghasilkan uang lebih banyak. Bagi Marcuse, masyarakat sekarang memiliki permasalahan mendasar yakni kelimpahan. Efek dari kelimpahan adalah semakin besar kesenjangan antara aspirasi material dan capaian nyata keuangan, semakin besarlah ketidakpuasan yang dirasakan, sesbab hal itu terkait dengan nilai, gaya hidup, dan kebiasaan berperan penting terhadap kesejahteraan material. Setiap manusia yang menjunjung nilai yang tinggi terhadap uang dan materi akan punya banyak tuntutan, dan karena itu menjadi lebih sulit merasa puas. Setiap manusia kontemporer yang tidak puas dengan kondisi keuangannya pada umumnya akan bekerja lebih keras lagi dan ingin memperoleh uang lebih banyak.
Wujud dari rasionalitas teknologis terdapat pada sistem perusahaan yang menerapkan prinsip prestasi hanya untuk meningkatkan produktivitas atau mengejar citra saja. Misalnya, aturan dalam berpakaian, yakni kerapian dan disiplinan. Selain itu, operasionalisasi terlihat pada, cara kehidupan ini bekerja. Artinya, setiap manusia memiliki kemampuan dan bakat, mereka menggunakan hal tersebut untuk mengejar prestasi dengan bekerja keras demi atau untuk pemenuhan kebutuhan dan mengejar kebahagiaan.
Kesimpulan
Prinsip prestasi memiliki relevansi dalam kehidupan manusia, terwujud dalam setiap individu yang memiliki penghayatan bahwa orang yang bahagia cenderung senang atau mampu bekerja dengan lebih berkomitmen dan karena itu juga menghasilkan uang lebih banyak. Selain itu, prinsip prestasi biasanya terjadi dalam sistem perusahaan, gaya hidup, nilai hidup dan pandangan manusia terhadap alam, mesin-mesin dan sesamanya.
Bagi Marcuse, masyarakat sekarang memiliki permasalahan mendasar yakni kelimpahan. Efek dari kelimpahan adalah semakin besar kesenjangan antara aspirasi material dan capaian nyata keuangan, semakin besarlah ketidakpuasan yang dirasakan. Prinsip prestasi dalam kehidupan manusia memiliki peranan penting. Namun, apakah prinsip prestasi secara keseluruhan merupakan suatu penindasan?
Belum tentu, Karena tidak semua manusia mengejar prinsip prestasi dengan unsur keterpaksaan karena suatu kondisi. Hanya bagi mereka saja yang mengedepankan material atau memiliki gaya hidup materialistik. Memang secara kodrat manusia ingin mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, tetapi perlu diamati terlebih dahulu, kebahagiaan seperti apa yang dikejar oleh setiap individu. Apakah kebahagiaan diletakkan pada pemuasan atau pemenuhan kebutuhan dalam bentuk materi atau kebahagiaan diletakkan pada segi sikap murah hati, menolong orang lain dan sebagainya?.
Penulis : Arini Dwi Cahyani
Penulis : Arini Dwi Cahyani