Baca Juga :
Sejujurnya saya sedang dalam keadaan bingung untuk menuliskan artikel ini. Saya tidak hendak beranggapan bahwa saya mengetahui bagaimana membangun setting lokasi seharusnya dilakukan. Yang paling dapat saya lakukan dalam kesempatan ini adalah dengan membahas hal-hal yang telah saya upayakan untuk membangun setting lokasi dengan baik. Sejatinya, saya adalah seorang penulis pemula yang penuh dengan kekurangan dan harus belajar banyak hal.
Bayangkan saja, dalam sehari semalam saya hanya mampu menyelesaikan tiga paragraf. Kadangkala saya harus tertatih-tatih untuk merampungkannya, belum lagi waktu untuk penyuntingan. Intinya saya bukan penulis yang mahir. Sejauh ini saya juga belum menemukan formula rahasia untuk membangun setting lokasi yang baik. Namun, saya sering merasa beruntung. Hanya dengan bermodalkan konsentrasi yang terus-menerus lantas berkecambah hingga solusi pun muncul. Jadi apa yang saya tulis adalah apa yang muncul seolah-olah sebagai ilham.Salah satu hal terpenting dalam sebuah cerita adalah setting. Tanpanya, sebuah cerita menjadi hambar dan kosong. Inginkah kita sebagai penulis mempermalukan diri dengan karya lemah asal jadi? Tentu kita tidak ingin jika pembaca mengkerutkan kening dan bertanya-tanya dalam hati: “Sebenarnya dia berada di mana?” Dikarenakan hal ini, pembaca bisa saja beranggapan penulis adalah seorang pemalas. Ya, malas melakukan riset lapangan, malas melakukan riset pustaka dan malas mewawancarai. Perlu di garis bawahi, jangan bayangkan disini wawancara selayaknya reporter berwajah tegang dengan bahasa yang kaku. Ciptakan saja suasana sesantai dan senyaman mungkin selayaknya dua orang sahabat, baik posisi duduk, intonasi, mimik wajah dan lainnya. Perbincangan ringan namun sarat akan makna.
Menulis setting bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak penulis pemula (tak terkecuali saya) yang abai dalam menulis setting. Adegan berjalan terburu-buru tanpa memberikan kesempatan untuk menampilkan gambaran lingkungan sekitar yang dialami sang tokoh.
Jika begini, bagaimana bisa kita membawa pembaca untuk merasakan bahwa dirinya berada di tempat dalam cerita yang sedang ia baca. Misalnya ketika saya menulis cerpen Berteriak Senyap, saya membawa pembaca ke tempat dengan setting tahun 1984-an. Dari mulai kondisi perempatan jalan yang ramai pamflet-pamflet bernada keras zaman orde baru , kemudian “mengajak” pembaca menghadiri pengajian panas di malam mencekam. Tidak mudah menggambarkan adegan lengkap dengan setting lokasi dan suasanya yang terjadi di sekitarnya. Disinilah kecerdasan penulis dibuktikan.
Tidak ingin berlama-lama dengan prolog, berikut tips-tips tipis yang diperlukan guna membangun setting lokasi:
Bayangkan saja, dalam sehari semalam saya hanya mampu menyelesaikan tiga paragraf. Kadangkala saya harus tertatih-tatih untuk merampungkannya, belum lagi waktu untuk penyuntingan. Intinya saya bukan penulis yang mahir. Sejauh ini saya juga belum menemukan formula rahasia untuk membangun setting lokasi yang baik. Namun, saya sering merasa beruntung. Hanya dengan bermodalkan konsentrasi yang terus-menerus lantas berkecambah hingga solusi pun muncul. Jadi apa yang saya tulis adalah apa yang muncul seolah-olah sebagai ilham.Salah satu hal terpenting dalam sebuah cerita adalah setting. Tanpanya, sebuah cerita menjadi hambar dan kosong. Inginkah kita sebagai penulis mempermalukan diri dengan karya lemah asal jadi? Tentu kita tidak ingin jika pembaca mengkerutkan kening dan bertanya-tanya dalam hati: “Sebenarnya dia berada di mana?” Dikarenakan hal ini, pembaca bisa saja beranggapan penulis adalah seorang pemalas. Ya, malas melakukan riset lapangan, malas melakukan riset pustaka dan malas mewawancarai. Perlu di garis bawahi, jangan bayangkan disini wawancara selayaknya reporter berwajah tegang dengan bahasa yang kaku. Ciptakan saja suasana sesantai dan senyaman mungkin selayaknya dua orang sahabat, baik posisi duduk, intonasi, mimik wajah dan lainnya. Perbincangan ringan namun sarat akan makna.
Menulis setting bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak penulis pemula (tak terkecuali saya) yang abai dalam menulis setting. Adegan berjalan terburu-buru tanpa memberikan kesempatan untuk menampilkan gambaran lingkungan sekitar yang dialami sang tokoh.
Jika begini, bagaimana bisa kita membawa pembaca untuk merasakan bahwa dirinya berada di tempat dalam cerita yang sedang ia baca. Misalnya ketika saya menulis cerpen Berteriak Senyap, saya membawa pembaca ke tempat dengan setting tahun 1984-an. Dari mulai kondisi perempatan jalan yang ramai pamflet-pamflet bernada keras zaman orde baru , kemudian “mengajak” pembaca menghadiri pengajian panas di malam mencekam. Tidak mudah menggambarkan adegan lengkap dengan setting lokasi dan suasanya yang terjadi di sekitarnya. Disinilah kecerdasan penulis dibuktikan.
Tidak ingin berlama-lama dengan prolog, berikut tips-tips tipis yang diperlukan guna membangun setting lokasi:
1. Spot unik di lokasi biasa
Mengambil contoh cerita anak. Penulis pada umumnya akan menggambarkan setting rumah atau sekolah. Tempat yang paling sering dikunjungi oleh tokoh. Disini, penulis tidak melulu harus menggambarkan kamar dan kelas. Bagaimana dengan lokasi sumur tua belakang sekolah yang terkenal angker, atau rumah pohon di atas pohon belimbing tempat favorit si tokoh bermain bersama temannya? Saya rasa spot-spot unik ini tidak boleh diabaikan oleh penulis pemula untuk lebih menghidupkan cerita menjadi lebih kuat.Candi Borobudur. Photo Via Pixabay.com |
2. Observasi Tempat di Nusantara
Hanya karena saya orang Malang, bukan berarti saya harus menggambarkan setting lokasi di tempat-tempat yang saya kenal baik. Tentu saja saya bisa menciptakan tokoh cerita yang sedang berada di Bandung, Semarang, Padang, Lombok dan kota besar lainnya di penjuru Nusantara. Terlepas dari saya pernah kesana atau tidak, banyak cara yang bisa dilakukan untuk membangun setting lokasi. Kuncinya dengan observasi.Di zaman serba digital ini sangat memudahkan penulis untuk menjelajah banyak informasi mulai dari sejarah tempat disana, tradisi masyarakat, bahasa yang digunakan dan banyak hal lainnya. Ini adalah cara paling praktis yang bisa dilakukan. Kecuali jika penulis ingin menggunakan setting lokasi yang imajinatif di negeri antah berantah, seperti dunia raksasa, dunia peri dan makhluk endemik lainnya. Penulis bebas berkreasi menggunakan imajinasinya demi setting yang fantastis!
3. Detail Deskripsi
Terlepas dari fiktif atau nyata setting yang di deskripsikan, penulis harus memberikan kesan seolah benar-benar pernah berada di sana dan mengenal baik lokasi tersebut. Deskripsi yang mendetail akan memudahkan pembaca untuk dapat masuk dan merasakan suasana yang sedang penulis gambarkan.
Saat menceritakan tokoh yang sedang menghadiri sebuah pengajian misalnya, tidak cukup hanya dengan dialog-dialog datar tanpa menceritakan sedikit pun suasana di sekitarnya. Apakah ia berada di antara kerumunan ratusan jamaah lainnya? Apakah pengajian diadakan pada siang hari yang tak memerlukan lampu pencahayaan ataukah diadakan pada malam hari dengan di soroti lampu di dukung dengan gemerlap bintang malam menambah syahdu pengajian tersebut?
Pagi-pagi buta, puluhan prajurit datang dengan empat truk ukuran sedang memasuki wilayah Gondosuli, Tawangmangu, Jawa Tengah. Inilah tempat berlatih para prajurit Grup II Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Tentu saja wilayah ini sudah disterilkan dari warga desa. Sesampainya disana, para prajurit yang berjumlah sekitar 30-an berjalan kaki ke tanah lapang di kaki Bukit Tlogodringo. Prajuritnya muda-muda. Tegap, tinggi dan langsing. Mereka mengenakan seragam khas warna loreng darah. Mereka mendirikan tenda besar disana. Tak lama berselang terdengar rentetan tembakan atau ledakan. Para prajurit terlihat sedang berlatih dengan senapan HK416 merupakan senapan serbu andalan pasukan elite kelas dunia. Senapan produksi Jerman ini berkaliber 5,56 mm dan memiliki kecepatan tembak 700-900 peluru per menit dengan sistem tembak semi otomatis dan otomatis dengan akurasi tinggi.
Di tengah pelatihan, dua mobil Toyota Land Cruisier memasuki markas pelatihan. Adanya sebuah kunjungan darurat dari pimpinan Kopassus Mayjen TNI I Nyoman Ketut Kusumo menandakan adanya sebuah kabar penting. Berpakaian seragam dinas rapi dihiasi banyak lencana sesuai dengan jabatannya. Perawakannya sedang, dengan raut muka halus, kulit putih bersih dan rambut yang menipis di bagian depan. Semua prajurit berbaris rapi untuk mendengarkan sebuah pengumuman penting..
Demikian sedikit tips singkat atau "tipis-tipis" dari saya yang mudah-mudahan bisa memberikan manfaat bagi penulis pemula untuk membangun setting lokasi dengan baik. Hanya satu yang saya yakini, artikel ini lebih banyak mengandung manfaat ketimbang mudharat. Semoga bermanfaat
Penulis : Frida Pramadipta
4. Melibatkan Pancaindra Pembaca
Untuk memperkuat setting lokasi, penulis perlu membuat pembaca tak sekedar melihat namun juga merasakan. Ya, seperti mendengar bunyi-bunyian, mencium aroma dan merasakan tekstur yang bersentuhan dengan kulit tubuhnya. Seperti contoh kutipan cerpen yang saya buat dua bulan lalu Alpha Team di bawah ini yang belum sempat saya selesaikan. Sudah di bilang saya bukan penulis mahir, jadi jangan berekspetasi lebih.Pagi-pagi buta, puluhan prajurit datang dengan empat truk ukuran sedang memasuki wilayah Gondosuli, Tawangmangu, Jawa Tengah. Inilah tempat berlatih para prajurit Grup II Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Tentu saja wilayah ini sudah disterilkan dari warga desa. Sesampainya disana, para prajurit yang berjumlah sekitar 30-an berjalan kaki ke tanah lapang di kaki Bukit Tlogodringo. Prajuritnya muda-muda. Tegap, tinggi dan langsing. Mereka mengenakan seragam khas warna loreng darah. Mereka mendirikan tenda besar disana. Tak lama berselang terdengar rentetan tembakan atau ledakan. Para prajurit terlihat sedang berlatih dengan senapan HK416 merupakan senapan serbu andalan pasukan elite kelas dunia. Senapan produksi Jerman ini berkaliber 5,56 mm dan memiliki kecepatan tembak 700-900 peluru per menit dengan sistem tembak semi otomatis dan otomatis dengan akurasi tinggi.
Di tengah pelatihan, dua mobil Toyota Land Cruisier memasuki markas pelatihan. Adanya sebuah kunjungan darurat dari pimpinan Kopassus Mayjen TNI I Nyoman Ketut Kusumo menandakan adanya sebuah kabar penting. Berpakaian seragam dinas rapi dihiasi banyak lencana sesuai dengan jabatannya. Perawakannya sedang, dengan raut muka halus, kulit putih bersih dan rambut yang menipis di bagian depan. Semua prajurit berbaris rapi untuk mendengarkan sebuah pengumuman penting..
Demikian sedikit tips singkat atau "tipis-tipis" dari saya yang mudah-mudahan bisa memberikan manfaat bagi penulis pemula untuk membangun setting lokasi dengan baik. Hanya satu yang saya yakini, artikel ini lebih banyak mengandung manfaat ketimbang mudharat. Semoga bermanfaat
Penulis : Frida Pramadipta
KOMENTAR