Baca Juga :
Prawacana
Di zaman yang penuh dengan persaingan ini, makna dan nilai-nilai Pancasila harus tetap diamalkan dalam kehidupan kita, agar keberadaannya tidak hanya dijadikan sebagai simbol semata. Pancasila dalam sejarah perumusannya melalui proses yang sangat panjang oleh para pendiri negara ini. Pengorbanan tersebut akan sia-sia apabila kita tidak menjalankan amanat para pendiri negara yaitu pancasila yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.Via studentshow.com |
Pancasila diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman hidup bagi kehidupan manusia, baik itu dalam lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga dalam berprilaku dan bersosialisasi antar sesama manusia, baik dalam kenidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus dilandasi oleh Pancasila yang dijadikan landasan dalam berprilaku. Pancasila juga dijadikan sebagai pedoman dalam berbagai bidang kehidupan, baik itu bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang-bidang lainnya. Sehingga segala sesuatu yang dilakukan diharapkan tidak melenceng dari aturan yang telah ditetapkan sesuai dengan Pancasila. Dengan demikian, apa yang diharapkan dan dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dapat terlaksana dengan baik.
Perjalanan sejarah Pancasila sebagai Ideologi sering diterpa banyak sekali peristiwa. Tetapi lambat laun peristiwa-peristiwa yang telah dilalui dalam catatan sejarah bangsa Indonesia ditepis dengan mantap oleh Ideologi Pancasila dengan ditandainya Ideologi Pancasila tetap bertahan sebagai satu-satunya ideologi yang digunakan oleh Negara Indonesia. Memang sampai saat ini terbukti bahwa pancasila sudah berakar kokoh dilubuk hati sanubari bangsa Indonesia karena selalu bertahan dan menang dan perkembangan-perkembangan yang mengancamnya. Pancasila pernah diperdebatkan secara resmi untuk diganti dengan ideologi lain tetapi Pancasila tetap menang. Pernah juga dilawan dengan kekuatan bersenjata dan pemberontakan ternyata juga Pancasila menang sehinggah pernah disebut dengan azimat yang memiliki kesaktian.
Saat ini tantangan terhadap eksitensi Pancasila dan tentunya juga terhadap kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga terus bermunculan. Saat ini ada ideology lain yang coba dilawankan dengan Pancasila sementara perkembangan masyarakat dari generasi ke generasi membawa tantangannya sendiri. Seiring berjalannya waktu maka peradaban semakin berkembang, dimana teknologi maju kian pesat. Zaman dahulu mesin hanya digunakan untuk membantu manusia, namun pada zaman sekarang justru manusia menjadi tergantung kepada mesin. Bahkan kemajuan teknologi pada era digital, sudah berubah dibandingkan dahulu, manusia terhubung antara satu dengan lainnya. Setiap kejadian dan setiap aktivitas manusia selalu terkoneksi dengan dunia digital. Ada perubahan yang signifikan dari waktu ke waktu, peranan teknologi pun merubah karakter manusia.
Inilah yang kemudian menjadi tantangan baru bagi bangsa kita, dimana saat ini generasi kita sedang berhadapan dengan revolusi 4.0 yang didalamnya didominasi oleh generasi milenial yang akan segera disusul oleh generasi Z dan generasi Alpha yang tantagannya jauh lebih besar diantaranya adalah modernisasi, digitalisasi, industrialisasi, penggunaan teknologi dan internet yang akan menjadi basis dari kegiatan diberbagai sector, mulai dari sector social, budaya, pendidikan, ekonomi dan politik.
Revolusi industri 4.0 memberikan pengaruh baik positif maupun pengaruh negatif. Persoalannya adalah apakah generasi Z dan generasi Alpha Indonesia mampu mendapatkan dan memanfaat segala pengaruh positif dan membendung diri dari segala dampak negatif revolusi industri 4.0. Memang, salah satu dampak positif dari era 4.0 adalah kemudahan dalam mendapatkan akses teknologi dan informasi. Namun, akibat kemudahan itu juga terdapat dampak negatif seperti keterbukaan informasi yang berujung pada penyebaran hoax dan sara yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa hingga konten pornografi yang dapat merusak moralitas dan mental bangsa. Singkatnya, dampak dari revolusi industri 4.0 memberikan pengaruh yang menyentuh segala ranah, seperti gaya hidup bangsa Indonesia hingga pancasila sebagai ideologi Negara.
Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita sedangkan logos berarti ilmu. Ideologi secara etimologis artinya ilmu tentang ide-ide (The Science Of Ideas) atau ajaran tentang pengertian dasar. Atau dalam pengertian lain, Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu. Ideologi berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandang ahidup mereka. Nilai-nilai yang terangkai atau menyatu menjadi satu sistem itu, sebagaimana halnya dengan nilai-nilai dasar Pancasila, biasanya bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah suatu masyarakat atau bangsa yang menciptakan ideologi itu.
Pancasila sebagai ideologi Negara adalah untuk memperlihatkan peran ideologi sebagai penuntun moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga ancaman-ancaman yang datang untuk negeri ini dapat dicegah dengan cepat. Sebab Pancasila merupakakan Ideologi yang terbuka bagi seluruh perkembangan zaman. Sehingga apapun yang terjadi dalam perkembangan zaman harus sesuai dengan kaedah-kaedah yang berlaku atas dasar Pancasila. Atau dengan kata lain Pancasila sebagai ideologi negara harus menjadi spirit bagi setiap nadi kehidupan masyarakat dan kegiatan yang konstitusional karena Pancasila dipandang sebagai media akulturasi dari bermacam-macam pemikiran mengenai agama, pendidikan, budaya, politik, social, dan bahkan ekonomi.
Kita harus yakin bahwa Pancasila sebagai ideology Negara akan tetap sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi yang mengancam perdamaian dan kemanusiaan. Pancasila sebagai ideiologi bukan bukan hanya berisi seperangkat nilai tentang ekonomi dan politik seperti banyak yang diperdebatkan tetapi juga merupakan pemberi arah jalan tengah atau prismatika untuk membangun kedamaian diantara manusia sekaligus mengikat kebersatuan kita sebagai bangsa. Dalam menghadapi berbagai situasi itu pancasila justeru semakin dibutuhkan karena ia merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya adiluhung yang dihayati selama berabad-abad.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia merupakan sebuah sistem nilai kebaikan universal yang bisa diterapkan dalam konteks apapun baik pada masa hari ini, besok, dan masa yang akan datang. Itu artinya Pancasila dengan basis filosofinya yang mendalam sebenarnya mampu untuk menjawab setiap problematika yang ada.
Terdapat dua syarat agar Pancasila dapat beroperasi secara optimal dalam masyarakat. Pertama, Pancasila harus terpahami dan terinternalisasi pada setiap individu. Kedua, mampu menggunakan Pancasila sebagai alat penyelesaian masalah. Pancasila sebagai nilai universal masih sangat relevan dengan generasi hari ini. Pancasila hanya perlu terinternalisasi dengan baik ke setiap generasi yang ada khususnya pada generasi Z dan generasi Alpha yang akan menjadi salah satu tokoh pergerakan kemajuan negara yang kita cintai ini.
Perkembangan social masyarakat diseluruh dunia saat ini telah ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan generasi dari waktu ke waktu denagan watak dan kebutuhan yang berbeda. Jika dilacak dari perkembangan sejarah generasi dan kebutuhanya masing-masing, maka saat ini kita sedang didominasi oleh generasi milineal (Y) yang sudah mulai disusl oleh generasi Z dan selanjutnya generasi Alpha. Marilah kita identifikasi sekilas tentang perkembangan, watak, dan kebutuhan generasi-generasi tersebut.
Tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945 Pancasila lahir, ini menjadi penanda bahwa Pancasila sudah berusia 75 tahun pada tahun sekarang. Rentan waktu yang begitu panjang dan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia yang signifikan menimbulkan beberapa pertanyaan baru di kalangan petinggi negara, akademisi, dan kita semua. Apakah Pancasila masih relevan dengan kondisi negara dewasa ini? Apakah Pancasila masih mampu menjawab setiap tantangan di era perkembangan teknologi, revolusi industri 4.0? Apakah Pancasila masih bisa menjadi bintang pemandu bagi rakyat Indonesia, khususnya generasi Z dan generasi Alpha?
Kondisi negara Indonesia sudah sangat jauh berubah dari semenjak awal kemerdekaan. Perkembangan dan perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari sebagai prasyarat untuk mencapai kemajuan dan tujuan kemerdekaan. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendatangkan manfaat sekaligus dampak buruk bagi masyarakat. Kemudahan, kecepatan, dan efektivitas merupakan gambaran umum dampak kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi yang tidak dikendalikan dan dikontrol akan menghasilkan masalah baru yang dapat menghambat atau merusak suatu negara. Generasi milenial yang kemudian melahirkan generasi Z dan generasi Alpha adalah generasi yang sangat familier dengan teknologi karena generasi ini lahir ke dunia di mana segala aspek fisik (manusia dan tempat) mempunyai ekuivalen digital. Generasi Z dan generasi Alpha menjadi penyokong utama peredaran informasi di dunia virtual. Pada waktu yang bersamaan juga ancaman bangsa terus terus berkembang di setiap bidang. Bidang ideologi (ancaman ekstremisme, paham radikal), bidang politik (permasalahan pemilu, pejabat negara yang terjerat korupsi), bidang ekonomi (kesenjangan yang masih tinggi), bidang sosial budaya (pengangguran, kekerasan dalam rumah tangga), bidang pertahanan dan keamanan (terorisme, konflik SARA, ilegal fishing). Revolusi industri 4.0 juga membawa disruption and bridging generations. Terdapat gap antar generasi dalam sebuah pola komunikasi sehingga terjadilah disrupsi atau perubahan mendasar terhadap suatu realitas.
Pancasila sejatinya bukanlah jargon kosong yang muncul ditengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia, namun ia merupakan Core Values inklusif yang di gali oleh para pendiri bangsa yang mencoba mempertemukan nilai-nilai ideal yang mampu mewujudkan cita-cita Bhinneka Tunggal Ika yang akan selalu sesuai dengan segala perubahan waktu termasuk era industri 4.0. Hal demikian karena pancasila adalah hasil konsensus dari Founding Fathers yang diwariskan kepada generasi penerus sebagai suatu dasar falsafah bangsa dan pandangan hidup negara yang begitu visoner dan tahan banting (durable). Suatu dasar falsafah yang memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat. Jika terpahami secara mendalam, diyakini secara teguh, dan diamalkan secara konsisten dapat mendekati perwujudan negara paripurna.
Oleh sebab itu upaya untuk membumikan Pancasila sebagai dasar Negara ke segenap lapisan masyarakat tanpa kecuali adalah suatu keharusan. Pemilihan kata “membumikan” disini menjadi kunci dan bermakna dua hal. Pertama, mendekatkan kembali Pancasila kepada masyarakat agar pancasila bukan merupakan suatu hal yang asing atau absurd untuk dipahami. Kedua, menginternalisasikan nilai-nilai luhur pancasila dengan mengoptimalkan segenap sumber daya nasional yang dimiliki. Artinya, internalisasi nilai-nilai Pancasila dapat mencegah, melindungi, dan menanggulangi generasi Z dan Alpha bangsa ini dari segala hal yang dapat menjerumuskan para pemuda kedalam jurang yang membinasakan bangsa. Internalisasi dari sila-sila pancasila dapat menjadi paradigma yang mengakar kuat dalam sehingga generasi Z dan Alpha bangsa Indonesia akan memiliki landasan filosofis dalam berperilaku baik secara individu maupun masyarakat.
Secara garis besar, proses pembumian pancasila dilakukan dengan tiga cara: (1) kognitif-saintifik, (2) ekspresif-estetik, dan (3) praktis-moral. Cara pertama merupakan amanat yang dilakukan oleh para intelektual negeri ini. Para intelektual sudah menghasilkan syarah, tafsir, dan komentar puluhan bahkan ratusan buku terhadap Pancasila. Cara kedua adalah amanat yang sudah dilaksanakan oleh para pendiri bangsa ini melalui laku mereka yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, begitu juga para seniman sudah menggubah lagu kebangsaan dengan basis semangat Pancasila. Tinggal cara kerja ketiga, inilah amanat untuk generasi milenial yang disusul dengan generasi Z dan generasi Alpha. Amanat untuk membumikan Pancasila sekarang di tangan para generasi milenial bisa dilakukan dengan berbagai cara. Gemerlap teknologi-informasi, juga perkembangan sosial media bisa dimanfaatkan oleh milenial. Milenial sebagai generasi yang suka dengan hal-hal baru, spontanitas, ide-ide keretif dan inovatif tentu mempunyai cara tersendiri untuk membumikan Pancasila. Melalui kerja-kerja Youtuber, Video, Vlog, dan akun media sosial, para milenial ini bisa memberikan sumbangsih besar dalam proses internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai dari dan kepada masyarakat umum. Jika pemerintah dan kalangan akademik, melakukan kerja-kerja formal, seperti sosialiasi empat pilar, seminar, workshop, bedah buku dan sejenisnya, maka kalangan milenial bisa melaksanakan amanat ini dengan cara-cara informal dan memenuhi media sosial dengan konten-konten edukasi sarat dengan nilai-nilai Pancasila.
Misalnya, Nilai-nilai ketuhanan, Indonesia adalah negara religius yang menjadikan nilai-nilai religiusitas sebagai sumber etika dan spiritualitas dalam bersikap tindak termasuk sikap tindak dalam dunia virtual. Menghargai perbedaan agama dan kepercayaan dalam bermedia sosial akan menghantarkan keharmonisan dalam kehidupan beragama. Tidak melontarkan konten penghinaan atau menyudutkan agama dan kepercayaan tertentu membuat kehidupan beragama menjadi tentram dan damai.
Nila-nilai kemanusiaan, memahami dan menghargai hak dan kewajiban setiap orang dalam berselancar di dunia maya adalah salah satu ciri netizen yang humanis. Tidak menyebarkan konten hoax dan provokasi karena hal tersebut merupakan tindakan yang tidak beradab.
Nilai-nilai persatuan, forum-forum dunia maya juga dapat dijadikan media untuk memperkuat semangat nasionalisme. Memprioritaskan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan golongan atau pribadi saat diskusi di forum-forum dunia maya. Selalu menjunjung tinggi bhinneka tunggal ika dalam setiap perbedaan di dalam forum online.
Nilai-nilai musyawarah dalam hikmat kebijaksanaan, berlaku santun terhadap setiap pandangan politik setiap orang dalam dunia maya. Ikut serta menjalankan setiap keputusan yang dihasilkan melalui diskusi online. Menyelesaikan setiap perdebatan di grup online dengan mengedepankan musyawarah.
Nilai-nilai keadilan sosial, setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mengakses informasi dan berkumpul dalam kelompok-kelompok dunia maya dengan tetap menghargai hak asasi manusia setiap orang. Akhirnya, dengan implementasi nilai-nilai pancasila yang konsisten, muatan positif dalam revolusi industry 4.0 akan dapat dioptimalkan bagi kemaslahatan bangsa. Sedangkan muatan negatifnya dapat direduksi agar tidak berdampak buruk terhadap ketahanan dan pembangunan nasioanal. Singkatnya, Pancasila adalah cahaya penuntun untuk mengenal kembali jati diri bangsa dan perekat untuk mempersatukan perbedaan. Inilah saatnya, generasi Z dan generasi Alpha bangun, dan ambil bagian dalam amanat membumikan Pancasila.
Perjalanan sejarah Pancasila sebagai Ideologi sering diterpa banyak sekali peristiwa. Tetapi lambat laun peristiwa-peristiwa yang telah dilalui dalam catatan sejarah bangsa Indonesia ditepis dengan mantap oleh Ideologi Pancasila dengan ditandainya Ideologi Pancasila tetap bertahan sebagai satu-satunya ideologi yang digunakan oleh Negara Indonesia. Memang sampai saat ini terbukti bahwa pancasila sudah berakar kokoh dilubuk hati sanubari bangsa Indonesia karena selalu bertahan dan menang dan perkembangan-perkembangan yang mengancamnya. Pancasila pernah diperdebatkan secara resmi untuk diganti dengan ideologi lain tetapi Pancasila tetap menang. Pernah juga dilawan dengan kekuatan bersenjata dan pemberontakan ternyata juga Pancasila menang sehinggah pernah disebut dengan azimat yang memiliki kesaktian.
Saat ini tantangan terhadap eksitensi Pancasila dan tentunya juga terhadap kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga terus bermunculan. Saat ini ada ideology lain yang coba dilawankan dengan Pancasila sementara perkembangan masyarakat dari generasi ke generasi membawa tantangannya sendiri. Seiring berjalannya waktu maka peradaban semakin berkembang, dimana teknologi maju kian pesat. Zaman dahulu mesin hanya digunakan untuk membantu manusia, namun pada zaman sekarang justru manusia menjadi tergantung kepada mesin. Bahkan kemajuan teknologi pada era digital, sudah berubah dibandingkan dahulu, manusia terhubung antara satu dengan lainnya. Setiap kejadian dan setiap aktivitas manusia selalu terkoneksi dengan dunia digital. Ada perubahan yang signifikan dari waktu ke waktu, peranan teknologi pun merubah karakter manusia.
Inilah yang kemudian menjadi tantangan baru bagi bangsa kita, dimana saat ini generasi kita sedang berhadapan dengan revolusi 4.0 yang didalamnya didominasi oleh generasi milenial yang akan segera disusul oleh generasi Z dan generasi Alpha yang tantagannya jauh lebih besar diantaranya adalah modernisasi, digitalisasi, industrialisasi, penggunaan teknologi dan internet yang akan menjadi basis dari kegiatan diberbagai sector, mulai dari sector social, budaya, pendidikan, ekonomi dan politik.
Revolusi industri 4.0 memberikan pengaruh baik positif maupun pengaruh negatif. Persoalannya adalah apakah generasi Z dan generasi Alpha Indonesia mampu mendapatkan dan memanfaat segala pengaruh positif dan membendung diri dari segala dampak negatif revolusi industri 4.0. Memang, salah satu dampak positif dari era 4.0 adalah kemudahan dalam mendapatkan akses teknologi dan informasi. Namun, akibat kemudahan itu juga terdapat dampak negatif seperti keterbukaan informasi yang berujung pada penyebaran hoax dan sara yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa hingga konten pornografi yang dapat merusak moralitas dan mental bangsa. Singkatnya, dampak dari revolusi industri 4.0 memberikan pengaruh yang menyentuh segala ranah, seperti gaya hidup bangsa Indonesia hingga pancasila sebagai ideologi Negara.
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Sejarah konsep ideologi dapat ditelusuri jauh sebelum istilah tersebut digunakan destutt de Tracy pada penghujung abad kedelapan belas. Tracy menyebut Ideologi sebagai science of ideas, yaitu sebuah program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional bagi masyarakat prancis, namun, napoleon mengecam istilah ideologi yang dianggapnya suatu khalayaln belaka, yang tidak mempunyai praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan ditemukan dalam kenyataan.Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita sedangkan logos berarti ilmu. Ideologi secara etimologis artinya ilmu tentang ide-ide (The Science Of Ideas) atau ajaran tentang pengertian dasar. Atau dalam pengertian lain, Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu. Ideologi berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandang ahidup mereka. Nilai-nilai yang terangkai atau menyatu menjadi satu sistem itu, sebagaimana halnya dengan nilai-nilai dasar Pancasila, biasanya bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah suatu masyarakat atau bangsa yang menciptakan ideologi itu.
Pancasila sebagai ideologi Negara adalah untuk memperlihatkan peran ideologi sebagai penuntun moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga ancaman-ancaman yang datang untuk negeri ini dapat dicegah dengan cepat. Sebab Pancasila merupakakan Ideologi yang terbuka bagi seluruh perkembangan zaman. Sehingga apapun yang terjadi dalam perkembangan zaman harus sesuai dengan kaedah-kaedah yang berlaku atas dasar Pancasila. Atau dengan kata lain Pancasila sebagai ideologi negara harus menjadi spirit bagi setiap nadi kehidupan masyarakat dan kegiatan yang konstitusional karena Pancasila dipandang sebagai media akulturasi dari bermacam-macam pemikiran mengenai agama, pendidikan, budaya, politik, social, dan bahkan ekonomi.
Perdebatan Paradigmatik Tentang Relevansi Ideologi Pancasila Bagi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Menghadapi perkembangan zaman dan perubahan tantangan, kemudian perilaku dari generasi ke generasi menimbulkan pertanyaan, apakah ideology masih diperlukan?, apakah ideology masih ada gunanya? Sebenarnya pertanyaan atau sikap skeptis terhadap ideology bukanlah hal yang baru. Pada tahun 1961 Daniel Bell telah menulis buku “The and of Ideology” yang mendalilkan bahwa sebenarnya ideology itu tidak ada gunanya lagi karena ideology apapun tidak ada yang bisa menepati janji. Tetapi meskipun buku Daniel Bell itu banyak didiskusika dalam wacana tentang sejarah social, nyatanya ideology masih sangat berperan. Masyarakat tentu masih belum lupa bahwa setelah buku Bell beredar luas masih terjadi perang ideology antara liberal-kapitalisme (Barat) dan komunisme (Timur) yang bertarung dalam perang dingin selama puluhan tahun. Perang dingin antara kapitalisme dan komunisme yang diwakili oleh dua Negara super power USA dan Uni Soviet, baru berakhir ketika pada tahun 1989 Uni Soviet runtuh dan bubar. Setelah runtuhnya Uni Soviet itu muncul dominasi kapitalisme dan pasar bebas sehingga Francois Fukuyama menulis buku “The End of Histori” yang mendalilkan bahwa dengan berakhirnya perang dingin antara USA dan uni Soviet maka satu-satunya ideology yang berkembang dan mengglobal dan mempengaruhi seluruh dunia adalah kapitalisme. Kapitalisme tidak akan tertandingi dan akan masuk keseluruh dunia dengan ide pasar bebas, sehingga tidak akan ada lagi perang ideology. Tetapi pada tahun 1997 Samuel P. Huntington menulis buku yang sangat luas didiskusikan yakni “The Clash of Civilizations” yang berbicara tentang perang peradaban. Menurut Huntington, berakhirnya perang dingin antara kapitalisme dan komunisme tidak lantas dunia menjadi tenang dari perang. Yang akan terjadi berikutnya adalah perang peradaban, perang antara Barat dan timur. Dari dunia Islam dari belahan timur dunia akan muncul radikalisme dan terorisme yang berhadapan dengan peradaban Barat. Bagaimana ideology Negara memainkan peran dalam menghadapi arah dan situasi baru masyarakat dunia tersebut?Kita harus yakin bahwa Pancasila sebagai ideology Negara akan tetap sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi yang mengancam perdamaian dan kemanusiaan. Pancasila sebagai ideiologi bukan bukan hanya berisi seperangkat nilai tentang ekonomi dan politik seperti banyak yang diperdebatkan tetapi juga merupakan pemberi arah jalan tengah atau prismatika untuk membangun kedamaian diantara manusia sekaligus mengikat kebersatuan kita sebagai bangsa. Dalam menghadapi berbagai situasi itu pancasila justeru semakin dibutuhkan karena ia merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya adiluhung yang dihayati selama berabad-abad.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia merupakan sebuah sistem nilai kebaikan universal yang bisa diterapkan dalam konteks apapun baik pada masa hari ini, besok, dan masa yang akan datang. Itu artinya Pancasila dengan basis filosofinya yang mendalam sebenarnya mampu untuk menjawab setiap problematika yang ada.
Terdapat dua syarat agar Pancasila dapat beroperasi secara optimal dalam masyarakat. Pertama, Pancasila harus terpahami dan terinternalisasi pada setiap individu. Kedua, mampu menggunakan Pancasila sebagai alat penyelesaian masalah. Pancasila sebagai nilai universal masih sangat relevan dengan generasi hari ini. Pancasila hanya perlu terinternalisasi dengan baik ke setiap generasi yang ada khususnya pada generasi Z dan generasi Alpha yang akan menjadi salah satu tokoh pergerakan kemajuan negara yang kita cintai ini.
Generasi Z Dan Alpha Di Era Industri 4.0
Seiring perjalanan waktu, arus informasi semakin mudah disebarkan. Begitu pula teknologi yang menghantarkan informasi kian cepat perkembangannya. Publik sebagai sasaran atau target penyediaan informasi tentu sangat diuntungkan dengan perkembangan teknologi komunikasi masa kini. Namun, di lain pihak tidak sedikit perusahaan media yang gencar melakukan penyediaan informasi sebagai bisnis menggiurkan yang akhirnya menciptakan apa yang disebut sebagai industri media. Akan tetapi kenyataan ini tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam mengolah informasi. Kemampuan literasi media yang buruk akan membawa dampak yang buruk terhadap informasi yang diperoleh terkait dengan kebenaran dari informasi tersebut.Perkembangan social masyarakat diseluruh dunia saat ini telah ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan generasi dari waktu ke waktu denagan watak dan kebutuhan yang berbeda. Jika dilacak dari perkembangan sejarah generasi dan kebutuhanya masing-masing, maka saat ini kita sedang didominasi oleh generasi milineal (Y) yang sudah mulai disusl oleh generasi Z dan selanjutnya generasi Alpha. Marilah kita identifikasi sekilas tentang perkembangan, watak, dan kebutuhan generasi-generasi tersebut.
1. Generasi Baby Boomer
Generasi Baby Boomer adalah generasi yang lahir pasca perang dunia II, dengan rentang tahun lahir 1946 - 1964. Generasi ini lahir akibat tingginya angka kelahiran setelah perang dunia II. Generasi yang adaptif, mudah menerima dan menyesuaikan diri. Dianggap sebagai orang lama yang mempunyai pengalaman hidup. Generasi ini diramalkan sebagai generasi yang akan menggebrak dunia karena memiliki kemapanan dalam hal ekonomi hingga kesehatan dan gaya hidup pada usia produktif mereka. Generasi ini lahir dimana perekonomian sudah mulai ditata, ada istiadat dipegang teguh. Orang-orangnya cendrung kolot dan konservatif tetapi sangat matang dalam mengambil keputusan. Mereka cendrung feudal dan anti kritik dengan menganggap hidup untuk bekerja bukan kerja untuk hidup. Positifnya meraka loyal dan dedikatif.2. Generasi X
Generasi X adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1965 sampai dengan 1980 masehi. Generasi ini terlahir pada masa gejolak dan transisi global seperti era perang dingin antara blok barat yang dikomandoi Amerika Serikat dan blok timur yang dikomandoi Uni Soviet. Tahun-tahun ketika generasi ini lahir merupakan awal dari penggunaan PC (personal computer), video games, tv kabel, dan internet. Penyimpanan datanya pun menggunakan floopy disk atau disket. Generasi ini mulai inovatif untuk mempermudah kehidupan. Pandangannya adalah bekerja untuk hidup bukan hidup untuk bekerja sehingga ada keseimbangan antara pekerjaan, pribadi dan keluarga.3. Generasi Y (Generasi Milenial)
Generasi Y adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1981 sampai dengan 1997 masehi. Generasi ini disebut juga dengan sebutan generasi milenial, yang sudah mengenal teknologi seperti komputer, video games, dan smartphone. Ungkapan Generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook, line, instagram, whatsapp, dan twitter. Mereka juga suka main game online. Mereka mudah mendapat informs secara cepat. Pola pikir meraka penuh dengan ide yang visioner dan inovatif dengan semangat memeiliki pengetahuan luas dan penguasaan IPTEK. Mereka mau bertanya dan meminta kritik, kepuasanya adalah jika pekerjaannya dinilai bermanfaat. Dalam memilih pekerjaan mereka mencari keseimbangan antara pekerjaan dan gaya hidup. Jika pekerjaan tidak menunjang hidup, mereka lebih memilih keluar dari pekerjaannya.4. Generasi Z
Generasi Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010 masehi. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y, generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang. Beberapa diantaranya merupakan keturunan dari Generasi X dan Y. pola pikir meraka serba ingin instan, kehidupannya cendrung bergantung terhadap teknologi, memerlukan popularitas dari media social yang dipergunakan. Kebutuhan mereka pada umumnya sudah bisa dipenuhi dengan berbagai aplikasi pelayanan, mulai dari transportasi, makanan, pengiriman barang dan sebagainya. Mereka lebih suka bebas daripada terikat dengan prosedur-prosedur yang membelenggu.5. Generasi Alpha
Generasi Alpha adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 2010 sampai dengan sekarang. Generasi yang lahir sesudah Generasi Z. sekarang mereka sudah mulai hadir sebagai tunas-tunas bangsa. Mereka ini lahir pada saat semaikin berkembang pesat dan cepatnya teknologi informasi. Dalam usia yang masih dini, mereka sudah mengenal gadged, smartphone, dan berbagai kecanggihan teknologi. Orang tuan mereka juga sudah mulai sudah mulai ada pada masa-masa awal kecanggihan teknologi. Mereka sangat terpengaruh oleh cara berpikir terbuka, transformative dan inovatif. Kebutuhan mereka sudah semakin mudah dipenuhi oleh teknologi sehingga memulai mereka ada kecendrungan memenuhi kebutuhannya sendiri secara sangat instan tanpa bantuan dan basa basi dengan orang lain, termasuk dengan keluarganya sendiri.Membumikan Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Generasi Z dan Alpha
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai vitalnya kepada generasi milenial yang kemudian melahirkan generasi Z dan generasi Alpha. Kita harus bisa mencegah paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila agar tidak masuk kedalam generasi Z dan generasi Alpha sekarang. Tapi disayangkan di era globalisasi sekarang ini banyak nilai-nilai Pancasila yang sudah mulai luntur, apalagi kita sudah menerima serangan fashion, makanan, hedonism, pragmatism, culture dari budaya luar negeri yang masuk ke Indonesia.Tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945 Pancasila lahir, ini menjadi penanda bahwa Pancasila sudah berusia 75 tahun pada tahun sekarang. Rentan waktu yang begitu panjang dan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia yang signifikan menimbulkan beberapa pertanyaan baru di kalangan petinggi negara, akademisi, dan kita semua. Apakah Pancasila masih relevan dengan kondisi negara dewasa ini? Apakah Pancasila masih mampu menjawab setiap tantangan di era perkembangan teknologi, revolusi industri 4.0? Apakah Pancasila masih bisa menjadi bintang pemandu bagi rakyat Indonesia, khususnya generasi Z dan generasi Alpha?
Kondisi negara Indonesia sudah sangat jauh berubah dari semenjak awal kemerdekaan. Perkembangan dan perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari sebagai prasyarat untuk mencapai kemajuan dan tujuan kemerdekaan. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendatangkan manfaat sekaligus dampak buruk bagi masyarakat. Kemudahan, kecepatan, dan efektivitas merupakan gambaran umum dampak kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi yang tidak dikendalikan dan dikontrol akan menghasilkan masalah baru yang dapat menghambat atau merusak suatu negara. Generasi milenial yang kemudian melahirkan generasi Z dan generasi Alpha adalah generasi yang sangat familier dengan teknologi karena generasi ini lahir ke dunia di mana segala aspek fisik (manusia dan tempat) mempunyai ekuivalen digital. Generasi Z dan generasi Alpha menjadi penyokong utama peredaran informasi di dunia virtual. Pada waktu yang bersamaan juga ancaman bangsa terus terus berkembang di setiap bidang. Bidang ideologi (ancaman ekstremisme, paham radikal), bidang politik (permasalahan pemilu, pejabat negara yang terjerat korupsi), bidang ekonomi (kesenjangan yang masih tinggi), bidang sosial budaya (pengangguran, kekerasan dalam rumah tangga), bidang pertahanan dan keamanan (terorisme, konflik SARA, ilegal fishing). Revolusi industri 4.0 juga membawa disruption and bridging generations. Terdapat gap antar generasi dalam sebuah pola komunikasi sehingga terjadilah disrupsi atau perubahan mendasar terhadap suatu realitas.
Pancasila sejatinya bukanlah jargon kosong yang muncul ditengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia, namun ia merupakan Core Values inklusif yang di gali oleh para pendiri bangsa yang mencoba mempertemukan nilai-nilai ideal yang mampu mewujudkan cita-cita Bhinneka Tunggal Ika yang akan selalu sesuai dengan segala perubahan waktu termasuk era industri 4.0. Hal demikian karena pancasila adalah hasil konsensus dari Founding Fathers yang diwariskan kepada generasi penerus sebagai suatu dasar falsafah bangsa dan pandangan hidup negara yang begitu visoner dan tahan banting (durable). Suatu dasar falsafah yang memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat. Jika terpahami secara mendalam, diyakini secara teguh, dan diamalkan secara konsisten dapat mendekati perwujudan negara paripurna.
Oleh sebab itu upaya untuk membumikan Pancasila sebagai dasar Negara ke segenap lapisan masyarakat tanpa kecuali adalah suatu keharusan. Pemilihan kata “membumikan” disini menjadi kunci dan bermakna dua hal. Pertama, mendekatkan kembali Pancasila kepada masyarakat agar pancasila bukan merupakan suatu hal yang asing atau absurd untuk dipahami. Kedua, menginternalisasikan nilai-nilai luhur pancasila dengan mengoptimalkan segenap sumber daya nasional yang dimiliki. Artinya, internalisasi nilai-nilai Pancasila dapat mencegah, melindungi, dan menanggulangi generasi Z dan Alpha bangsa ini dari segala hal yang dapat menjerumuskan para pemuda kedalam jurang yang membinasakan bangsa. Internalisasi dari sila-sila pancasila dapat menjadi paradigma yang mengakar kuat dalam sehingga generasi Z dan Alpha bangsa Indonesia akan memiliki landasan filosofis dalam berperilaku baik secara individu maupun masyarakat.
Secara garis besar, proses pembumian pancasila dilakukan dengan tiga cara: (1) kognitif-saintifik, (2) ekspresif-estetik, dan (3) praktis-moral. Cara pertama merupakan amanat yang dilakukan oleh para intelektual negeri ini. Para intelektual sudah menghasilkan syarah, tafsir, dan komentar puluhan bahkan ratusan buku terhadap Pancasila. Cara kedua adalah amanat yang sudah dilaksanakan oleh para pendiri bangsa ini melalui laku mereka yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, begitu juga para seniman sudah menggubah lagu kebangsaan dengan basis semangat Pancasila. Tinggal cara kerja ketiga, inilah amanat untuk generasi milenial yang disusul dengan generasi Z dan generasi Alpha. Amanat untuk membumikan Pancasila sekarang di tangan para generasi milenial bisa dilakukan dengan berbagai cara. Gemerlap teknologi-informasi, juga perkembangan sosial media bisa dimanfaatkan oleh milenial. Milenial sebagai generasi yang suka dengan hal-hal baru, spontanitas, ide-ide keretif dan inovatif tentu mempunyai cara tersendiri untuk membumikan Pancasila. Melalui kerja-kerja Youtuber, Video, Vlog, dan akun media sosial, para milenial ini bisa memberikan sumbangsih besar dalam proses internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai dari dan kepada masyarakat umum. Jika pemerintah dan kalangan akademik, melakukan kerja-kerja formal, seperti sosialiasi empat pilar, seminar, workshop, bedah buku dan sejenisnya, maka kalangan milenial bisa melaksanakan amanat ini dengan cara-cara informal dan memenuhi media sosial dengan konten-konten edukasi sarat dengan nilai-nilai Pancasila.
Misalnya, Nilai-nilai ketuhanan, Indonesia adalah negara religius yang menjadikan nilai-nilai religiusitas sebagai sumber etika dan spiritualitas dalam bersikap tindak termasuk sikap tindak dalam dunia virtual. Menghargai perbedaan agama dan kepercayaan dalam bermedia sosial akan menghantarkan keharmonisan dalam kehidupan beragama. Tidak melontarkan konten penghinaan atau menyudutkan agama dan kepercayaan tertentu membuat kehidupan beragama menjadi tentram dan damai.
Nila-nilai kemanusiaan, memahami dan menghargai hak dan kewajiban setiap orang dalam berselancar di dunia maya adalah salah satu ciri netizen yang humanis. Tidak menyebarkan konten hoax dan provokasi karena hal tersebut merupakan tindakan yang tidak beradab.
Nilai-nilai persatuan, forum-forum dunia maya juga dapat dijadikan media untuk memperkuat semangat nasionalisme. Memprioritaskan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan golongan atau pribadi saat diskusi di forum-forum dunia maya. Selalu menjunjung tinggi bhinneka tunggal ika dalam setiap perbedaan di dalam forum online.
Nilai-nilai musyawarah dalam hikmat kebijaksanaan, berlaku santun terhadap setiap pandangan politik setiap orang dalam dunia maya. Ikut serta menjalankan setiap keputusan yang dihasilkan melalui diskusi online. Menyelesaikan setiap perdebatan di grup online dengan mengedepankan musyawarah.
Nilai-nilai keadilan sosial, setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mengakses informasi dan berkumpul dalam kelompok-kelompok dunia maya dengan tetap menghargai hak asasi manusia setiap orang. Akhirnya, dengan implementasi nilai-nilai pancasila yang konsisten, muatan positif dalam revolusi industry 4.0 akan dapat dioptimalkan bagi kemaslahatan bangsa. Sedangkan muatan negatifnya dapat direduksi agar tidak berdampak buruk terhadap ketahanan dan pembangunan nasioanal. Singkatnya, Pancasila adalah cahaya penuntun untuk mengenal kembali jati diri bangsa dan perekat untuk mempersatukan perbedaan. Inilah saatnya, generasi Z dan generasi Alpha bangun, dan ambil bagian dalam amanat membumikan Pancasila.
Penulis : Densi
KOMENTAR