Baca Juga :
Masih segar di ingatan kita, saat telepon genggam ramai digunakan orang untuk berkomunikasi dengan sanak saudara di daerah seberang. Perlu mengantre selama beberapa waktu di Wartel (Warung Telkom) untuk bisa menikmati layanan jasa tersebut. Karena memang terbatasnya teknologi sehingga hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmati layanan tersebut di rumah.
Namun kini keadaan sudah berubah drastis, fitur komunikasi tadi sudah sangat mudah dinikmati, bahkan dimana saja dan kapan saja tanpa perlu mengantre. Kehadiran internet bahkan semakin memudahkan kehidupan, hampir seluruh lini kehidupan mulai terisi dengan hal-hal yang baru. Perkembangan teknologi telah merubah wajah dunia, mendekatkan yang dekat dan mendisrupsi yang lama.
Hal yang sama juga terjadi kepada Industri. Revolusi Industri 4.0 yang kini semakin sering diperbincangkan, tentu berawal dari sebuah kesederhanaan. Saat ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1776, industri mulai bergairah dan mengalami revolusi besar-besaran yang dikenal sebagai revolusi industri 1.0. Sektor industri semakin berkembang, penemuan demi penemuan mulai merubah wajah dunia. Penemuan tenaga listrik pada awal abad ke-20 menjadi titik awal dimulainya revolusi industri 2.0. Revolusi ini berlanjut hingga ditemukannya komputer yang menjadi pemicu lahirnya revolusi industri 3.0. Hingga kini, dunia sedang menyambut revolusi keempat yang penuh akan inovasi dan automatisasi.
Saat ini, seluruh dunia tak terkecuali Indonesia sedang menghadapi era 4IR (Fourth Industry Revolution) yang menuntut kompetensi dalam persaingan yang sengit. Munculnya platform seperti Go-Jek dan Grab kiranya sudah cukup menjadi bukti bahwa dunia saat ini sedang bertransformasi kearah yang tidak kita duga sebelumnya. Kalau kata Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya #MO, beliau menyebutnya zaman Mobilitization and Orchestration.
Setidaknya ada 8 hal baru yang hadir bersamaan dengan kemunculan era 4IR ini. Mulai dari Internet of Things (IOT), Artificial Intellegence (AI), Big Data, Augmented Reality (AR), Cyber Security, Additive Manufacturing (AM), Integrated System, dan Cloud Computing. Semua unsur tersebut merupakan lini-lini baru yang perlu dikuasai dan dikembangkan agar kita tidak tergilas oleh perkembangan zaman.
Lebih jauh, 4IR, seperti pendahulunya tentu saja memiliki banyak keuntungan dalam penerapannya. Mulai dari semakin mudahnya mengakses informasi dan berkomunikasi, efisiensi dan efektifitas produksi, peningkatan pendapatan nasional, standar hidup yang lebih tinggi, stabilitas ekonomi, peningkatan neraca pembayaran, peningkatan peluang kerja, hingga spesialisasi pekerja yang lebih besar. Hal tersebut tentu akan membawa sektor industri menuju era mass consumption yang efektif dan efisien.
Namun, layaknya pedang bermata dua, 4IR juga menyimpan ancaman yang nyata khususnya bagi negara yang tidak siap mengimplementasikan konsep tersebut.
Lantas bagaimana persiapan Indonesia?
Menjawab pertanyaan tersebut, Airlangga Hartanto selaku menteri Perindustrian mengatakan bahwa Indonesia dapat menjadi sepuluh besar kekuatan ekonomi global pada tahun 2030 dengan implementasi Industri 4.0.
Indonesia Industri 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) yang dirilis Kementerian Perindustrian juga menilai Indonesia sudah cukup siap menerapkan industry 4.0. Ini terlihat dari rata-rata indeks kesiapan industri yang ada di level 2,14 (kesiapan sedang).
Hal ini juga didukung oleh Indeks Daya Saing Global yang dirilis World Economic Forum (WEF) pada tahun 2018, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-45 dari 140 negara dalam hal kesiapan menghadapi era Revolusi Industri 4.0.
Lebih jauh, dari segi populasi, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi selama periode tahun 2020-2030. Itu artinya, Indonesia akan didominasi oleh 70 % penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang siap bekerja. Selain itu, data dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 171,17 juta penduduk yang aktif sebagai pengguna internet atau sekitar 64,8%. Modal ini sangat diperlukan dalam mengimplementasikan konsep 4IR yang notabene serba terkoneksi tersebut.
Tidak ada alasan lain dalam percepatan kesiapan mengimplementasikan 4IR tersebut selain pencapain kemandirian dan kemajuan ekonomi. Cita-cita Indonesia untuk menjadi negara sepuluh besar kekuatan ekonomi dunia tentu diawali dengan persiapan yang matang dalam menghadapi 4IR. Dan salah satu sektor yang sangat penting dalam menyonsong cita-cita tersebut adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
UMKM dan Urgensi Pengembangannya
UMKM sejatinya adalah penyelamat perekonomian Indonesia. Berkaca pada tahun 1998, saat krisis moneter melanda Indonesia. Hanya sektor UMKM yang mampu bertahan dan tetap memberikan sumbangsih yang nyata bagi perekonomian di tengah peliknya iklim ekonomi. UMKM sangat perlu dikembangkan demi kemantapan Indonesia menghadapi 4IR. Setidaknya ada tujuh alasan utama kenapa UMKM sangat perlu diprioritaskan, antara lain:
1. UMKM Sebagai Roda Penggerak Ekonomi
UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) sudah lama memainkan peranan penting dalam menggerakan perekonomian Indonesia. Keberadaanya bagaikan jantung aktivitas ekonomi di negeri ini. Setiap hari kita tidak pernah terlepas dari yang namanya UMKM. Mulai dari sekedar mengisi lambung ketika lapar, hingga membeli pakaian untuk melengkapi hari. Hasil produk UMKM akan selalu kita cari dan kita andalkan.
Data BPS pada tahun 2020 menunjukkkan bahwa UMKM berkontribusi sebesar 60,3 % dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih jauh, UMKM juga menyerap 97 % dari total tenaga kerja dan 99 % dari total lapangan kerja. Dan pada tahun 2018, jumlah UMKM tercatat sebanyak 64,2 juta unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin baiknya iklim perekonomian.
ADMIT UMKM merupakan sebuah konsep yang kiranya dapat dijadikan acuan dalam pengembangan UMKM kedepannya. ADMIT yang terdiri dari Adaptive, Digital, Marketing, Inovative, dan Technology Oriented merupakan unsur-unsur yang sangat diperlukan oleh UMKM agar siap menghadapi 4IR. Kelima unsur ini yang kiranya masih belum teroptimalkan dengan baik sehingga program yang memfokuskan pengembangan UMKM terhadapnya sangat diperlukan. Berikut diuraikan lebih jauh terkait kelima unsur tersebut, antara lain:
1. Adaptive
"Perubahan pasti akan terjadi, yang konstan itu adalah perubahan. Jika kita tidak melakukan perubahan kita akan punah. Di dalam kehidupan kita semua mengalami perubahan secara gradual ataupun transitional. Untuk UMKM, hal itu harus menjadi agenda prioritas untuk diselesaikan,” kira-kira seperti itulah ucap Sandiaga Uno dalam suatu seminar nasional yang bertajuk Inovasi Media Kreatif dan Strategi UMKM Menuju Industri 5.0.
Dapat kita pahami bahwa bukanlah yang paling kuat atau yang paling pintar yang akan bertahan di era 4IR, tapi yang paling bisa beradaptasi.
UMKM dituntut untuk memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik. Mulai belajar hal baru yang dulunya belum pernah terpikirkan. Saat dulu belum dikenal yang namanya social media dan endorsement kini UMKM kiranya wajib untuk menerapkannya. Begitu juga dengan sistem pembayaran melalui QRIS yang notabene merupakan hal yang benar-benar baru bagi sebagian besar pelaku UMKM. Dan masih banyak lagi inovasi-inovasi teknologi yang menuntut UMKM terus beradaptasi.
2. Digital
Digital layaknya nyawa dari 4IR itu sendiri. Di zaman yang serba terkoneksi ini, UMKM yang belum menerapkan konsep-konsep digital maka akan terputus dari akses pasar yang maha luas. Sekarang kita mengenal e-commerce dan marketplace yang sejatinya adalah panggung untuk para pelaku UMKM memperkenalkan produknya kepada konsumen ramai (Crowd Consument).
Setidaknya ada 4 manfaat teknologi digital bagi UMKM, mulai dari potensi kenaikan penjualan hingga 80 %, potensi membuka kesempatan kerja 1,5 lebih besar, potensi produk 17 kali lebih inovatif, hingga askes pasar internasional.
3. Marketing
Marketing berbeda dengan sales. Jika sales adalah kegiatan yang fokus kepada penjualan (target penjualan) maka marketing adalah kegiatan yang merencanakan produk yang dibutuhkan konsumen dan memastikan produk tersebut terjual dengan baik. Hal ini membuat ilmu marketing adalah ilmu wajib yang dimiliki oleh UMKM. Karena sejatinya bisnis tidak hanya berkutat seputar kegiatan menjual tapi juga memastikan bisnis tersebut berkelanjutan dengan penciptaan pasar yang jelas.
4. Inovative
Inovatif adalah unsur terpenting yang harus dimiliki oleh para pelaku UMKM di era 4IR ini. Inovasi selalu diawali dengan kreativitas dan kreativitas selalu diawali dengan update informasi dan wawasan baru. Sehingga untuk menghasilkan inovasi yang solutif dan diterima pasar, para pelaku UMKM perlu banyak belajar hal-hal baru. Membaca buku yang berkaitan dengan bisnis, mengikuti akun pakar-pakar bisnis di media sosial, hingga memonitor kondisi target market dapat memunculkan inspirasi bagi para pelaku UMKM.
5. Technology Oriented
Unsur terarkhir yang perlu ada dan dikembangkan oleh UMKM adalah pengetahuan akan teknologi. Berbagai instrument teknologi mulai dari smartphone, komputer, software, alat pembayaran e-money, mesin produksi dan masih banyak lagi, sudah sangat familiar di sekitar kita. Terutama bagi para generasi milenial yang butuh aktualisasi diri dalam setiap aktivitas konsumsinya, maka penguasaan akan teknologi yang berkembang sangat diperlukan oleh para pelaku UMKM agar bisa bertahan. Di masa depan, UMKM yang masih berjalan secara konvensional alias tidak tersentuh teknologi akan diabaikan karena trend konsumsi terus berubah dan tuntutan konsumen akan produk yang berkualitas semakin tinggi.
Itulah kelima unsur yang sangat diperlukan oleh UMKM agar bisa survive di era 4IR dan menjadi wajah baru yang siap menyonsong kemandirian dan kemajuan ekonomi. Karena keberadaan UMKM lah Indonesia masih bisa berdiri dan menjadi suatu negara yang berdaulat secara ekonomi. Sehingga maju atau tidaknya UMKM adalah prioritas yang perlu dikawal bersama baik pemerintah maupun swasta.
Sudah saatnya UMKM Indonesia Go Internasional dan menjadi pilar-pilar yang membantu inisaiatif “Making Indonesia 4.0” terlaksana dengan baik. Sudah saatnya UMKM berinovasi dan bertranformasi menyonsong kemandirian dan kemajuan ekonomi bangsa.
Namun kini keadaan sudah berubah drastis, fitur komunikasi tadi sudah sangat mudah dinikmati, bahkan dimana saja dan kapan saja tanpa perlu mengantre. Kehadiran internet bahkan semakin memudahkan kehidupan, hampir seluruh lini kehidupan mulai terisi dengan hal-hal yang baru. Perkembangan teknologi telah merubah wajah dunia, mendekatkan yang dekat dan mendisrupsi yang lama.
Photo by Yourphototrips via pexels.com |
Hal yang sama juga terjadi kepada Industri. Revolusi Industri 4.0 yang kini semakin sering diperbincangkan, tentu berawal dari sebuah kesederhanaan. Saat ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1776, industri mulai bergairah dan mengalami revolusi besar-besaran yang dikenal sebagai revolusi industri 1.0. Sektor industri semakin berkembang, penemuan demi penemuan mulai merubah wajah dunia. Penemuan tenaga listrik pada awal abad ke-20 menjadi titik awal dimulainya revolusi industri 2.0. Revolusi ini berlanjut hingga ditemukannya komputer yang menjadi pemicu lahirnya revolusi industri 3.0. Hingga kini, dunia sedang menyambut revolusi keempat yang penuh akan inovasi dan automatisasi.
Ilustrasi Perkembangan Industri (Dok. Pribadi) Era 4IR (Fourth Industry Revolution) |
Saat ini, seluruh dunia tak terkecuali Indonesia sedang menghadapi era 4IR (Fourth Industry Revolution) yang menuntut kompetensi dalam persaingan yang sengit. Munculnya platform seperti Go-Jek dan Grab kiranya sudah cukup menjadi bukti bahwa dunia saat ini sedang bertransformasi kearah yang tidak kita duga sebelumnya. Kalau kata Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya #MO, beliau menyebutnya zaman Mobilitization and Orchestration.
Setidaknya ada 8 hal baru yang hadir bersamaan dengan kemunculan era 4IR ini. Mulai dari Internet of Things (IOT), Artificial Intellegence (AI), Big Data, Augmented Reality (AR), Cyber Security, Additive Manufacturing (AM), Integrated System, dan Cloud Computing. Semua unsur tersebut merupakan lini-lini baru yang perlu dikuasai dan dikembangkan agar kita tidak tergilas oleh perkembangan zaman.
Unsur-unsur 4IR (Dok. Pribadi) |
Keuntungan menerapkan 4IR (Dok. Pribadi) |
Namun, layaknya pedang bermata dua, 4IR juga menyimpan ancaman yang nyata khususnya bagi negara yang tidak siap mengimplementasikan konsep tersebut.
Lantas bagaimana persiapan Indonesia?
Menjawab pertanyaan tersebut, Airlangga Hartanto selaku menteri Perindustrian mengatakan bahwa Indonesia dapat menjadi sepuluh besar kekuatan ekonomi global pada tahun 2030 dengan implementasi Industri 4.0.
Indonesia Industri 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) yang dirilis Kementerian Perindustrian juga menilai Indonesia sudah cukup siap menerapkan industry 4.0. Ini terlihat dari rata-rata indeks kesiapan industri yang ada di level 2,14 (kesiapan sedang).
Hal ini juga didukung oleh Indeks Daya Saing Global yang dirilis World Economic Forum (WEF) pada tahun 2018, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-45 dari 140 negara dalam hal kesiapan menghadapi era Revolusi Industri 4.0.
Grafik Indeks Daya Saing Global (Diolah dari World Economic Forum) |
Lebih jauh, dari segi populasi, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi selama periode tahun 2020-2030. Itu artinya, Indonesia akan didominasi oleh 70 % penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang siap bekerja. Selain itu, data dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 171,17 juta penduduk yang aktif sebagai pengguna internet atau sekitar 64,8%. Modal ini sangat diperlukan dalam mengimplementasikan konsep 4IR yang notabene serba terkoneksi tersebut.
Tidak ada alasan lain dalam percepatan kesiapan mengimplementasikan 4IR tersebut selain pencapain kemandirian dan kemajuan ekonomi. Cita-cita Indonesia untuk menjadi negara sepuluh besar kekuatan ekonomi dunia tentu diawali dengan persiapan yang matang dalam menghadapi 4IR. Dan salah satu sektor yang sangat penting dalam menyonsong cita-cita tersebut adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
UMKM dan Urgensi Pengembangannya
UMKM sejatinya adalah penyelamat perekonomian Indonesia. Berkaca pada tahun 1998, saat krisis moneter melanda Indonesia. Hanya sektor UMKM yang mampu bertahan dan tetap memberikan sumbangsih yang nyata bagi perekonomian di tengah peliknya iklim ekonomi. UMKM sangat perlu dikembangkan demi kemantapan Indonesia menghadapi 4IR. Setidaknya ada tujuh alasan utama kenapa UMKM sangat perlu diprioritaskan, antara lain:
1. UMKM Sebagai Roda Penggerak Ekonomi
UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) sudah lama memainkan peranan penting dalam menggerakan perekonomian Indonesia. Keberadaanya bagaikan jantung aktivitas ekonomi di negeri ini. Setiap hari kita tidak pernah terlepas dari yang namanya UMKM. Mulai dari sekedar mengisi lambung ketika lapar, hingga membeli pakaian untuk melengkapi hari. Hasil produk UMKM akan selalu kita cari dan kita andalkan.
Data BPS pada tahun 2020 menunjukkkan bahwa UMKM berkontribusi sebesar 60,3 % dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih jauh, UMKM juga menyerap 97 % dari total tenaga kerja dan 99 % dari total lapangan kerja. Dan pada tahun 2018, jumlah UMKM tercatat sebanyak 64,2 juta unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin baiknya iklim perekonomian.
Ilustrasi Kontribusi UMKM Terhadap Indonesia (Diolah dari katadata.co.id) |
2. Proyeksi daerah perkotaan akan menjadi penyumbang PDB terbesar meningkat dari yang sebelumnya hanya 53 % populasi di daerah perkotaan yang memproduksi 74 %
Pada tahun 2030, 71 % populasi di daerah perkotaan akan menghasilkan 86 % PDB. Persentase ini meningkat dari yang sebelumnya hanya 53 % populasi di daerah perkotaan yang memproduksi 74 % PDB. Perlu diketahui bahwa sebagian besar UMKM menjalankan bisnisnya di daerah perkotaan, sehingga peningkatan persentase PDB yang dihasilkan oleh perkotaan tentu sejalan dengan perkembangan jumlah dan kualitas UMKM di perkotaan pula.
3. Fokus utama sektor manufaktur dalam inisiatif “Making Indonesia 4.0”
Dari lima sektor yang diprioritaskan pemerintah, sektor makanan dan minuman adalah sektor yang menempati peringkat pertama. Sektor makanan dan minuman merupakan jenis bisnis yang paling banyak dilakukan oleh pelaku UMKM. Sehingga, membangun industri makanan dan minuman di Indonesia juga merupakan bagian dari pengembangan UMKM pula. Lebih jauh, alasan yang paling utama menjadikan sektor ini sebagai prioritas adalah kontribusinya yang tinggi terhadap PDB. Pada tahun 2016 lalu, sektor ini menyumbang hingga 29 % dari PDB manufaktur, 24 % ekspor manufaktur, dan menyerap 33 % tenaga kerja sektor manufaktur. Potensi perkembangannya semakin terbuka lebar dengan didukung oleh sumber daya pertanian yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar.
4. Prioritas nasional dalam inisiatif “Making Indonesia 4.0”
Seperti yang kita ketahui, hampir 70 % tenaga kerja Indonesia bekerja untuk UMKM. Pemerintah sangat berkomitmen dalam mendukung pelaku usaha UMKM dengan membangun platform e-commerce, peningkatan skill, dan pembangunan sentra-sentra teknologi (technology bank) dalam rangka meningkatkan akses UMKM terhadap akusisi teknologi.
5. Belum berbasiskan teknologi
Sebagian besar pelaku UMKM masih belum memanfaatkan teknologi dengan baik. Bisnis-bisnis yang berada di lingkugan UMKM masih belum berorientasi teknologi sehingga kualitas produk dan jasanya masih kalah jauh dengan produk dan jasa luar negeri. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM dari total 64,19 juta pelaku UMKM di Indonesia, baru 13 % yang terhubung dengan e-commerce. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM Indonesia masih berjalan secara konvensional, sehingga sangat sulit beradaptasi jika nantinya era 4IR sudah benar-benar diterapkan di Indonesia.
6. Permodalan yang lemah
Modal tentunya merupakan masalah klasik yang akan selalu ada dalam bisnis apapun tak terkecuali UMKM. Akses akan modal masih sulit didapatkan oleh para pelaku UMKM sehingga rencana untuk menaikkan kapasitas produksi atau penerapan ide bisnis baru sulit dicapai.
7. Kurangnya inovasi
Urgensi terakhir yang juga menjadi perhatian serius adalah kurangnya budaya inovasi di lingkungan UMKM. Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya produk UMKM yang mampu menembus pasar internasional yang notabene menuntut produk yang inovatif dan solutif. Apalagi jika dikaitkan dengan harga jual dan kualitas produk, jelas saja produk UMKM kita akan tertinggal jauh dari negara tetangga.
ADMIT UMKM Sebagai Wajah Baru UMKM Indonesia
Pada tahun 2030, 71 % populasi di daerah perkotaan akan menghasilkan 86 % PDB. Persentase ini meningkat dari yang sebelumnya hanya 53 % populasi di daerah perkotaan yang memproduksi 74 % PDB. Perlu diketahui bahwa sebagian besar UMKM menjalankan bisnisnya di daerah perkotaan, sehingga peningkatan persentase PDB yang dihasilkan oleh perkotaan tentu sejalan dengan perkembangan jumlah dan kualitas UMKM di perkotaan pula.
3. Fokus utama sektor manufaktur dalam inisiatif “Making Indonesia 4.0”
Dari lima sektor yang diprioritaskan pemerintah, sektor makanan dan minuman adalah sektor yang menempati peringkat pertama. Sektor makanan dan minuman merupakan jenis bisnis yang paling banyak dilakukan oleh pelaku UMKM. Sehingga, membangun industri makanan dan minuman di Indonesia juga merupakan bagian dari pengembangan UMKM pula. Lebih jauh, alasan yang paling utama menjadikan sektor ini sebagai prioritas adalah kontribusinya yang tinggi terhadap PDB. Pada tahun 2016 lalu, sektor ini menyumbang hingga 29 % dari PDB manufaktur, 24 % ekspor manufaktur, dan menyerap 33 % tenaga kerja sektor manufaktur. Potensi perkembangannya semakin terbuka lebar dengan didukung oleh sumber daya pertanian yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar.
4. Prioritas nasional dalam inisiatif “Making Indonesia 4.0”
Seperti yang kita ketahui, hampir 70 % tenaga kerja Indonesia bekerja untuk UMKM. Pemerintah sangat berkomitmen dalam mendukung pelaku usaha UMKM dengan membangun platform e-commerce, peningkatan skill, dan pembangunan sentra-sentra teknologi (technology bank) dalam rangka meningkatkan akses UMKM terhadap akusisi teknologi.
5. Belum berbasiskan teknologi
Sebagian besar pelaku UMKM masih belum memanfaatkan teknologi dengan baik. Bisnis-bisnis yang berada di lingkugan UMKM masih belum berorientasi teknologi sehingga kualitas produk dan jasanya masih kalah jauh dengan produk dan jasa luar negeri. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM dari total 64,19 juta pelaku UMKM di Indonesia, baru 13 % yang terhubung dengan e-commerce. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM Indonesia masih berjalan secara konvensional, sehingga sangat sulit beradaptasi jika nantinya era 4IR sudah benar-benar diterapkan di Indonesia.
6. Permodalan yang lemah
Modal tentunya merupakan masalah klasik yang akan selalu ada dalam bisnis apapun tak terkecuali UMKM. Akses akan modal masih sulit didapatkan oleh para pelaku UMKM sehingga rencana untuk menaikkan kapasitas produksi atau penerapan ide bisnis baru sulit dicapai.
7. Kurangnya inovasi
Urgensi terakhir yang juga menjadi perhatian serius adalah kurangnya budaya inovasi di lingkungan UMKM. Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya produk UMKM yang mampu menembus pasar internasional yang notabene menuntut produk yang inovatif dan solutif. Apalagi jika dikaitkan dengan harga jual dan kualitas produk, jelas saja produk UMKM kita akan tertinggal jauh dari negara tetangga.
ADMIT UMKM Sebagai Wajah Baru UMKM Indonesia
ADMIT (Adaptive, Digital, Marketing, Inovative and Technology Oriented) UMKM. (Dok Pribadi) |
ADMIT UMKM merupakan sebuah konsep yang kiranya dapat dijadikan acuan dalam pengembangan UMKM kedepannya. ADMIT yang terdiri dari Adaptive, Digital, Marketing, Inovative, dan Technology Oriented merupakan unsur-unsur yang sangat diperlukan oleh UMKM agar siap menghadapi 4IR. Kelima unsur ini yang kiranya masih belum teroptimalkan dengan baik sehingga program yang memfokuskan pengembangan UMKM terhadapnya sangat diperlukan. Berikut diuraikan lebih jauh terkait kelima unsur tersebut, antara lain:
1. Adaptive
"Perubahan pasti akan terjadi, yang konstan itu adalah perubahan. Jika kita tidak melakukan perubahan kita akan punah. Di dalam kehidupan kita semua mengalami perubahan secara gradual ataupun transitional. Untuk UMKM, hal itu harus menjadi agenda prioritas untuk diselesaikan,” kira-kira seperti itulah ucap Sandiaga Uno dalam suatu seminar nasional yang bertajuk Inovasi Media Kreatif dan Strategi UMKM Menuju Industri 5.0.
Dapat kita pahami bahwa bukanlah yang paling kuat atau yang paling pintar yang akan bertahan di era 4IR, tapi yang paling bisa beradaptasi.
UMKM dituntut untuk memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik. Mulai belajar hal baru yang dulunya belum pernah terpikirkan. Saat dulu belum dikenal yang namanya social media dan endorsement kini UMKM kiranya wajib untuk menerapkannya. Begitu juga dengan sistem pembayaran melalui QRIS yang notabene merupakan hal yang benar-benar baru bagi sebagian besar pelaku UMKM. Dan masih banyak lagi inovasi-inovasi teknologi yang menuntut UMKM terus beradaptasi.
2. Digital
Digital layaknya nyawa dari 4IR itu sendiri. Di zaman yang serba terkoneksi ini, UMKM yang belum menerapkan konsep-konsep digital maka akan terputus dari akses pasar yang maha luas. Sekarang kita mengenal e-commerce dan marketplace yang sejatinya adalah panggung untuk para pelaku UMKM memperkenalkan produknya kepada konsumen ramai (Crowd Consument).
Setidaknya ada 4 manfaat teknologi digital bagi UMKM, mulai dari potensi kenaikan penjualan hingga 80 %, potensi membuka kesempatan kerja 1,5 lebih besar, potensi produk 17 kali lebih inovatif, hingga askes pasar internasional.
3. Marketing
Marketing berbeda dengan sales. Jika sales adalah kegiatan yang fokus kepada penjualan (target penjualan) maka marketing adalah kegiatan yang merencanakan produk yang dibutuhkan konsumen dan memastikan produk tersebut terjual dengan baik. Hal ini membuat ilmu marketing adalah ilmu wajib yang dimiliki oleh UMKM. Karena sejatinya bisnis tidak hanya berkutat seputar kegiatan menjual tapi juga memastikan bisnis tersebut berkelanjutan dengan penciptaan pasar yang jelas.
4. Inovative
Inovatif adalah unsur terpenting yang harus dimiliki oleh para pelaku UMKM di era 4IR ini. Inovasi selalu diawali dengan kreativitas dan kreativitas selalu diawali dengan update informasi dan wawasan baru. Sehingga untuk menghasilkan inovasi yang solutif dan diterima pasar, para pelaku UMKM perlu banyak belajar hal-hal baru. Membaca buku yang berkaitan dengan bisnis, mengikuti akun pakar-pakar bisnis di media sosial, hingga memonitor kondisi target market dapat memunculkan inspirasi bagi para pelaku UMKM.
5. Technology Oriented
Unsur terarkhir yang perlu ada dan dikembangkan oleh UMKM adalah pengetahuan akan teknologi. Berbagai instrument teknologi mulai dari smartphone, komputer, software, alat pembayaran e-money, mesin produksi dan masih banyak lagi, sudah sangat familiar di sekitar kita. Terutama bagi para generasi milenial yang butuh aktualisasi diri dalam setiap aktivitas konsumsinya, maka penguasaan akan teknologi yang berkembang sangat diperlukan oleh para pelaku UMKM agar bisa bertahan. Di masa depan, UMKM yang masih berjalan secara konvensional alias tidak tersentuh teknologi akan diabaikan karena trend konsumsi terus berubah dan tuntutan konsumen akan produk yang berkualitas semakin tinggi.
Itulah kelima unsur yang sangat diperlukan oleh UMKM agar bisa survive di era 4IR dan menjadi wajah baru yang siap menyonsong kemandirian dan kemajuan ekonomi. Karena keberadaan UMKM lah Indonesia masih bisa berdiri dan menjadi suatu negara yang berdaulat secara ekonomi. Sehingga maju atau tidaknya UMKM adalah prioritas yang perlu dikawal bersama baik pemerintah maupun swasta.
Sudah saatnya UMKM Indonesia Go Internasional dan menjadi pilar-pilar yang membantu inisaiatif “Making Indonesia 4.0” terlaksana dengan baik. Sudah saatnya UMKM berinovasi dan bertranformasi menyonsong kemandirian dan kemajuan ekonomi bangsa.
Penulis : Heru Yulian
KOMENTAR