Baca Juga :
Kabupaten Banyuwangi adalah kabupaten yang berada paling ujung timur Pulau Jawa dan memiliki tempat pariwisata menarik yang sudah dikenal sejak dulu, baik dikalangan wisatawan domestik maupun mancanegara. Sebut saja keindahan Kawah Ijen, Pantai Plengkung dengan gulungan ombaknya sering dikunjungi wisatawan mancanegara untuk berselancar dan Pantai Sukamade yang terkenal sebagai tempat penangkaran penyu.
Selain tiga tempat wisata tersebut, sejatinya masih banyak tempat-tempat menarik yang layak untuk dikunjungi. Saya sebagai bagian dari masyarakat Banyuwangi tahu persis sebelum pemerintah daerah menciptakan inovasi dibidang pariwisata atau lebih tepatnya sekitar 10 tahun yang lalu, keindahan pesona alam di Banyuwangi tidak terlalu tampak dan diketahui oleh masyarakat luas. Bahkan, nama Kabupaten Banyuwangi hanyalah sebuah kota kecil dalam peta Indonesia. Saat saya sedang berada diluar kota lalu berkenalan dengan banyak orang, acapkali mendapat pertanyaan “Kamu tinggal di Banyuwangi, berarti bisa main santet?” atau “Jangan macam-macam, orang Banyuwangi punya ilmu sihir”.
Faktanya, Banyuwangi memiliki ragam budaya paling banyak jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Ada beberapa etnis yang mendominasi, antara lain suku Osing, Jawa, Mataraman, Madura, Bali, Mandar, Tionghoa dan Arab. Suku-suku tersebut hidup berdampingan rukun, damai dan mengedepankan sikap toleransi antar suku, agama, serta budaya.
Kami mempunyai keyakinan bahwa tidak selamanya Banyuwangi akan terus dikenal Kota Santet dan kental akan budaya berbau magis. Pada masanya akan terjadi perubahan besar sesuai dengan perkembangan jaman dibarengi kecanggihan tehnologi dan munculnya putra daerah berotak brilian akan mampu mengubah image Banyuwangi. Tentunya, dengan perubahan tersebut tidak mengganti atau menghilangkan kebudayaan tradisional asli Banyuwangi. Sebab, justru dengan beragam kebudayaan, adat istiadat, dan kondisi masyarakat akan mengangkat nama Banyuwangi menjadi sebuah surga yang menarik bagi wisatawan mancanegara.
Era globalisasi menuntut sebuah framework kelembagaan yang baik akan mampu mendorong sebuah demokrasi dan menampung aspirasi masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan. Oleh karena itu, kunci suksesnya pembangunan ada pada sebuah reformasi birokrasi yang produktif dan dapat dipercaya mengemban amanah pembangunan yang berkelanjutan.
Kepemimpinan Abdullah Azwar Anas dapat menjadi salah satu referensi dan lesson learned, bagaimana seorang pimpinan daerah mampu melakukan revolusi dalam birokrasi dan sukses mengantarkan pembangunan daerah menuju kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.
Selama dua kali periode memimpin (2010-2020), Azwar Anas mengubah image Banyuwangi menjadi lebih baik, dari yang sebelumnya dikenal dengan Kota Santet menjadi salah satu ikon penting pariwisata nasional dan internasional. Selain itu, Azwar Anas memiliki peran yang sangat besar untuk Banyuwangi dengan menciptakan sebuah perubahan besar dan melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan ekonomi yang berkualitas melalui kebijakan-kebijakan daerah yang inklusif dan inovatif.
Model kepemimpinan yang inklusif ini menjadi sangat penting karena pada sebagian besar contoh-contoh pembangunan, ekonomi kerakyatan tidak memiliki porsi yang besar dalam pengambilan kebijakan ekonomi dan hanya menjadi “jargon” diatas kertas.
Sejak tahun 2010, kegiatan pariwisata mulai menggeliat mengalami perubahan dan perkembangan yang signifikan. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menentukan beberapa inovasi sebagai strategi yang dianggap mampu memberikan stimulus untuk meningkatkan jumlah angka kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke Banyuwangi. Inovasi pariwisata ini merupakan upaya pemerintah yang bertujuan untuk mengenalkan Kabupaten Banyuwangi lebih luas lagi baik secara nasional maupun internasional dan peningkatan perekonomian masyarakat Banyuwangi yang berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Strategi pertama adalah menjadikan kota Banyuwangi sebagai sebuah produk yang sangat layak untuk dipasarkan, dengan menawarkan budaya dan kearifan lokal berpadu dengan pesona wisata alam yang dikemas dalam sebuah event Banyuwangi Festival. Strategi kedua, dengan menggerakkan semua elemen birokrasi untuk menjadi sales marketing pariwisata Banyuwangi. Dan strategi ketiga, dengan menembak jitu kalangan masyarakat seperti kaum perempuan, kalangan anak muda, dan kalangan pengguna internet aktif.
Tentu saja agar strategi-strategi tersebut berjalan mulus juga harus disertai dengan perbaikan infrastruktur, seperti perbaikan dan pelebaran jalan masuk ke Banyuwangi melalui Kabupaten Situbondo dan Jember, pembangunan Bandara Blimbingsari berkonsep hijau, dan Pelabuhan Penyeberangan ASDP serta sinergi bersama BUMN untuk membangun dermaga kapal pesiar di kawasan Pantai Boom.
Pada tahun 2012, untuk pertama kalinya Banyuwangi Festival digelar dengan konsep perpaduan budaya dan pesona alam Banyuwangi. Kegiatan pariwisata ini menjadi agenda rutin tahunan dan selalu mengusung tema serta keunikan yang berbeda dalam setiap penampilannya. Dari sekian banyak event yang digelar tersebut, ada beberapa event yang mendunia antara lain Banyuwangi International BMX, International Tour de Banyuwangi Ijen, Kebo-keboan Suku Osing, Festival Ngopi Sepuluh Ewu, Festival Gandrung Sewu, Festival Seblang, Banyuwangi Ethno Carnival dan Ijen Summer Jazz. Pengangkatan kebudayaan lokal dalam pagelaran festival diyakini mampu mendorong kepercayaan diri dan kemandirian rakyat serta mampu menjaga kelestarian budaya masyarakat.
Festival kebudayaan ini menjadi sebuah pertunjukan modern yang menarik bagi wisatawan, serta mampu mendorong perekonomian masyarakat secara umum. Pengelolaan kepariwisataan secara partisipatif mampu mendorong tanggung jawab sosial dan lingkungan masyarakat. Tidak hanya memberikan dampak multiplier ekonomi terhadap masyarakat tapi juga mendorong konservasi alam yang semakin baik.
Disisi lain, setelah serangkaian strategi dijalankan, sederet pesona wisata alam mulai dilirik dan jadi incaran wisatawan antara lain Pulau Merah, Pantai Mustika, Green Bay, Pantai Rajegwesi, Pantai Cemara, Pantai Boom Marina, Pantai Cacalan, Alas Purwo, De-Djawatan, Grand Watudodol, Bangsring Underwater, Pulau Tabuhan, Taman Nasional Baluran dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk wisata buatan didominasi dengan pemandian indoor dan waterpark.
Seiring dengan pesatnya bisnis pariwisata juga membawa angin segar bagi perkembangan dan pertumbuhan bisnis di Banyuwangi. Naiknya angka kunjungan wisatawan ditambah lagi dengan sikap open mind dan keramahan dari pihak birokrasi menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi kalangan pengusaha asli daerah maupun pengusaha dari luar untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnis di Banyuwangi.
Setiap wisatawan yang datang ke Banyuwangi, ibarat peribahasa “sekali kayuh dua tiga pulau terlampaui”, dengan kata lain jika mengunjungi tempat wisata pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar, mereka pasti membutuhkan tempat penginapan, wisata kuliner, membeli souvenir dan oleh-oleh. Pelaku bisnis menangkap keinginan dan kebutuhan wisatawan ini sebagai kesempatan untuk membuka usaha sekaligus lapangan pekerjaan baru. Dan seolah-olah berkata kepada para wisatawan “Tidak perlu khawatir, Banyuwangi menyediakan semua yang anda butuhkan”.
Maka bisa dilihat, hingga tahun 2020, bisnis perhotelan, kuliner, clothing, dan pusat penyedia oleh-oleh khas daerah tumbuh subur dan menjamur di Banyuwangi. Makin banyak hotel dan penginapan dari room rate dari kisaran ratusan ribu hingga jutaan rupiah per malamnya dengan lokasi sesuai pilihan para wisatawan. Ditambah lagi bisnis kuliner yang menawarkan menu makanan tradisional khas Banyuwangi seperti nasi tempong, pecel pithik, dan rujak soto tersebar dari wilayah kota hingga pelosok desa. Pun begitu dengan bisnis oleh-oleh yang menawarkan makanan khas Banyuwangi seperti kue bagiak atau sale pisang, souvenir berupa kerajinan tangan, batik dan clothing bertuliskan bahasa Osing. Belakangan, bisnis kopi asli perkebunan Banyuwangi juga jadi salah satu destinasi wisata kuliner yang paling dicari wisatawan domestik dan mancanegara.
Disamping itu, bagi kalangan pengusaha muda dan pemula dapat memanfaatkan perpaduan kecanggihan dunia digital dan ide-ide kreatif yang dapat dijadikan lapangan pekerjaan dengan keuntungan yang cukup besar. Mereka membuka bisnis travel agent yang dikelola secara online untuk mempromosikan ragam keindahan pariwisata Banyuwangi. Biasanya, agar wisatawan tertarik, pengelola travel agent membuat paket wisata all in one dengan harga terjangkau. Fasilitas all in one ini terdiri dari kesiapan armada, jumlah destinasi wisata yang dikunjungi, penginapan dan menu makanan pilihan.
Keberhasilan Azwar Anas, seorang putra daerah Banyuwangi, patut menjadi contoh untuk para pemimpin daerah lainnya di Indonesia. Dengan kapasitas otaknya yang sangat brilian dan penguasaan ilmu marketing, Azwar Anas melihat potensi budaya Banyuwangi adalah modal utama dan jika dikelola secara maksimal akan menjadi sesuatu yang sangat berharga. Bahkan, untuk mendukung program kerjanya, Azwar Anas mengajak masyarakat untuk bangga memakai seragam bernuansa baju adat lengkap dengan udeng (penutup kepala untuk pria) sebagai wujud melestarikan budaya Banyuwangi.
Tak hanya itu, Azwar Anas bisa menjadi tauladan bagi saya dan para pemuda pemudi daerah untuk bertranformasi menjadi generasi milenial cakap dan tangguh dengan menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Keberhasilan dalam cipta inovasi pariwisata ini menjadi prestasi yang sangat membanggakan dan membuat Kabupaten Banyuwangi meraih UNWTO Awards for Excellence and Innovation in Tourism untuk kategori Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola pada tahun 2016. Dan terulang kembali, pada tahun 2018, Kabupaten Banyuwangi menyabet penghargaan tertinggi bidang pariwisata tingkat Asia Tenggara, yaitu ASEAN Tourism Standart Awards, dengan kategori clean tourist city. Dengan dua penghargaan ini mampu menghapus Banyuwangi dari julukan “Kota Santet” menjadi “The Sunrise of Java”.
Berdasarkan poin-poin tersebut, kita bisa merasakan hasil kerja nyata seorang pimpinan daerah yang merangkul semua elemen birokrasi dan masyarakat untuk membuat Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu tempat destinasi wisata unggulan setelah Bali dan Lombok. Kerja nyata tersebut membawa dampak atau pengaruh yang luar biasa terutama pada perubahan pola hidup, cara berpikir dan peningkatan taraf hidup masyarakat Banyuwangi.
Destinasi pariwisata di Banyuwangi merupakan penggabungan antara budaya, kearifan lokal dan wisata alam yang sangat terjaga keasliannya. Oleh sebab itu, perlu adanya kesadaran dari semua pihak untuk saling menjaga kelestarian, agar memberi manfaat yang dapat dinikmati bersama dalam jangka waktu lama. “Ayo Ke Banyuwangi, Anda Pasti Kembali”.
Selain tiga tempat wisata tersebut, sejatinya masih banyak tempat-tempat menarik yang layak untuk dikunjungi. Saya sebagai bagian dari masyarakat Banyuwangi tahu persis sebelum pemerintah daerah menciptakan inovasi dibidang pariwisata atau lebih tepatnya sekitar 10 tahun yang lalu, keindahan pesona alam di Banyuwangi tidak terlalu tampak dan diketahui oleh masyarakat luas. Bahkan, nama Kabupaten Banyuwangi hanyalah sebuah kota kecil dalam peta Indonesia. Saat saya sedang berada diluar kota lalu berkenalan dengan banyak orang, acapkali mendapat pertanyaan “Kamu tinggal di Banyuwangi, berarti bisa main santet?” atau “Jangan macam-macam, orang Banyuwangi punya ilmu sihir”.
Faktanya, Banyuwangi memiliki ragam budaya paling banyak jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Ada beberapa etnis yang mendominasi, antara lain suku Osing, Jawa, Mataraman, Madura, Bali, Mandar, Tionghoa dan Arab. Suku-suku tersebut hidup berdampingan rukun, damai dan mengedepankan sikap toleransi antar suku, agama, serta budaya.
Kami mempunyai keyakinan bahwa tidak selamanya Banyuwangi akan terus dikenal Kota Santet dan kental akan budaya berbau magis. Pada masanya akan terjadi perubahan besar sesuai dengan perkembangan jaman dibarengi kecanggihan tehnologi dan munculnya putra daerah berotak brilian akan mampu mengubah image Banyuwangi. Tentunya, dengan perubahan tersebut tidak mengganti atau menghilangkan kebudayaan tradisional asli Banyuwangi. Sebab, justru dengan beragam kebudayaan, adat istiadat, dan kondisi masyarakat akan mengangkat nama Banyuwangi menjadi sebuah surga yang menarik bagi wisatawan mancanegara.
Era globalisasi menuntut sebuah framework kelembagaan yang baik akan mampu mendorong sebuah demokrasi dan menampung aspirasi masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan. Oleh karena itu, kunci suksesnya pembangunan ada pada sebuah reformasi birokrasi yang produktif dan dapat dipercaya mengemban amanah pembangunan yang berkelanjutan.
Kepemimpinan Abdullah Azwar Anas dapat menjadi salah satu referensi dan lesson learned, bagaimana seorang pimpinan daerah mampu melakukan revolusi dalam birokrasi dan sukses mengantarkan pembangunan daerah menuju kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.
Selama dua kali periode memimpin (2010-2020), Azwar Anas mengubah image Banyuwangi menjadi lebih baik, dari yang sebelumnya dikenal dengan Kota Santet menjadi salah satu ikon penting pariwisata nasional dan internasional. Selain itu, Azwar Anas memiliki peran yang sangat besar untuk Banyuwangi dengan menciptakan sebuah perubahan besar dan melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan ekonomi yang berkualitas melalui kebijakan-kebijakan daerah yang inklusif dan inovatif.
Model kepemimpinan yang inklusif ini menjadi sangat penting karena pada sebagian besar contoh-contoh pembangunan, ekonomi kerakyatan tidak memiliki porsi yang besar dalam pengambilan kebijakan ekonomi dan hanya menjadi “jargon” diatas kertas.
Sejak tahun 2010, kegiatan pariwisata mulai menggeliat mengalami perubahan dan perkembangan yang signifikan. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menentukan beberapa inovasi sebagai strategi yang dianggap mampu memberikan stimulus untuk meningkatkan jumlah angka kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke Banyuwangi. Inovasi pariwisata ini merupakan upaya pemerintah yang bertujuan untuk mengenalkan Kabupaten Banyuwangi lebih luas lagi baik secara nasional maupun internasional dan peningkatan perekonomian masyarakat Banyuwangi yang berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Strategi pertama adalah menjadikan kota Banyuwangi sebagai sebuah produk yang sangat layak untuk dipasarkan, dengan menawarkan budaya dan kearifan lokal berpadu dengan pesona wisata alam yang dikemas dalam sebuah event Banyuwangi Festival. Strategi kedua, dengan menggerakkan semua elemen birokrasi untuk menjadi sales marketing pariwisata Banyuwangi. Dan strategi ketiga, dengan menembak jitu kalangan masyarakat seperti kaum perempuan, kalangan anak muda, dan kalangan pengguna internet aktif.
Tentu saja agar strategi-strategi tersebut berjalan mulus juga harus disertai dengan perbaikan infrastruktur, seperti perbaikan dan pelebaran jalan masuk ke Banyuwangi melalui Kabupaten Situbondo dan Jember, pembangunan Bandara Blimbingsari berkonsep hijau, dan Pelabuhan Penyeberangan ASDP serta sinergi bersama BUMN untuk membangun dermaga kapal pesiar di kawasan Pantai Boom.
Pada tahun 2012, untuk pertama kalinya Banyuwangi Festival digelar dengan konsep perpaduan budaya dan pesona alam Banyuwangi. Kegiatan pariwisata ini menjadi agenda rutin tahunan dan selalu mengusung tema serta keunikan yang berbeda dalam setiap penampilannya. Dari sekian banyak event yang digelar tersebut, ada beberapa event yang mendunia antara lain Banyuwangi International BMX, International Tour de Banyuwangi Ijen, Kebo-keboan Suku Osing, Festival Ngopi Sepuluh Ewu, Festival Gandrung Sewu, Festival Seblang, Banyuwangi Ethno Carnival dan Ijen Summer Jazz. Pengangkatan kebudayaan lokal dalam pagelaran festival diyakini mampu mendorong kepercayaan diri dan kemandirian rakyat serta mampu menjaga kelestarian budaya masyarakat.
Festival kebudayaan ini menjadi sebuah pertunjukan modern yang menarik bagi wisatawan, serta mampu mendorong perekonomian masyarakat secara umum. Pengelolaan kepariwisataan secara partisipatif mampu mendorong tanggung jawab sosial dan lingkungan masyarakat. Tidak hanya memberikan dampak multiplier ekonomi terhadap masyarakat tapi juga mendorong konservasi alam yang semakin baik.
Disisi lain, setelah serangkaian strategi dijalankan, sederet pesona wisata alam mulai dilirik dan jadi incaran wisatawan antara lain Pulau Merah, Pantai Mustika, Green Bay, Pantai Rajegwesi, Pantai Cemara, Pantai Boom Marina, Pantai Cacalan, Alas Purwo, De-Djawatan, Grand Watudodol, Bangsring Underwater, Pulau Tabuhan, Taman Nasional Baluran dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk wisata buatan didominasi dengan pemandian indoor dan waterpark.
Seiring dengan pesatnya bisnis pariwisata juga membawa angin segar bagi perkembangan dan pertumbuhan bisnis di Banyuwangi. Naiknya angka kunjungan wisatawan ditambah lagi dengan sikap open mind dan keramahan dari pihak birokrasi menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi kalangan pengusaha asli daerah maupun pengusaha dari luar untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnis di Banyuwangi.
Setiap wisatawan yang datang ke Banyuwangi, ibarat peribahasa “sekali kayuh dua tiga pulau terlampaui”, dengan kata lain jika mengunjungi tempat wisata pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar, mereka pasti membutuhkan tempat penginapan, wisata kuliner, membeli souvenir dan oleh-oleh. Pelaku bisnis menangkap keinginan dan kebutuhan wisatawan ini sebagai kesempatan untuk membuka usaha sekaligus lapangan pekerjaan baru. Dan seolah-olah berkata kepada para wisatawan “Tidak perlu khawatir, Banyuwangi menyediakan semua yang anda butuhkan”.
Maka bisa dilihat, hingga tahun 2020, bisnis perhotelan, kuliner, clothing, dan pusat penyedia oleh-oleh khas daerah tumbuh subur dan menjamur di Banyuwangi. Makin banyak hotel dan penginapan dari room rate dari kisaran ratusan ribu hingga jutaan rupiah per malamnya dengan lokasi sesuai pilihan para wisatawan. Ditambah lagi bisnis kuliner yang menawarkan menu makanan tradisional khas Banyuwangi seperti nasi tempong, pecel pithik, dan rujak soto tersebar dari wilayah kota hingga pelosok desa. Pun begitu dengan bisnis oleh-oleh yang menawarkan makanan khas Banyuwangi seperti kue bagiak atau sale pisang, souvenir berupa kerajinan tangan, batik dan clothing bertuliskan bahasa Osing. Belakangan, bisnis kopi asli perkebunan Banyuwangi juga jadi salah satu destinasi wisata kuliner yang paling dicari wisatawan domestik dan mancanegara.
Disamping itu, bagi kalangan pengusaha muda dan pemula dapat memanfaatkan perpaduan kecanggihan dunia digital dan ide-ide kreatif yang dapat dijadikan lapangan pekerjaan dengan keuntungan yang cukup besar. Mereka membuka bisnis travel agent yang dikelola secara online untuk mempromosikan ragam keindahan pariwisata Banyuwangi. Biasanya, agar wisatawan tertarik, pengelola travel agent membuat paket wisata all in one dengan harga terjangkau. Fasilitas all in one ini terdiri dari kesiapan armada, jumlah destinasi wisata yang dikunjungi, penginapan dan menu makanan pilihan.
Keberhasilan Azwar Anas, seorang putra daerah Banyuwangi, patut menjadi contoh untuk para pemimpin daerah lainnya di Indonesia. Dengan kapasitas otaknya yang sangat brilian dan penguasaan ilmu marketing, Azwar Anas melihat potensi budaya Banyuwangi adalah modal utama dan jika dikelola secara maksimal akan menjadi sesuatu yang sangat berharga. Bahkan, untuk mendukung program kerjanya, Azwar Anas mengajak masyarakat untuk bangga memakai seragam bernuansa baju adat lengkap dengan udeng (penutup kepala untuk pria) sebagai wujud melestarikan budaya Banyuwangi.
Tak hanya itu, Azwar Anas bisa menjadi tauladan bagi saya dan para pemuda pemudi daerah untuk bertranformasi menjadi generasi milenial cakap dan tangguh dengan menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Keberhasilan dalam cipta inovasi pariwisata ini menjadi prestasi yang sangat membanggakan dan membuat Kabupaten Banyuwangi meraih UNWTO Awards for Excellence and Innovation in Tourism untuk kategori Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola pada tahun 2016. Dan terulang kembali, pada tahun 2018, Kabupaten Banyuwangi menyabet penghargaan tertinggi bidang pariwisata tingkat Asia Tenggara, yaitu ASEAN Tourism Standart Awards, dengan kategori clean tourist city. Dengan dua penghargaan ini mampu menghapus Banyuwangi dari julukan “Kota Santet” menjadi “The Sunrise of Java”.
Berdasarkan poin-poin tersebut, kita bisa merasakan hasil kerja nyata seorang pimpinan daerah yang merangkul semua elemen birokrasi dan masyarakat untuk membuat Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu tempat destinasi wisata unggulan setelah Bali dan Lombok. Kerja nyata tersebut membawa dampak atau pengaruh yang luar biasa terutama pada perubahan pola hidup, cara berpikir dan peningkatan taraf hidup masyarakat Banyuwangi.
Destinasi pariwisata di Banyuwangi merupakan penggabungan antara budaya, kearifan lokal dan wisata alam yang sangat terjaga keasliannya. Oleh sebab itu, perlu adanya kesadaran dari semua pihak untuk saling menjaga kelestarian, agar memberi manfaat yang dapat dinikmati bersama dalam jangka waktu lama. “Ayo Ke Banyuwangi, Anda Pasti Kembali”.
KOMENTAR