Baca Juga :
Persoalan Korupsi
Bangsa Indonesia saat ini menghadapi bermacam-mcam persoalan yang berkaitan dengan sebuah tatanan nilai yang menuntut sebuah upaya pencegahan untuk mengatasinya. Persoalan tatanan nilai tesebut adalah permasalahan korupsi yang menjadi sebuah penyakit yang mandarah daging. Melihat problem Korupsi yang tidak hanya dapat diselesaikan dengan hukum saja, dikarenakan korupsi merupakan masalah yang multidimensional, meskipun memang hukum merupakan penopang utama dalam skema pemberantasan Korupsi. Untuk menjawab masalah multidimensional tersebut maka diperlukan sebuah inovasi lainnya yang kreatif, dalam agenda pemberantasan korupsi saat ini guna mendukung kemajuan bangsa Indonesia.Priyono (2018) dalam bukunya Korupsi telah melacak arti dari Korupsi, dan juga menyimak implikasinya, bahwa sebenarnya persoalan mendasar dalam Korupsi adalah moral. Korupsi yang seringkali ditunjuk sebagai penyalahgunaan kekuasaan maupun penyelewengan kepentingan umum yang dimandatkan oleh rakyat. Persoalan Korupsi sebenarnya berputar pada perihal benar-salah dan baik-buruk sebagai kualitas orang. Individu yang melakukan korupsi dapat dipastikan tidak memiliki moral sebagai karakteristik maupun ciri yang tertanam dalam dirinya. Melihat hal tersebut maka korupsi tidak hanya bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan penegakkan hukum, akan tetapi juga perihal pendidikan moral sebagai alat dalam pemberantasan korupsi.
Agenda dalam pencegahan Korupsi merupakan hal penting dalam kehidupan bernegara, yakni menyakini dan menyepakati bagaimana nilai-nilai dan norma sosial diberlakukan. Membangun pandangan masyarakat terhadap korupsi perlu dilakukan sebuah reproduksi nilai-nilai sosial, untuk mengarahkan pandangan yang benar berkaitan dengan bagaimana masyarakat memandang perilaku tindakan Korupsi. Pilihan dalam melakukan suatu reproduksi nilai adalah dengan Pendidikan moralitas untuk dijadikan pilihan yang tepat, dalam skema penyelesaian terhadap Korupsi.
Sektor Pendidikan yang dapat dipandang sebagai lini strategis dalam membangun cara pandang yang kokoh terhadap pemberantasan Korupsi, tampaknya tidak hanya diselesaikan dari Pendidikan formal saja, akan tetapi Pendidikan informal, dan nonformal perlu dibangun, guna peradaban yang lebih baik bagi masyarakat, dan kemajuan bangsa Indonesia. Pendidikan antikorupsi disini tidak hanya sebagai Pendidikan yang kaku dan penuh dengan teori akan tetapi juga melibatkan hati dalam menyelesaikannya. Pola Pendidikan yang digunakan juga tidak seperti Pendidikan biasanya di bangku sekolah, akan tetapi Pendidikan kritis sebagai proses yang terintegrasi dengan berjalannya Pendidikan secara keselurhan, agar menghasilkan sebuah peradaban masyarakat yang berani dalam mengkritisi situasi yang ada di sekitar mereka.
Pendidikan Berpikir Kritis
Pendidikan yang diharapkan menjadi bekal dalam membawa perubahan, dengan misi demi kemajuan bangsa, dengan rasa cinta terhadap tanah air, dilihat sejauh ini sebagian besar masih tidak mampu dalam membawa perubahan. Mengingat problem korupsi merupakan masalah multidimensional, maka diperlukan transformasi terhadap Pendidikan yang mampu menyelesaikan masalah tersebut. Pendidikan yang dapat digunakan adalah Pendidikan berpikir kritis. Pendidikan berpikir kritis disini tentu saja berbeda dengan Pendidikan sebelumnya yang hanya mengandalkan komunikasi satu arah, sehingga terkesan membosankan.Dalam Pendidikan berpikir kritis pelajar dan pengajar harus berdialog dan memecahkan sebuah problem permasalahan bersama. Pendidikan yang kuno layak untuk diganti, dikarenakan lebih sering tidak membuka kesempatan kepada pelajar untuk aktif atau kritis terlibat dalam materi yang diberikan. Hal ini disebabkan Karena pelajar atau murid seringkali hanya menghafal, mencatat, mendengarkan, kemudian menuliskan apa yang dikatakan oleh pengajar atau guru. Metode seperti ini seringkali cepat menguap usai diberikan, dan terlupakan sehingga manfaat Pendidikan seperti tidak membekas.
Karena Korupsi tengah menjadi persoalan moral maka pembelajaran yang dapat digunakan cukup sederhana yang terpenting adalah membangun nilai kejujuran dan etika malu jika melakukan korupsi, dengan mengharamkan perilaku koruptif serta menjadi kejujuran sebagai modal penting untuk gerakan melawan Korupsi, hal ini bisa ditanamkan sejak dini. Tentu metode yang tepat dan menyenangkan dan diperlukan sehingga dapat masuk dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang membebaskan dan menyenangkan adalah Pendidikan yang mudah dipahami oleh anak-anak terutama generasi millennial saat ini, maupun juga mereka orang dewasa yang ingin menerapkan Pendidikan moral ini kepada anaknya, saudara, kerabat, maupun sebagai acuan dalam gerakan melawan korupsi.
Membebaskan disini saya ambil dari salah satu tokoh Pendidikan yang mengenalkan soal Pendidikan pembebasan dalam bukunya “pedagogy of the oppressed” (1972), sebelum menjelaskan lebih jauh kita harus melihat sepintas kehidupan Paulo Freire ini. Paulo Freire yang dikenal sebagai ahli Pendidikan dan juga filosof Pendidikan. Dia lahir pada tanggal 19 september 1921 di Recife, Kota Brazil yang merupakan tempat termiskin di Brazil. Persoalan kemiskinan yang menimpa keluarganya membuatnya merasakan kelaparan, dan juga kesengsaraan yang begitu mendalam. Sampai Paulo Freire membuat sumpah untuk mengabdikan kehidupannya dalam perjuangan melawan lapar, sehingga tidak ada anak-anak mengalami apa yang ia rasakan. Karena kehidupanya yang begitu berat dikarenakan masalah ekonomi dan juga ditinggal oleh ayahnya yang meninggal dunia, membuatnya harus berhenti sejenak dari sekolah. Pada usia 16 tahun dia melanjutkan Pendidikannya, saat ia Kembali dia merupakan siswa paling tua, karena usia yang tepaut jauh dari temannya membuatnya malu. Dilain usianya yang tua, dia juga dikelompokkan sebagai murid yang berkelainan mental.
Paulo Freire merupakan individu yang memiliki semangat belajar tinggi, akan tetapi selalu terhambat dikarenakan kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi membuatnya kelaparan dan tidak bisa memahami apa yang disampaikan oleh gurunya. Semangat yang dimiliki olehnya dalam belajar cukup unik karena dia belajar dari hasil pemikirannya dan mencoba selalu mengembangkan apa masalah yang ada disekitarnya untuk diselesaikan. Karirnya dimulai menjadi seorang guru bahasa, disitu dia mulai berkecimpung dalam Pendidikan buta huruf untuk orang dewasa. Disinilah Paulo Freire menghabiskan waktu seumur hidupnya. Karena aktvitas sosialnya tersebut Paulo Freire melahirkan sebuah gagasan “Pendidikan kaum tertindas”. Karyanya ini membuatnya menjadi seorang ahli Pendidikan yang terkenal di seluruh dunia.
Tentu yang menjadi pertanyaan adalah konsep Pedidikan seperti apa yang dikenalkan oleh Paulo Freire ini yang dikatakan membebaskan. Pertama Pendidikan yang dikenalkan oleh Freire, adalah bebas hegemoni, yaitu apa yang disampaikan oleh guru bukanlah kebenaran mutlak sehingga tidak bisa dipertanyakan persoalanya dan diterima begitu saja sehingga menjelma menjadi ideologi yang diyakini tanpa dikritik model Pendidikan hegemoni sangat ditentang oleh Freire. Kedua Freire sangat mengharapkan sebuah Pendidikan yang mengandalkan dialog dibalut dengan persahabatan antara guru dan murid, sikap sejajar ini akan membawa pada sikap saling pengertian.
Karena Korupsi tengah menjadi persoalan moral maka pembelajaran yang dapat digunakan cukup sederhana yang terpenting adalah membangun nilai kejujuran dan etika malu jika melakukan korupsi, dengan mengharamkan perilaku koruptif serta menjadi kejujuran sebagai modal penting untuk gerakan melawan Korupsi, hal ini bisa ditanamkan sejak dini. Tentu metode yang tepat dan menyenangkan dan diperlukan sehingga dapat masuk dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang membebaskan dan menyenangkan adalah Pendidikan yang mudah dipahami oleh anak-anak terutama generasi millennial saat ini, maupun juga mereka orang dewasa yang ingin menerapkan Pendidikan moral ini kepada anaknya, saudara, kerabat, maupun sebagai acuan dalam gerakan melawan korupsi.
Pendidikan Antikorupsi yang Membebaskan dan Menyenangkan
Korupsi sebuah masalah yang terlihat rumit dan sepertinya hanya orang-orang tertentu saja yang membicarakan, seharusnya tidak seperti itu, akan tetapi bisa dipahami oleh berbagai kalangan baik anak-anak maupun orang dewasa. Hal ini merupakan sebuah misi yang membutuhkan bantuan dari figur guru yang mampu mengarahkan ataupun figure orang dewasa yang memiliki wawasan dalam membangun iklim Pendidikan antikorupsi yang membebaskan dan menyenangkan. Untuk memulai sebuah pembebasan dan hal yang menyenangkan, saya akan jelaskan satu-persatu apa yang dimaksud dengan membebaskan dan menyenagkan itu.Membebaskan disini saya ambil dari salah satu tokoh Pendidikan yang mengenalkan soal Pendidikan pembebasan dalam bukunya “pedagogy of the oppressed” (1972), sebelum menjelaskan lebih jauh kita harus melihat sepintas kehidupan Paulo Freire ini. Paulo Freire yang dikenal sebagai ahli Pendidikan dan juga filosof Pendidikan. Dia lahir pada tanggal 19 september 1921 di Recife, Kota Brazil yang merupakan tempat termiskin di Brazil. Persoalan kemiskinan yang menimpa keluarganya membuatnya merasakan kelaparan, dan juga kesengsaraan yang begitu mendalam. Sampai Paulo Freire membuat sumpah untuk mengabdikan kehidupannya dalam perjuangan melawan lapar, sehingga tidak ada anak-anak mengalami apa yang ia rasakan. Karena kehidupanya yang begitu berat dikarenakan masalah ekonomi dan juga ditinggal oleh ayahnya yang meninggal dunia, membuatnya harus berhenti sejenak dari sekolah. Pada usia 16 tahun dia melanjutkan Pendidikannya, saat ia Kembali dia merupakan siswa paling tua, karena usia yang tepaut jauh dari temannya membuatnya malu. Dilain usianya yang tua, dia juga dikelompokkan sebagai murid yang berkelainan mental.
Paulo Freire merupakan individu yang memiliki semangat belajar tinggi, akan tetapi selalu terhambat dikarenakan kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi membuatnya kelaparan dan tidak bisa memahami apa yang disampaikan oleh gurunya. Semangat yang dimiliki olehnya dalam belajar cukup unik karena dia belajar dari hasil pemikirannya dan mencoba selalu mengembangkan apa masalah yang ada disekitarnya untuk diselesaikan. Karirnya dimulai menjadi seorang guru bahasa, disitu dia mulai berkecimpung dalam Pendidikan buta huruf untuk orang dewasa. Disinilah Paulo Freire menghabiskan waktu seumur hidupnya. Karena aktvitas sosialnya tersebut Paulo Freire melahirkan sebuah gagasan “Pendidikan kaum tertindas”. Karyanya ini membuatnya menjadi seorang ahli Pendidikan yang terkenal di seluruh dunia.
Tentu yang menjadi pertanyaan adalah konsep Pedidikan seperti apa yang dikenalkan oleh Paulo Freire ini yang dikatakan membebaskan. Pertama Pendidikan yang dikenalkan oleh Freire, adalah bebas hegemoni, yaitu apa yang disampaikan oleh guru bukanlah kebenaran mutlak sehingga tidak bisa dipertanyakan persoalanya dan diterima begitu saja sehingga menjelma menjadi ideologi yang diyakini tanpa dikritik model Pendidikan hegemoni sangat ditentang oleh Freire. Kedua Freire sangat mengharapkan sebuah Pendidikan yang mengandalkan dialog dibalut dengan persahabatan antara guru dan murid, sikap sejajar ini akan membawa pada sikap saling pengertian.
Ketiga adalah pemerdekaan yang bukan bersifat individual kepentingin dirinya, akan tetapi sosial, yaitu untuk memerdekakan individu, kelompok sosial, dan lingkungan dari ketidakadilan, diskriminasi. Keempat lontar masalah yaitu Pendidikan yang tumbuh secara alamiah dari guru dan murid dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi, dan guru sebagai pelontar masalah juga mengantar murid-muridnya menjadi pelontar masalah sehingga menuntut murid juga mampu berpikir kritis di dalam ruang kelas dan terbangun suasana dialogis. Kelima Freire mengharapkan penggunaan bahasa kritis dan bahasa posibilitas, bahasa kritis dapat dipahami sebagai daya baca, pemahaman, analisis dan artikulasi secara kritis terhadap realita sosial yang sarat akan praktik ketidakadilan, kemudian bahasa posibilitas dipahami sebagai daya imajinasi dalam melihat kemungkinan-kemungkinan untuk membangun sebuah realitas sosial lain yang lebih bermoral.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa Pendidikan pembebasan ala Paulo Freire dapat dijadikan opsi yang menarik dalam merubah Pendidikan kita saat ini yang kaku dan cenderung banyak menghafal. Tentu saja sangat mudah dalam memasukan teori Paulo Freire guna mendukung Pendidikan antikorupsi, dengan merubah ruang kelas yang membosankan menjadi menyenangkan. Saya kira semua mata pelajaran dapat menerapkan konsep praksis gagasan Paulo Freire ini.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa Pendidikan pembebasan ala Paulo Freire dapat dijadikan opsi yang menarik dalam merubah Pendidikan kita saat ini yang kaku dan cenderung banyak menghafal. Tentu saja sangat mudah dalam memasukan teori Paulo Freire guna mendukung Pendidikan antikorupsi, dengan merubah ruang kelas yang membosankan menjadi menyenangkan. Saya kira semua mata pelajaran dapat menerapkan konsep praksis gagasan Paulo Freire ini.
Dalam pemberantasan korupsi mata pelajaran seperti seni, ilmu pengetahuan sosial, dan juga ilmu pengetahuan alam maupun matematikapun dapat disatu padukan dengan konsep dari Freire ini. Saya ambil satu contoh mata pelajaran seni, karena disinilah kreatifitas itu tumbuh dan menjadi kesempatan dalam membuat ruang dialog yang menarik soal masalah kemiskinan dan juga persoalan keadilan dengan dibalut karya seni berupa puisi, syair, lukisan, maupun video yang gagasan ini juga timbul dari dialog kritis antara guru dan muridnya baik dalam lontar masalah maupun penggunaan bahasa krtitis dan bahasa posibilitas. Nilai moralitas dapat ditanamkan disini dimana sebuah letak kerja keras, disiplin, keberanian, tanggung jawab, idependen, sederhana, adil, dan peduli dijadikan patokan moral untuk membangun generasi cerdas yang penuh akan inovasi dalam membangun sebuah peradaban yang lebih baik untuk bangsa Indonesia.
Penulis : Mohamad Nachil Iqbal [Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang]
Via fidokids.com |
KOMENTAR