Pendahuluan
Pada era globalisasi seperti dewasa ini, dunia mengalami perubahan-perubahan yang fundamental dan berbeda dengan sistem kehidupan dalam abad sebelumnya. Hadirnya era globalisasi menunjukkan bahwa bumi sudah menginjak usia dalam satuan abad yang ke-21. Pada masa ini menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara professional sehingga menghasilkan manusia yang unggul.[post_ads]
Merdeka Belajar dengan E-Learning. Via news.detik.com |
Abad 21 memiliki banyak perbedaan dengan abad 20 dalam berbagai hal, diantaranya dalam pekerjaan, hidup bermasyarakat dan aktualisasi diri. Abad 21 ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat serta perkembangan otomasi dimana banyak pekerjaan yang sifatnya pekerjaan rutin mulai digantikan oleh mesin, baik mesin produksi maupun komputer. Era ini juga dikenal dengan masa pengetahuan (knowledge age) dalam era ini, semua alternative upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis pengetahuan (knowledge based education), pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economic), pengembangan dan pemberdayaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based social empowering), dan pengembangan dalam bidang industri pun berbasis pengetahuan (knowledge based industry).
Walaupun abad 21 baru berjalan kurang lebih satu dekade, namun dalam dunia pendidikan sudah dapat dirasakan adanya pergeseran, dan bahkan perubahan yang bersifat mendasar pada tataran filsafat, arah serta tujuannya. Tidaklah berlebihan jika dikatakan kemajuan ilmu tersebut dipicu oleh lahirnya sains dan teknologi komputer. Dengan piranti mana kemajuan sains dan teknologi terutama dalam bidang cognitive science, bio-molecular, information technology dan nano-science kemudian menjadi kelompok ilmu pengetahuan abad ke-21.
Model kegiatan pembelajaran pada masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan pada masa pengetahuan. Bahan pembelajaran harus memberikan desain yang lebih otentik untuk melalui tantangan dimana peserta didik dapat adaptif dan berkolaborasi menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah ke pertanyaan dan mencari jawaban oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari pemecahan permasalahan dalam konteks pembelajaran menggunakan sumber daya informasi yang tersedia.
Dalam kaitannya dengan konsep “Merdeka Belajar” yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, memahami dan mengubah cara pandang pendidikan dengan kacamata aliran filsafat progresivisme perlu dilakukan. Aliran filsafat yang diprakarsai oleh John Dewey ini merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang berasumsi bahwa manusia itu mempunyai kemampuan yang unik dan luar biasa serta dapat mengatasi berbagai permasalahan yang mengancam manusia itu sendiri. Progresivisme juga menolak corak pendidikan yang otoriter yang terjadi di masa lalu dan sekarang.
Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Menghadapi perubahan-perubahan dalam era reformasi serta proses globalisasi juga mempengaruhi kehidupan, maka diperlukannya suatu gagasan pendidikan yang terarah. Dalam rangka untuk menyusun visi dan rencana strategis pembangunan pendidikan nasional maka diperlukan suatu pemahaman mengenai peta permasalahan dewasa ini. Inti dari pembangunan pendidikan nasional adalah upaya pengembangan sumber daya manusia yang unggul dalam rangka mempersiapkan masyarakat dan bangsa menghadapi masa pengetahuan sebagai era yang kompetitif.
Dengan memahami dan menerapkan cara pandang aliran filsafat pendidikan progresivisme dan dihubungkan dengan gebrakan kebijakan “Merdeka Belajar” yang telah dicanangkan oleh Kemendikbud, kiranya pendidikan di Indonesia mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Selain itu, pendidikan di Indonesia menjadi lebih maju, berkualitas, dan sesuai dengan harapan semua masyarakat Indonesia serta searah dengan yang telah diamanatkan oleh UUD 1945. Betapa peran pendidikan di dalam pembangunan suatu bangsa terutama di dalam menghadapi era globalisasi telah diakui sejak perumusan UUD 1945. Tanpa bangsa yang cerdas tidak mungkin bangsa untuk ikut serta dalam persaingan pada masa pengetahuan (knowledge age).
Pergeseran Paradigma Belajar Abad Ke-21
Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem pendidikan Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan Indonesia merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar di dunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan zaman global.P21 (Partnership for 21st Century Learning) mengembangkan framework pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan karir. Framework ini juga menjelaskan tentang keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dikuasai agar siswa dapat sukses dalam kehidupan dan pekerjaannya.
Framework Pembelajaran Abad ke-21. Via p21.org |
Sejalan dengan hal itu, Kemendikbud merumuskan bahwa paradigma pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Adapun penjelasan mengenai framework pembelajaran abad ke-21 menurut (BSNP: 2010) adalah sebagai berikut:
- (a) Kemampuan berfikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thingking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah; (b) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;
- (c) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thingking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah; (d) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;
- (e) Kemampuan mencipta dan memperbaharui (Creativity and Innovation Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif;
- (f) Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy), mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari;
- (g) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills), mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi, dan (h) Kemampuan informasi dan literasi media, mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.
Pergeseran Paradigma Belajar Abad ke-21 |
Untuk menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi.
Proses Belajar Dalam Pandangan Progresivisme
Progresivisme adalah suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang menghendaki adanya perubahan pada diri peserta didik menjadi pribadi yang tangguh dan mampu menghadapi persoalan serta dapat menyesuaikan dengan kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, progresivisme sangat menghendaki adanya pemecahan masalah dalam proses pendidikan. Bagi progresivisme segala sesuatu itu dipandang ke depan. Semua yang ada di belakang hanya merupakan catatan-catatan yang berguna untuk dipelajari dan saat dibutuhkan dapat ditampilkan kembali pada zaman sekarang. Dengan demikian manusia dipandang sebagai makhluk yang dinamis dan kreatif. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang memiliki kebebasan, semua itu penting demi kemajuan yang diperlukan oleh manusia itu sendiri.Progresivisme melihat bahwa berpikir dengan kecerdasan adalah pegangan utama dalam pendidikan. Hal ini memiliki makna lebih, apabila kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan dalam konteks multiple intellegences. Dengan kata lain, kecerdasan yang dikembangkan bukan hanya kecerdasan yang bersifat linear matematis tetapi kecerdasan multidisiplin yang memiliki cakupan lebih luas. Dalam konteks ini peserta didik tidak hanya dipandang sebagai individu, tetapi dipandang sebagai bagian dari struktur sosial yang lebih luas aspeknya.
Menurut progresivisme, belajar bertumpu pada pandangan mengenai peserta didik sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Di samping itu menipisnya dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat menjadi pijakan pengembangan ide-ide pendidikan progresivisme. Peserta didik secara kodrati sudah memiliki potensi akal dan kecerdasan. Dengan kecerdasan yang bersifat dinamis dan kreatif, peserta didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problem-problem yang ada. Terkait dengan itu semua, untuk meningkatkan kecerdasan dan kreativitas peserta didik menjadi tanggung jawab dunia pendidikan.
Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai makhluk yang berkesatuan jasmani dan rohani saja, tetapi perlu juga dilihat manifestasinya sebagai tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Kecerdasan peserta didik perlu difungsikan secara aktif dalam mengambil bagian dari fenomena yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, lembaga pendidikan sebaiknya dapat berlaku wajar, terbuka dan tanpa adanya dinding pemisah dengan masyarakat. Lembaga pendidikan merupakan miniatur dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, peserta didik diharapkan dapat menghayati kehidupan melalui proses belajar yang edukatif. Belajar edukatif adalah belajar yang merdeka, yang dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas.
Progresivisme menghendaki adanya asas fleksibilitas demi memajukan pendidikan. Untuk tujuan itu, menurut John Dewey, pendidikan harus bersifat demokratis. Dalam konteks ini, pendidikan lebih berfungsi memberikan kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik, sehingga potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dapat berkembang dengan baik. Berangkat dari sini, pendidik hendaknya memandang peserta didik sebagai komunitas yang selalu khas dan unik, sehingga pendidik diharapkan mampu mengeksplorasi kemampuan, kecerdasan, kecenderungan, minat dan bakat peserta didik yang sangat beragam. Oleh karena itu, salah satu ukuran penting untuk menilai keberhasilan pendidikan adalah dengan melihat sejauh mana pendidikan itu mampu mengeksplorasi kecerdasan, minat dan bakat peserta didik, serta mengembangkan potensi-potensi tersebut secara baik dan maksimal.
Aliran ini menekankan pada aspek demokrasi. Terdapat lima hal yang dibutuhkan di dalam proses pendidikan. Pertama, pendidik atau guru tidak dibolehkan berlaku otoriter. Pendidik atau guru berperan sebagai fasilitator bagi peserta didik sebagai subjek didik. Peran pendidik adalah membantu peserta didik dengan sistem Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pendidik mendampingi peserta didik yang sedang belajar dengan memberikan penghayatan emosional dan motivasi agar peserta didik berkembang secara mandiri. Kedua, dalam proses pendidikan tidak mengkhususkan pada metode yang terlalu fokus pada buku. Hal ini dikarenakan fokus pendidikan adalah peserta didik. Ketiga, tidak menggunakan metode hafalan, karena hafalan hanya membuat peserta didik bersifat pasif. Keempat, pendidikan harus terbuka dengan kenyataan sosial dengan bersikap luwes sesuai dengan realitas lapangan sehingga pengetahuan pun bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Kelima, dalam pengajaran tidak diperkenankan menggunakan hukuman fisik. Hukuman fisik akan menimbulkan ketakutan bagi peserta didik sehingga dapat membuat peserta didik berada dalam suasana ketakutan yang mengakibatkan peserta didik berada dalam suasana ketakutan yang mengakibatkan peserta didik tidak berkembang. Secara sederhana, prinsip-prinsip aliran pendidikan progresivisme dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Anak atau peserta didik harus bebas dan berkembang secara natural;
- Pengalaman langsung adalah rangsangan terbaik dalam pembelajaran;
- Guru harus bisa memandu dan menjadi fasilitator yang baik;
- Lembaga pendidikan harus menjadi laboratorium pendidikan untuk perubahan peserta didik;
- Aktivitas di lembaga pendidikan dan di rumah harus dapat dikooperasikan.
Keterampilan Abad Ke-21
Keterampilan abad 21 diantaranya (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3) information media and technology skills. Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi keterampilan pengetahuan abad 21/21st Century knowledge-skills rainbow. Skema tersebut diadaptasi oleh organisasi nirlaba p21 yang mengembangkan kerangka kerja (framework) pendidikan abad 21 ke seluruh dunia melalui sius www.p21.org yang berbasis di negara bagian Tuscon, Amerika. Adapun konsep keterampilan abad 21 dan core subject 3R, dideskripsikan berikut ini. Gambar 1 menunjukkan skema pelangi keterampilan pengetahuan abad 21.Pelangi Keterampilan Pengetahuan Abad 21 |
1. Life and Career Skills
Life and Career skills (keterampilan hidup dan berkarir) meliputi (a) fleksibilitas dan adaptabilitas/ Flexibility and Adaptability, (b) inisiatif dan mengatur diri sendiri/Initiative and Self-Direction, (c) interaksi sosial dan budaya/Social and Cross Cultural Interaction, (d) produktivitas dan akuntabilitas/Productivity and Accountability dan (e) kepemimpinan dan tanggungjawab/Leadership and Responsibility.Tabel 1. Keterampilan Hidup dan Berkarir
Keterampilan Abad 21 | Deskripsi |
Keterampilan hidup dan berkarir |
1. Fleksibilitas dan adaptabilitas: Siswa mampu mengadaptasi perubahan dan fleksibel dalam belajar dan berkegiatan dalam kelompok |
|
2. Memiliki inisiatif dan dapat mengatur diri sendiri: Siswa mampu mengelola tujuan dan waktu, bekerja secara independen dan menjadi siswa yang dapat mengatur diri sendiri |
|
3. Interaksi sosial dan antar budaya: Siswa mampu berinteraksi dan bekerja secara efektif dengan kelompok yang beragam |
|
4. Produktivitas dan akuntabilitas: Siswa mengelola proyek dan menghasilkan produk |
|
5. Kepemimpinan dan tanggungjawab: Siswa mampu memimpin teman-temannya dan bertanggung jawab kepada masyarakat luas |
2. Learning and Innovation Skills
Learning and Innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi) meliputi (a) berpikir kritis dan mengatasi masalah/Critical Thinking and Problem Solving, (b) komunikasi dan kolaborasi/Communication and Collaboration, (c) kreativitas dan inovasi/Creativity and Innovation.Tabel 2. Keterampilan Belajar dan Berinovasi
Keterampilan Abad 21 | Deskripsi |
Keterampilan belajar dan berinovasi | 1.Berpikir kritis dan mengatasi masalah: siswa mampu menggunakan berbagai alasan seperti induktif atau deduktif untuk berbagai situasi; menggunakan cara berpikir sistem; membuat keputusan dan mengatasi masalah |
|
2. Komunikasi dan kolaborasi: siswa mampu berkomunikasi dengan jelas dan melakukan kolaborasi dengan anggota kelompok lainnya. |
|
3. Kreativitas dan inovasi: siswa mampu berpikir kreatif, bekerja secara kreatif dan menciptakan inovasi baru. |
3. Information Media and Technology Skills
Information media and technology skills (keterampilan teknologi dan media informasi) meliputi (a) literasi informasi/Information literacy, (b) literasi media/Media literacy, dan (c) literasi ICT/Information and Communication Technology literacy.Keterampilan Abad 21 | Deskripsi |
Keterampilan teknologi dan media informasi | 1. Literasi informasi: Siswa mampu mengakses informasi secara efektif (sumber informasi) dan efisien (waktunya); mengevaluasi informasi yang akan digunakan secara kritis dan kompeten; menggunakan dan mengelola informasi secara akurat dan efektif untuk mengatasi masalah. |
|
2. Literasi media: Siswa mampu memilih dan mengembangkan media yang digunakan untuk berkomunikasi |
|
3. Literasi ICT: Siswa mampu menganalisis media informasi; dan menciptakan media yang sesuai untuk melakukan komunikasi. |
Merdeka Belajar Perspektif John Dewey Menyongsong Abad 21
Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kemendikbud RI yang dicanangkan oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penelitian pada peserta didik Indonesia yang menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 negara. Menyikapi hal itu, Nadiem pun membuat gagasan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi, numerasi dan survei karakter. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep di baliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai tidak hanya pelajaran matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep numerik dalam aspek kehidupan. Sedangkan aspek survei karakter sebagai pencarian sejauh mana penerapan nilai-nilai budi pekerti, agama dan pancasila yang telah dipraktekkan oleh peserta didik.Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkan pada peserta didik. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apapun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat. Konsep merdeka belajar ala Nadiem terdorong karena keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.
Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI (Kemendikbud, 2019: 1–5), yaitu:
- Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4, 8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi lembaga pendidikan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya (Kemendikbud, 2019: 1).
- Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan kemerdekaan dalam menentukan bentuk penilaian, seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya (Kemendikbud, 2019: 2).
- Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru yang tersita untuk proses pembuatan administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi (Kemendikbud, 2019: 3).
- Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas tidak termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi, diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini (Kemendikbud, 2019: 4).
Jika kedua konsep diatas dapat dilaksanakan oleh sistem pendidikan di Indonesia. Maka upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang siap menghadapi dinamika abad 21 dengan segala kompetensinya akan tercapai. Tentu dengan hadirnya kenakalan remaja, narkoba, bahkan pergaulan bebas sejak dini, itu semua merupakan tanda bahwa pendidikan nasional belum mampu menjawab tantangan bangsa.
Pendidikan juga bertanggungjawab membina peserta didik agar dewasa, berani, dan mandiri. Dengan demikian nuansa pendidikan semestinya diupayakan agar memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk selalu berpikir mandiri dan kritis dalam menemukan jati dirinya. Dalam konteks ini, yang terpenting bukanlah memberikan pengetahuan positif yang bersifat taken for granted kepada peserta didik, melainkan bagaimana mengajarkan kepada peserta didik agar memiliki kekuatan bernalar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kemerdekaan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan transfer keilmuan. Dalam hal ini, peserta didik dianggap sebagai subjek utama bukan hanya sekedar objek dari sebuah proses pendidikan.
Kesimpulan
Untuk menghadapi segala tantangan dan dinamika yang terjadi pada abad 21 maka dengan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pertama, aliran progresivisme yang dipelopori oleh John Dewey merupakan aliran filsafat pendidikan yang menghendaki adanya perubahan praktik pendidikan ke arah yang lebih maju, berkualitas dan modern secara cepat serta memberikan manfaat yang nyata bagi peserta didik dalam menghadapi persoalan kehidupan di masa yang akan datang sesuai dengan perkembangan zaman.[post_ads_2]
Kemendikbud. (2019). Merdeka Belajar: Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar.
Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey. Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, 3(1), 141–147. Diambil dari https://e-journal.my.id/jsgp/article/view/248
Prayogi, R. D., & Estetika, R. (2019). Kecakapan Abad 21 : Kompetensi Digital Pendidik Masa Depan. Jurnal Manajemen Pendidikan, 14(2), 144–151. Diambil dari http://journals.ums.ac.id/index.php/jmp/article/download/9486/5193
Sesfao, M. (2020). Perbandingan Pemikiran Pendidikan Paulo Freire Dengan Ajaran Tamansiswa Dalam Implementasi Merdeka Belajar. Prosiding Seminar Nasional, 261–272.
Sumantri, B. A. (2019). Pengembangan Kurikulum di Indonesia Menghadapi Tuntutan Kompetensi Abad 21 A . Pendahuluan Pengaruh perkembangan ilmu pengetahauan dan teknologi terhadap pendidikan adalah memberikan materi atau bahan yang akan disampaikan dalam proses pendidikan serta me, 18(1), 27–50.
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. Washington: John Wiley & Sons.
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., & Nyoto, A. (2016). Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan. Jurnal pendidikan, 1, 263–278. Diambil dari http://repository.unikama.ac.id/840/32/263-278 Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Global .pdf. diakses pada; hari/tgl; sabtu, 3 November 2018. jam; 00:26, wib.
Winaryati, E. (2018). Penilaian Kompetensi Siswa Abad 21. Prosiding Seminar Nasional & Internasional, 6(1), 6–19.
KOMENTAR