Baca Juga :
Berbicara tentang bangsa yang maju dan mandiri, sekilas yang terbersit dalam pikiran kita adalah negara yang tidak memiliki hutang, ekspor besar, tidak ada impor, kemiskinan dan pengangguran sirna dari muka bumi, teknologinya canggih, pendapatan perkapita masyarakatnya tinggi, rakyat hidup sejahtera dan serba enak. Is there something wrong? Jawabannya adalah tentu tidak, itu nenandakan bahwa otak kita masih bisa berfikir normal, namun untuk lebih jelasnya mari sejenak kita bahas satu persatu mengenai konsep negara maju dan mandiri itu sebenarnya bagaimana sih?
[post_ads]
Dari kedua pengertian tadi sudah terlihat perbedaannya bukan? Sehingga dapat kita simpulkan bahwa suatu negara yang maju belum tentu bisa dikatakan sebagai negara yang mandiri dan sebaliknya negara yang mandiri belum tentu bisa dikatakan sebagai negara maju. Namun pada kenyatanya tidak ada negara satupun di dunia ini yang bisa dikatakan sebagai negara maju sekaligus mandiri. Mengapa bisa begitu? Mari kita ilustrasikan keadaan berikut.
Kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya dan makmur dalam hal sumber daya alamnya dimana ketika digunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam negara sudah pasti tersisa banyak. Namun dalam ekonomi ada yang bilang bahwa ada sebuah fenomena yang dikenal sebagai kutukan sember daya alam, yang maknanya adalah negara yang memiliki sumber daya yang melimpah sudah dipastikan pertumbuhan ekonominya cenderung lebih lambat dan hal tersebut seprtinya terjadi di Indonesia. Pasalnya dari tahun 1945 sejak kemerdekaan dikumandangkan hingga sekarang sudah 75 tahun Indonesia merdeka masih menjadi negara berkembang, hutangnya banyak bahkan mendapatkan predikat sebagai negara nomor 1 dengan hutang terbesar di ASEAN yaitu mencapai USD 402,08 M. Selain itu jumlah pengangguran dan kemiskinan masih tinggi, impor semakin meningkat dan masih banyak permasalahan lain diluar ekonomi.
Selain itu mari beralih ke negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia yaitu China, dengan kemampuannya dalam menguasai perdagangan internasional. Negara ini telah mendapatkan predikat sebagai negara maju, mamun disisi lain negara China memiliki utang tertinggi di dunia dibandingkan negara yang lain yaitu sebesar USD 2,1 Triliun dari 120 negara penghutang dengan total utang keseluruhan negara penghutang yaitu sebesar USD 8 Triliun, dimana China memiliki kontribusi tertinggi yaitu 26,25%. Berikut dapat dilihat pada gambar diagram dibawah ini.
Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwasanya hutang negara China sangatlah tinggi dibandingkan negara penghutang lainnya artinya negara ini masih bergantung atau membutuhkan negara lain sehingga belum bisa dikatakan mandiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa negara yang maju belum tentu juga bisa dikatakan sebagai negara yang mandiri.
Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia menyebabkan negara baik negara maju maupun berkembang mengalami resesi dengan pertumbuhan ekonomi minus dan sejumlah sektor mengalami kontraksi. Demikian juga keuangan negara yang mengalami defisit anggaran karena volume hutang yang kian membengkak termasuk juga negara Indonesia.
Untuk mengembalikan perekonomian negara di tengah badai Covid-19 terdapat sebuah inovasi yang digadang-gadang mampu membuat perekonomian negara menguat kembali sehingga negara tersebut bisa menjadi negara yang maju dan mandiri serta mengurangi dampak krisis ekonomi negara akibat adanya pandemi Covid-19 yaitu dengan menerapkan Monetary Modern Theory yang salah prinsip yang bisa diterapkan dalam teori ini adalah dengan printing money.
Namun beberapa orang masih mengaanggap printing money ini adalah sebuah ide gila. Mereka masih menggunakan teori Keyness dalam menafsirkan teori ini, salah satunya adalah inflasi yang tidak terkendali atau hiperinflasi jika printing money ini di terapkan, kemudian juga akan derdevaluasinya nilai tukar mata uang rupiah, dan utang negara akan semakin menggunung.
Sebenarnya tidak salah kita berspekulasi dan juga bermimpi, namun harus didasarkan pada fakta-fakta yang ada di Indonesia. Printing money bukanlah sebuah ide gila yang kemudian akan menghancurkan ekonomi bangsa jika di terapkan. Ide ini memiliki tujuan mulia yaitu untuk menguatkan ekonomi suatu negara untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri dan maju. Namun perlu diketahui bahwasannya jangan langsung menelan mentah-mentah ide ini untuk terus diterapkan, karena jika belum memahami konsepnya maka negara yang menerapkan printing money malah menjadi tambah bobrok. Maka harus di dilihat dari sudut pandang lebih luas agar ketika program ini bisa berhasil ketika diimplementasikan.
[post_ads]
Ilustrasi Uang. Via stockvault.net |
Konsep Negara Maju dan Negara Mandiri
Mandiri dan maju merupakan sebuah kata yang memiliki makna berbeda. Mandiri dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana suatu negara tidak bergantung dengan negara lain atau bisa juga dikatakan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Artinya negara yang dikatakan mandiri ini tidak lagi bergantung pada impor serta mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga negaranya sendiri yang dapat diartikan lagi tidak memiliki hutang dengan negara lain. Sedangkan maju dapat diartikan tinggi, progresif dan sebagainya, artinya negara maju yaitu negara yang menikmati standar atau kualitas hidup yang tinggi, pendapatan perkapita tinggi, penggunaan teknologinyapun juga tinggi atau canggih, jumlah kemiskinan dan pengangguran sangat rendah, angka kelahiran dan kematiannya rendah.
Dari kedua pengertian tadi sudah terlihat perbedaannya bukan? Sehingga dapat kita simpulkan bahwa suatu negara yang maju belum tentu bisa dikatakan sebagai negara yang mandiri dan sebaliknya negara yang mandiri belum tentu bisa dikatakan sebagai negara maju. Namun pada kenyatanya tidak ada negara satupun di dunia ini yang bisa dikatakan sebagai negara maju sekaligus mandiri. Mengapa bisa begitu? Mari kita ilustrasikan keadaan berikut.
Kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya dan makmur dalam hal sumber daya alamnya dimana ketika digunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam negara sudah pasti tersisa banyak. Namun dalam ekonomi ada yang bilang bahwa ada sebuah fenomena yang dikenal sebagai kutukan sember daya alam, yang maknanya adalah negara yang memiliki sumber daya yang melimpah sudah dipastikan pertumbuhan ekonominya cenderung lebih lambat dan hal tersebut seprtinya terjadi di Indonesia. Pasalnya dari tahun 1945 sejak kemerdekaan dikumandangkan hingga sekarang sudah 75 tahun Indonesia merdeka masih menjadi negara berkembang, hutangnya banyak bahkan mendapatkan predikat sebagai negara nomor 1 dengan hutang terbesar di ASEAN yaitu mencapai USD 402,08 M. Selain itu jumlah pengangguran dan kemiskinan masih tinggi, impor semakin meningkat dan masih banyak permasalahan lain diluar ekonomi.
Selain itu mari beralih ke negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia yaitu China, dengan kemampuannya dalam menguasai perdagangan internasional. Negara ini telah mendapatkan predikat sebagai negara maju, mamun disisi lain negara China memiliki utang tertinggi di dunia dibandingkan negara yang lain yaitu sebesar USD 2,1 Triliun dari 120 negara penghutang dengan total utang keseluruhan negara penghutang yaitu sebesar USD 8 Triliun, dimana China memiliki kontribusi tertinggi yaitu 26,25%. Berikut dapat dilihat pada gambar diagram dibawah ini.
(Sumber : CNBC Indonesia, 2020 data diolah penulis,www.cnbcindonesia.com) |
Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwasanya hutang negara China sangatlah tinggi dibandingkan negara penghutang lainnya artinya negara ini masih bergantung atau membutuhkan negara lain sehingga belum bisa dikatakan mandiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa negara yang maju belum tentu juga bisa dikatakan sebagai negara yang mandiri.
Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia menyebabkan negara baik negara maju maupun berkembang mengalami resesi dengan pertumbuhan ekonomi minus dan sejumlah sektor mengalami kontraksi. Demikian juga keuangan negara yang mengalami defisit anggaran karena volume hutang yang kian membengkak termasuk juga negara Indonesia.
Untuk mengembalikan perekonomian negara di tengah badai Covid-19 terdapat sebuah inovasi yang digadang-gadang mampu membuat perekonomian negara menguat kembali sehingga negara tersebut bisa menjadi negara yang maju dan mandiri serta mengurangi dampak krisis ekonomi negara akibat adanya pandemi Covid-19 yaitu dengan menerapkan Monetary Modern Theory yang salah prinsip yang bisa diterapkan dalam teori ini adalah dengan printing money.
Defenisi Printing Money
Apa itu sebenarnya printing money? Printing money adalah seni mencetak uang baru yang digunakan untuk pengeluaran pemerintah. Ide ini disebut-sebut sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan perekonomian suatu negara dari krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia. Artinya disini adalah Negara akan melakukan pencetakan uang secara terus menerus dalam rentang batas waktu tertentu. Salah satu tokoh pencetus ide ini adalah Mardigu Wowiek dengan tujuan utamanya adalah agar negara ini tidak ketergantungan dengan Dollar AS yang merupakan salah satu bentuk penjajahan kaum kapitalis. Selain itu ide MMT (Modern Monetary Theory) ini juga disebut sebagai kebangkitan kembali ekonomi Islam yaitu dengan konsep dedolarisasi (tanpa dollar) dalam kegiatan transaksi ekonomi.Namun beberapa orang masih mengaanggap printing money ini adalah sebuah ide gila. Mereka masih menggunakan teori Keyness dalam menafsirkan teori ini, salah satunya adalah inflasi yang tidak terkendali atau hiperinflasi jika printing money ini di terapkan, kemudian juga akan derdevaluasinya nilai tukar mata uang rupiah, dan utang negara akan semakin menggunung.
Sebenarnya tidak salah kita berspekulasi dan juga bermimpi, namun harus didasarkan pada fakta-fakta yang ada di Indonesia. Printing money bukanlah sebuah ide gila yang kemudian akan menghancurkan ekonomi bangsa jika di terapkan. Ide ini memiliki tujuan mulia yaitu untuk menguatkan ekonomi suatu negara untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri dan maju. Namun perlu diketahui bahwasannya jangan langsung menelan mentah-mentah ide ini untuk terus diterapkan, karena jika belum memahami konsepnya maka negara yang menerapkan printing money malah menjadi tambah bobrok. Maka harus di dilihat dari sudut pandang lebih luas agar ketika program ini bisa berhasil ketika diimplementasikan.
Penerapan Konsep Printing Money di Indonesia
Oke.. Mari kita tilik bersama apakah Indonesia sudah siap jika diterapkan konsep printing money buah karya MMT ini?
Berkaitan dengan inflasi, kita meyakini bahwa semakin besar pengeluaran pemerintah maka tingkat inflasi juga akan tinggi. Teori ini menjawab bahwa uang yang digelontorkan pemerintah ini adalah untuk UKM atau usaha produktif, sehingga dengan demikian maka pemerintah bisa menarik uangnya kembali melalui pajak dan inflasi tidak akan mengalami kenaikan.
Kita lihat kenyataan kondisi yang ada sekarang yang terjadi pemerintah menggelontorkan uangnya besar-besar dengan tujuan untuk membantu perekonomian masyarakat yang terkena dampak Covid-19 untuk karyawan yang di PHK, bantuan langsung kepada masyarakat kurang mampu dan lain sebagainya atau degan kata lain uang ini digunakan untuk konsumsi masyarakat. Dalam hal ini tujuan pemerintah adalah memberikan insetif fiskal kepada masyarakat untuk membantu perekonomian masyarakat di tengah pandemi. Secara lebih jelasnya lagi banyak perusahaan yang berhenti dan tidak produktif lagi selama pandemi covid-19, padahal dalam teori ini dijelaskan bahwa untuk mencapai keberhasilannya terdapat larangan keras salah satunya yaitu gelontoran dana ini dilarang digunakan untuk konsumsi rakyat untuk mencegah kenaikan inflasi namun kenyataannya berbeda yang jelas Indonesia belum siap akan hal itu.
Selain itu maraknya kasus korupsi di Indonesia menjadi kendala besar ketika diterapkan teori printing money ini, bahkan bisa menjadi sarang korupsi sekaligus tambang emas besar yang harus dikeruk oleh para tikus berdasi yang menduduki kursi pejabat negara. Meskipun sudah ada lembaga yang bertugas yaitu KPK namun korupsi ini memiliki mata rantai yang sangat rumit, sehingga seringkali belum bisa terendus baunya. Dan yang menjadi masalah indonesia belum steril dari para koruptor ini, sehingga jika printing money ini diterapkan malah akan menghancurkan bangsa sendiri. Jika printing money ini benar-benar akan diterapkan maka korupsi harus di hempaskan terlebih dahulu dari muka bumi Indonesia, karena ini merupakan hambatan terbesar.
Prasyarat berikutnya untuk mencapai keberhasilan dari pelaksanaan ide printing money ini dalam memajukan ekonomi negara adalah negara itu harus bebas dari hutang luar negeri baik kepada IMF maupun The Fed. Adapun caranya adalah pemerintah harus mampu mengintervensi bank sentral (Bank Indonesia) yaitu pada saat program printing money ini benar-benar akan dijalankan dan diusahakan lembaran rupiah yang baru saja di cetak ada nilai expired atau kadaluarsanya agar uang ini tidak disalahgunakan. Prasyarat kedua dalam ini pemerintah juga harus bisa menjaga agar produksi nasional tidak bocor ke luar negeri dengan tujuan agar nilai tambah dari produksi dalam negeri yang dihasilkan perusahaan ini tidak terserap oleh negara lain. Logikanya value added inilah yang nantinya akan menjadi nilai harga dari setiap lembar rupiah yang telah dicetak. Artinya negara harus menerapkan sistem tertutup tidak ada ekspor maupun impor dari negara lain, serta uang yang baru dicetak ini tidak boleh digunakan dalam transaksi antar negara atau tidak boleh ditukarkan dengan valuta asing untuk menghindari money laundring (Pencucian uang) oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Lembaran-lembaran rupiah yang telah dicetak tadi harus masuk atau terserap kepada perusahaan atau produsen yang produktif tadi, jangan sampai langung digunakan masyarakat karena itu nanti akan digunakan sebagai konsumsi masyarakat yang kemudian menyebabkan inflasi naik. Dalam hal ini pemerintah bisa menggelontorkan cetakan rupiah barunya untuk sektor swasta namun dengan syarat harus produktif dan sistem produksinya bersifat tertutup atau hasil produksinya tidak keluar negara ataupun tidak menggunakan faktor input produksinya dari luar negeri.
Dalam kondisi saat ini Indonesia dan masyarakatnya belum siap jika menerapkan sistem printing money. Bukan masalah pemerintahnya yang tidak berani mengambil keputusan untuk menerapkan program ini yang kemudian kita berfikir bahwa tindakan pemerintah hanya akan menunda menjadi negara yang mandiri dan maju. Namun kita harus membuka mata untuk melihat sudut pandang baik dari pemerintah maupun masyarakat. Terutama dalam hal birokrasi yang cukup panjang dan berbelit yang menjadi sarang koruptor untuk melancarkan aksinya yang sekarang ini masih diupayakan untuk diberantas oleh pemerintah.
Hanya generasi muda yang memiliki jiwa bersih dan optimis untuk memajukan negeri inilah yang nantinya akan menggeser mereka. Namun itupun belum cukup sebagai persiapan untuk menerapkan printing money ini. Adapun yang harus dibenahi lagi adalah dari karakter masyarakatnya yang sangat konsumtif dan manja, dikit-dikit belanja barang brandit impor padahal pendapatan yang diperoleh belum seberapa, iuran BPJS naik demo, harga BBM naik minta diturunkan. Jika konsep printing money ini benar-benar akan diterapkan tentunya mereka harus siap menghadapi perubahan sistem ekonomi baru, jadi tidak hanya menikmati saja namun juga harus ada kontribusi untuk negara.
Jadi kesimpulannya printing money ini bukanlah sebuah ide gila atau keblinger tetapi bisa menjadi sebuah brilian untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan mandiri, tetapi untuk sekarang ini negara kita belum siap untuk menghadapi arah perubahan sistem ekonomi yang ada, baik dari sisi pemerintahnya maupun dari segi masyarakatnya. Saya pun percaya bahwa negara kita yang merupakan anugerah Tuhan dengan segala sumber daya alam yang melimpah ruah ini mampu bertransformasi menjadi negara Indonesia yang maju dan mandiri suatu saat nanti.
Berkaitan dengan inflasi, kita meyakini bahwa semakin besar pengeluaran pemerintah maka tingkat inflasi juga akan tinggi. Teori ini menjawab bahwa uang yang digelontorkan pemerintah ini adalah untuk UKM atau usaha produktif, sehingga dengan demikian maka pemerintah bisa menarik uangnya kembali melalui pajak dan inflasi tidak akan mengalami kenaikan.
Kita lihat kenyataan kondisi yang ada sekarang yang terjadi pemerintah menggelontorkan uangnya besar-besar dengan tujuan untuk membantu perekonomian masyarakat yang terkena dampak Covid-19 untuk karyawan yang di PHK, bantuan langsung kepada masyarakat kurang mampu dan lain sebagainya atau degan kata lain uang ini digunakan untuk konsumsi masyarakat. Dalam hal ini tujuan pemerintah adalah memberikan insetif fiskal kepada masyarakat untuk membantu perekonomian masyarakat di tengah pandemi. Secara lebih jelasnya lagi banyak perusahaan yang berhenti dan tidak produktif lagi selama pandemi covid-19, padahal dalam teori ini dijelaskan bahwa untuk mencapai keberhasilannya terdapat larangan keras salah satunya yaitu gelontoran dana ini dilarang digunakan untuk konsumsi rakyat untuk mencegah kenaikan inflasi namun kenyataannya berbeda yang jelas Indonesia belum siap akan hal itu.
Selain itu maraknya kasus korupsi di Indonesia menjadi kendala besar ketika diterapkan teori printing money ini, bahkan bisa menjadi sarang korupsi sekaligus tambang emas besar yang harus dikeruk oleh para tikus berdasi yang menduduki kursi pejabat negara. Meskipun sudah ada lembaga yang bertugas yaitu KPK namun korupsi ini memiliki mata rantai yang sangat rumit, sehingga seringkali belum bisa terendus baunya. Dan yang menjadi masalah indonesia belum steril dari para koruptor ini, sehingga jika printing money ini diterapkan malah akan menghancurkan bangsa sendiri. Jika printing money ini benar-benar akan diterapkan maka korupsi harus di hempaskan terlebih dahulu dari muka bumi Indonesia, karena ini merupakan hambatan terbesar.
Prasyarat berikutnya untuk mencapai keberhasilan dari pelaksanaan ide printing money ini dalam memajukan ekonomi negara adalah negara itu harus bebas dari hutang luar negeri baik kepada IMF maupun The Fed. Adapun caranya adalah pemerintah harus mampu mengintervensi bank sentral (Bank Indonesia) yaitu pada saat program printing money ini benar-benar akan dijalankan dan diusahakan lembaran rupiah yang baru saja di cetak ada nilai expired atau kadaluarsanya agar uang ini tidak disalahgunakan. Prasyarat kedua dalam ini pemerintah juga harus bisa menjaga agar produksi nasional tidak bocor ke luar negeri dengan tujuan agar nilai tambah dari produksi dalam negeri yang dihasilkan perusahaan ini tidak terserap oleh negara lain. Logikanya value added inilah yang nantinya akan menjadi nilai harga dari setiap lembar rupiah yang telah dicetak. Artinya negara harus menerapkan sistem tertutup tidak ada ekspor maupun impor dari negara lain, serta uang yang baru dicetak ini tidak boleh digunakan dalam transaksi antar negara atau tidak boleh ditukarkan dengan valuta asing untuk menghindari money laundring (Pencucian uang) oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Lembaran-lembaran rupiah yang telah dicetak tadi harus masuk atau terserap kepada perusahaan atau produsen yang produktif tadi, jangan sampai langung digunakan masyarakat karena itu nanti akan digunakan sebagai konsumsi masyarakat yang kemudian menyebabkan inflasi naik. Dalam hal ini pemerintah bisa menggelontorkan cetakan rupiah barunya untuk sektor swasta namun dengan syarat harus produktif dan sistem produksinya bersifat tertutup atau hasil produksinya tidak keluar negara ataupun tidak menggunakan faktor input produksinya dari luar negeri.
Dalam kondisi saat ini Indonesia dan masyarakatnya belum siap jika menerapkan sistem printing money. Bukan masalah pemerintahnya yang tidak berani mengambil keputusan untuk menerapkan program ini yang kemudian kita berfikir bahwa tindakan pemerintah hanya akan menunda menjadi negara yang mandiri dan maju. Namun kita harus membuka mata untuk melihat sudut pandang baik dari pemerintah maupun masyarakat. Terutama dalam hal birokrasi yang cukup panjang dan berbelit yang menjadi sarang koruptor untuk melancarkan aksinya yang sekarang ini masih diupayakan untuk diberantas oleh pemerintah.
Hanya generasi muda yang memiliki jiwa bersih dan optimis untuk memajukan negeri inilah yang nantinya akan menggeser mereka. Namun itupun belum cukup sebagai persiapan untuk menerapkan printing money ini. Adapun yang harus dibenahi lagi adalah dari karakter masyarakatnya yang sangat konsumtif dan manja, dikit-dikit belanja barang brandit impor padahal pendapatan yang diperoleh belum seberapa, iuran BPJS naik demo, harga BBM naik minta diturunkan. Jika konsep printing money ini benar-benar akan diterapkan tentunya mereka harus siap menghadapi perubahan sistem ekonomi baru, jadi tidak hanya menikmati saja namun juga harus ada kontribusi untuk negara.
Jadi kesimpulannya printing money ini bukanlah sebuah ide gila atau keblinger tetapi bisa menjadi sebuah brilian untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan mandiri, tetapi untuk sekarang ini negara kita belum siap untuk menghadapi arah perubahan sistem ekonomi yang ada, baik dari sisi pemerintahnya maupun dari segi masyarakatnya. Saya pun percaya bahwa negara kita yang merupakan anugerah Tuhan dengan segala sumber daya alam yang melimpah ruah ini mampu bertransformasi menjadi negara Indonesia yang maju dan mandiri suatu saat nanti.
Penulis : Rini Diastuti
KOMENTAR