Baca Juga :
Di era milenial seperti sekarang ini bukan suatu hal baru lagi apabila terjadi pergeseran antara tenaga kerja manusia dengan teknologi atau dikenal dengan istilah revolusi industri 4.0. Karena disadari atau tidak generasi Y dan Z telah mengambil alih arah perkembangan berbagaisektor, khususnya sektor industri. Tidak jauh berbeda dengan generasi Y, generasi Z satu langkah lebih maju dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut Hellen Katherina, Executive Director, Head of Watch Business, Nielsen Indonesia "Gen Z adalah masa depan, karena itu penting bagi para pelaku industri untuk memahami perilaku dan kebiasaan mereka.
Lahir pada era digital, Gen Z memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, dan bahkan pada usia yang sangat muda sudah memiliki pengaruh yang cukup besar. Generasi Z di
Sebagai generasi perubahan mahasiswa dituntut untuk mampu memberikan suatu revolusi besar-besaran dengan melopori penerapan internet of things (IoT). Dengan adanya kebijakan pemerintah di tengah-tengah pandemi covid-19, tentu menjadi ladang bagi mahasiswa untuk gencar-gencarnya menyuarakan gerakan perubahan yang memang nantinya dapat membantu proses belajar mengajar disituasi sekarang.
Indonesia juga sering disebut sebagai generasi micin karena serba instan. Namun dalam tulisan ini secara spesifik mengulas seputar peran milenial dan generasi Z yang lebih menitikberatkan kepada bidang pendidikan.
Indonesia sendiri merupakan negara hukum dimana segala sesuatu didalamnya diatur diatas kerangka hukum. Tidak terkecuali dengan pendidikan, banyaknya peraturan di Indonesia yang cenderung tumpang tindih memicu ketidak-idealan dalam implementasinya. Secara normatif pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tepatnya pada bagian ketentuan umum pasal 1 Ayat 18 menyebutkan pengertian wajib belajar yaitu program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas taggug nawab pemerintah dan pemerintah daerah.
Mencermati ketentuan dalam Undang-undang tersebut, penggunaan istilah “harus” berkonotasi pada “kewajiban”, sedangkan dalam UUD 1945 dikemukakan bahwa pendidikan merupakan has setiap warga negara. Dengan kata lain pendidikan merupakan tanggungjawab pemerintah yang diberikan kepada setiap warga negara Indonesia. Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dilakukan setiap orang bilamana orang tersebut tidak melaksanakan maka akan mendapat sanksi. Hal ini tentu berkaitan dengan mampu atau tidaknya seseorang dalam melaksankan kewajban tersebut.
Dalam kondisi apapun seseorang harus melaksanakan kewajiban, sehingga pendidikan yang seharusnya menjadi hak warga dan sekaligus tanggung jawab pemerintah berubah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi setiap warga negara. Sedangkan “hak belajar” didefinisikan sebagai sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang yang sudah sepatutnya mendapatkan.
Dalam realitasnya kedua pengertian yang seharusnya berbeda menjadi rancu. Terlepas dari persoalan redaksi dalam peraturan perundang-undangan, hal yang tidak kalah penting untuk perlu diperhatikan ialah data terkait banyaknya warga negara yang masih terkesampingkan haknya. Dari data yang dimiliki Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlah anak usia 7-12 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah berada di angka 1.228.792 anak. Untuk kategori usia 13-15 tahun di 34 provinsi jumlahnya 936.674 anak, sedentary usia 16-18 tahun, Ada 2.420.866 anak yang tidak bersekolah. Sehingga secara keseluruhan, jumlah anak Indonesia yang tidal bersekolah mencapai 4.586.332.
Kaitanya dengan revolusi industri 4.0 dimana secara sederhananya hal-hal yang bersifat manual diganti secara otomatis. Begitu juga dengan problematika pendidikan yang ada korelasinya dengan hal yang demikian. Banyaknya institusi pendidikan pada daerah yang tergolong dalam 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) menjadi PR bagi para milenial untuk memberikan suatu regulasi yang tepat.
Kaitanya dengan revolusi industri 4.0 dimana secara sederhananya hal-hal yang bersifat manual diganti secara otomatis. Begitu juga dengan problematika pendidikan yang ada korelasinya dengan hal yang demikian. Banyaknya institusi pendidikan pada daerah yang tergolong dalam 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) menjadi PR bagi para milenial untuk memberikan suatu regulasi yang tepat.
Berdasarkan hasil Riset Badan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia pada tahun 2016, Indonesia memiliki jumlah start-up tertinggi se –Asia Tenggara dengan total sekitar 2000 start-up. Pertumbuhan ini juga akan terus meningkat hingga 6,5 kali lipat pada tahun 2020. Salah satu start-up digital yang sedang berkembang adalah startup yang bergerak dalam bidang pendidikan. Beberapa start-up yang berkembang dalam bidang pendidikan, seperti HarukaEdu, PriatO Indonesia dan Rungguru.
Dari tiga contoh tersebut dapat menjadi suatu umpan untuk kedepanya dalam memberikan resolusi terhadap problematika yang dihadapi di era revolusi sekarang ini. Di tengah situasi pandemi covid-19, dewasa ini pemerintah mencanagkan suatu kebijakan dengan dihapuskannya Ujian Nasional, belajar di rumah melalui aplikasi tertentu, kuliah daring, bimbingan dan seminar daring. Hal tersebut merupakan contoh pelayanan bidang pendidikan yang mempercepat penerapan Pendidikan era Revolusi 4.0.
Dari tiga contoh tersebut dapat menjadi suatu umpan untuk kedepanya dalam memberikan resolusi terhadap problematika yang dihadapi di era revolusi sekarang ini. Di tengah situasi pandemi covid-19, dewasa ini pemerintah mencanagkan suatu kebijakan dengan dihapuskannya Ujian Nasional, belajar di rumah melalui aplikasi tertentu, kuliah daring, bimbingan dan seminar daring. Hal tersebut merupakan contoh pelayanan bidang pendidikan yang mempercepat penerapan Pendidikan era Revolusi 4.0.
Bagaimana tidak, baik pengajar maupun peserta didik dipacu untuk memahami setidaknya penggunaan teknologi digital. Tentu penyesuaian diperlukan dalam menerapkan Pendidikan era Revolusi 4.0. Akan
tetapi tidak dapat dipungkiri adanya wabah Covid-19 menjadi salah satu pendorong penerapan sistem ini. Di balik hal tersebut peserta didik dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dan memanfaatkan Pendidikan era Revolusi 4.0 dengan menerapkan internet of things (IoT).
Selain itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai aspek pendidikan Indonesia perlu merevisi kurikulum dengan menambahkan lima kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Kelima kompetensi itu dianggap sebagai modal yang sangat dibutuhkan untuk mampu bersaing dalam era revolusi industri 4.0. Lima kompetensi tersebut meliputi kemampuan berpikir kritis, memiliki kreatifitas dan kemampuan yang inovatif, kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik, kemampuan kerjasama dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Soekarno penah mengatakan “beri aku sepuluh pemuda maka akan aku guncang dunia”, pernyataan tersebut dapat menjadi cambuk bagi pemuda untuk lebih mengolah potensi diri baik hard skill maupun soft skill. Konotasi daripada pemuda itu sendiri sangatlah banyak, pemuda dalam artian entrepreneur, politikus, ataupun mahasiswa. Berkaca pada uraian diatas maka mahasiswalah yang dirasa tepat mampu menjadi tombak dalam persoalan pendidikan di Indonesia. Disamping penyandang tingkat tertinggi dalam sistem pendidikan Indonesia, mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat dengankesempatan dan kelebihan yang dimilikinya.
tetapi tidak dapat dipungkiri adanya wabah Covid-19 menjadi salah satu pendorong penerapan sistem ini. Di balik hal tersebut peserta didik dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dan memanfaatkan Pendidikan era Revolusi 4.0 dengan menerapkan internet of things (IoT).
Selain itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai aspek pendidikan Indonesia perlu merevisi kurikulum dengan menambahkan lima kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Kelima kompetensi itu dianggap sebagai modal yang sangat dibutuhkan untuk mampu bersaing dalam era revolusi industri 4.0. Lima kompetensi tersebut meliputi kemampuan berpikir kritis, memiliki kreatifitas dan kemampuan yang inovatif, kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik, kemampuan kerjasama dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Soekarno penah mengatakan “beri aku sepuluh pemuda maka akan aku guncang dunia”, pernyataan tersebut dapat menjadi cambuk bagi pemuda untuk lebih mengolah potensi diri baik hard skill maupun soft skill. Konotasi daripada pemuda itu sendiri sangatlah banyak, pemuda dalam artian entrepreneur, politikus, ataupun mahasiswa. Berkaca pada uraian diatas maka mahasiswalah yang dirasa tepat mampu menjadi tombak dalam persoalan pendidikan di Indonesia. Disamping penyandang tingkat tertinggi dalam sistem pendidikan Indonesia, mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat dengankesempatan dan kelebihan yang dimilikinya.
Oleh karena itu sudah suatu keniscayaan bahwa kontribusi mahasiswa menjadi hal penting dalam arah terjang bangsa, sehingga mahasiswa mempunyai peran Utama sebagai Agent of change (Generasi perubahan), Social control (Generasi pengontrol), Iron stock (Generasi penerus) dan Moral force (Gerakan moral).
Sebagai generasi perubahan mahasiswa dituntut untuk mampu memberikan suatu revolusi besar-besaran dengan melopori penerapan internet of things (IoT). Dengan adanya kebijakan pemerintah di tengah-tengah pandemi covid-19, tentu menjadi ladang bagi mahasiswa untuk gencar-gencarnya menyuarakan gerakan perubahan yang memang nantinya dapat membantu proses belajar mengajar disituasi sekarang.
Revolusi industri 4.0 memberikan pelajaran penting bahwa pesatnya perkembangan teknologi mengharuskan adanya perubahan. Banyaknya platform-platform di internet baik berbentuk blog, website maupun aplikasi menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa sebagai agent of change bukanlah sekedar nama.
Disamping itu juga, tidak dapat di elak bahwa terjadi suatu degradasi peranan mahasiswa, mahasiswa cenderung masa bodoh dan acuh dengan peran yang di sandangnya. Title mahasiswa hanyalah dijadikan busana, yang sewaktu-waktu dapat ditanggalkan begitu saja.
Terlepas dari hal tersebut, munculah suatu kekhawatiran akan terkikisnya budaya membaca karena sudah mahir mengaplikasikan suatu metode by online. Hal seperti ini menjadi ketakutan tersendiri bahwa nantinya akan menciutkan potensi diri karena semua sudah tersedia dengan instan. Disinilah peran agent of control dibutuhkan, mahasiswa juga harus bertanggungjawab atas perubahan yang dicanangkan dengan tetap memperhatikan celah-celah yang beresiko dan senantiasa memonitoring pula.
Disamping itu juga, tidak dapat di elak bahwa terjadi suatu degradasi peranan mahasiswa, mahasiswa cenderung masa bodoh dan acuh dengan peran yang di sandangnya. Title mahasiswa hanyalah dijadikan busana, yang sewaktu-waktu dapat ditanggalkan begitu saja.
Terlepas dari hal tersebut, munculah suatu kekhawatiran akan terkikisnya budaya membaca karena sudah mahir mengaplikasikan suatu metode by online. Hal seperti ini menjadi ketakutan tersendiri bahwa nantinya akan menciutkan potensi diri karena semua sudah tersedia dengan instan. Disinilah peran agent of control dibutuhkan, mahasiswa juga harus bertanggungjawab atas perubahan yang dicanangkan dengan tetap memperhatikan celah-celah yang beresiko dan senantiasa memonitoring pula.
Banyak sekali perspektif berkaitan dengan peran mahasiswa sebagai iron stock dan moral force, salah satu diantaranya ada yang berpendapat bahwa kedua peran ini telah terelaborasi pada agent of control dimana sebagai generasi pengontrol berarti mencakup bagaimana agar para pemuda menjadi penerus dan gerakan moral yang baik yang secara spesifik mengarah dalam bidang pendidikan.
Berkaca pada persoalan yang ada terdapat resolusi yang ditawarkan yaitu, dengan adanya revolusi industri 4.0 yang dibarengi dengan pandemi covid-19 mahasiswa mampu mereaktualisasikan peran yang disandangnya dengan melakukan kolaborasi bersama pemerintah baik dari segi kebijakan teknologi maupun pendidikan. Dengan terealisasinya hal tersebut diharapkan Indonesia mampu menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik.
Penulis : Fenia Aurully Aisyah, [Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang]
Berkaca pada persoalan yang ada terdapat resolusi yang ditawarkan yaitu, dengan adanya revolusi industri 4.0 yang dibarengi dengan pandemi covid-19 mahasiswa mampu mereaktualisasikan peran yang disandangnya dengan melakukan kolaborasi bersama pemerintah baik dari segi kebijakan teknologi maupun pendidikan. Dengan terealisasinya hal tersebut diharapkan Indonesia mampu menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik.
Penulis : Fenia Aurully Aisyah, [Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang]
Mahasiswa Mengajar. Photo by Lampost.com |
KOMENTAR