Baca Juga :
Sehari sebelum pertandingan All England dimulai, diumumkan bahwa terdapat temuan kasus positif di tim India, Denmark, dan Thailand. Namun sehari kemudian, atlit yang sempat dinyatakan positif dinyatakan negatif dan bisa bertanding di All England. Sementara itu Tim Indonesia sudah menjalani tes Covid-19 dengan hasil seluruh anggota rombongan negatif. Babak pertama All England pun dimulai dan tiga wakil Indonesia sempat memperoleh kemenangan. Setelah itu ada kabar dari pemerintah Inggris, bahwa seluruh tim Indonesia harus mundur, karena satu pesawat dari Istanbul dengan seorang penumpang yang positif Covid-19.
Tidak adil? Iya! Aneh? Tidak! Bagi kita peristiwa ini sederhana saja. Saya seringkali menulis, bagaimana sikap Inggris terhadap negara kita ketika harus berkompetisi dengan negara lain yang masuk dalam negara persemakmuran. Dalam urusan ekonomi maupun politik - dan sekarang hingga urusan olahraga - kita memang selalu berusaha dibenamkan, tidak boleh menjadi pionir di antara negara lain yang "dibina" oleh Inggris. Bangsa kita sebisa mungkin tidak boleh berjaya di tengah jepitan negara-negara Commonwealth dalam hal apapun.
Mungkin persoalan bulutangkis terlalu remeh jika dihubungkan dengan persoalan seserius itu. Tapi setidaknya, inilah bukti bahwa Indonesia tidak akan pernah menjadi skala prioritas yang diuntungkan dalam diskresi yang melibatkan pemerintahan Inggris.
Kita jangan pernah mendebat mengapa Hizbut Tahrir masih bermarkas di London? mengapa Benny Wenda ditampung oleh Inggris? mengapa Vanuatu selalu menyerang kita dalam persoalan KKB Papua? mengapa Wahabisme merajalela di negara kita? mengapa dana terorisme sebagian mengalir dari Inggris? Terlalu banyak tanda tanya itu. Kita seringkali dipersekusi secara tidak adil. Tidak boleh lebih hebat dari negara-negara Commonwealth yang mengelilingi kita.
Bagaimana cara menghadapi ini? Tidak ada selain persatuan dan loyalitas kita terhadap bangsa ini tak boleh tergerus oleh apapun. Tunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang digdaya, merdeka bukan karena hadiah, bukan juga dengan wilayah yang dijatah oleh kesepakatan kolonial.
Kita kuat, kita bisa!
Penulis : DjP
Tidak adil? Iya! Aneh? Tidak! Bagi kita peristiwa ini sederhana saja. Saya seringkali menulis, bagaimana sikap Inggris terhadap negara kita ketika harus berkompetisi dengan negara lain yang masuk dalam negara persemakmuran. Dalam urusan ekonomi maupun politik - dan sekarang hingga urusan olahraga - kita memang selalu berusaha dibenamkan, tidak boleh menjadi pionir di antara negara lain yang "dibina" oleh Inggris. Bangsa kita sebisa mungkin tidak boleh berjaya di tengah jepitan negara-negara Commonwealth dalam hal apapun.
Mungkin persoalan bulutangkis terlalu remeh jika dihubungkan dengan persoalan seserius itu. Tapi setidaknya, inilah bukti bahwa Indonesia tidak akan pernah menjadi skala prioritas yang diuntungkan dalam diskresi yang melibatkan pemerintahan Inggris.
Kita jangan pernah mendebat mengapa Hizbut Tahrir masih bermarkas di London? mengapa Benny Wenda ditampung oleh Inggris? mengapa Vanuatu selalu menyerang kita dalam persoalan KKB Papua? mengapa Wahabisme merajalela di negara kita? mengapa dana terorisme sebagian mengalir dari Inggris? Terlalu banyak tanda tanya itu. Kita seringkali dipersekusi secara tidak adil. Tidak boleh lebih hebat dari negara-negara Commonwealth yang mengelilingi kita.
Bagaimana cara menghadapi ini? Tidak ada selain persatuan dan loyalitas kita terhadap bangsa ini tak boleh tergerus oleh apapun. Tunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang digdaya, merdeka bukan karena hadiah, bukan juga dengan wilayah yang dijatah oleh kesepakatan kolonial.
Kita kuat, kita bisa!
Penulis : DjP
Photo by Colm O'Reilly. Via belfasttelegraph.co.uk |
KOMENTAR