Demokrasi dan Politik Uang. Gambar dari pixabay.com |
"Demokrasi tidak akan terjadi jika tidak ada transaksi" pernyataan menarik soal demokrasi yang keluar pada saat perkuliahan pertama pada mata kuliah pengantar Ilmu Politik dari seorang yang sudah menjadi dosen selama 20 tahun yaitu Pak Ikhsan Ahmad, M.SI.
Perkuliahan perdana pada mata kuliah ini sebenarnya baru membahas soal berbagai perspektif politik dari banyak sudut pandang, mulai dari perspektif sejarah, perspektif agama, hingga perspektif budaya. Tetapi saya mengajukan pertanyaan untuk menjadi bahasan diskusi tentang demokrasi, sistem politik yang Indonesia anut sekarang.
Pada saat itu saya mengutip seorang satiris, aktifis politik dan juga seorang penulis esai dan novel yaitu George Bernard Shaw yang berbicara soal demokrasi. "Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipergilirkan melalui pemilu, di mana orang banyak yang tak kompeten menunjuk sedikit orang yang korup." begitu kata Shaw. Buat saya apa yang dikatakan oleh Shaw cukup relate dengan keadaan demokrasi di Indonesia saat ini, setidaknya menurut pandangan saya.
Saya cukup penasaran seperti apa kira-kira pandangan seorang dosen pengantar ilmu politik tentang apa yang dikatakan oleh Shaw. Ternyata jawaban beliau cukup memuaskan, bahkan sangat memuaskan bagi saya, beberapa kali saya coba untuk menanggapi dan mengajukan pertanyaan tambahan juga. Beliau banyak menyinggung soal partai politik, money politics, hingga kaderisasi yang menurut beliau tidak berjalan dengan baik. Dari jawaban-jawaban beliau yang memuaskan itu, akhirnya saya coba ingin mendalami topik demokrasi dan politik uang atau money politics.
Alasan saya menulis ini adalah karena setiap ada pesta demokrasi di Indonesia pasti selalu ada isu money politic atau masyarakat lebih familiar dengan istilah "serangan fajar", bukan hanya isu tapi praktik dilapangannya pun benar-benar terjadi bahkan seperti sudah mendarah daging di perpolitikan Indonesia. Demokrasi dan money politic seolah dua kata yang sulit untuk dipisahkan, apalagi ketika kita membahas soal demokrasi di Indonesia.
Defenisi Demokrasi dan Perkembangannya di Indonesia
Demokrasi sendiri secara umum didefiniskan sebagai sebuah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dimana semua warga negara mempunyai hak setara dalam mengambil bagian perihal keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya dalam bernegara, salah satunya dalam hal memilih pemimpin dan wakil rakyat.
Oleh karena itu, hak dasar politik yang paling penting untuk rakyat adalah hak pilih. Hak ini mencakup hak memilih dan dipilih. Yang pertama merupakan hak pilih aktif, sedangkan yang lainnya hak pilih pasif. Definisi ini adalah definisi yang paling banyak diajarkan dan diucapkan orang ketika berbicara soal demokrasi. Padahal makna demokrasi tidak tunggal, tetapi banyak sekali. Apalagi demokrasi juga sudah diterapkan oleh hampir semua negara.
Negara-negara yang menerapkan demokrasi pun berbeda-beda dari segi geografis, sejarah, budaya dan tingkat perkembanganya. Akibatnya, demokrasi mengalami penafsiran yang amat beragam dari setiap pakar sehingga menjadi istilah yang sulit untuk didefinisikan secara ringkas dan pasti.
Misalnya saja menurut Hanry Kissinger yang mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berangkat dari pandangan bahwa melalui adu gagasan pada akhirnya orang akan mendapatkan sesuatu yang sangat dekat dengan kenyataan. Pandangan Kissinger soal demokrasi ini sangat jarang dibicarakan oleh banyak orang, mungkin karena demokrasi Indonesia yang lebih suka adu keuangan dibandingkan adu gagasan dalam memperebutkan kursi kekuasaan.
Atau misalnya lagi pandangan Karl Popper yang mengatakan bahwa “demokrasi bukan berarti memilih yang terbaik untuk berkuasa dan menjalankan politik yang terbaik, tetapi demokrasi adalah kesempatan untuk meninggalkan pertumpahan darah dalam perebutan kekuasaan”. Banyak sekali pandangan-pandangan atau definisi yang berbeda dari para tokoh dan pakar soal demokrasi, sehingga sangat rumit sekali untuk bisa memahaminya dengan singkat kecuali jika sudah mempelajari dengan baik sebelumnya. Seperti kata Abdelwahab El-Affendi yang mengatakan bahwa ‘istilah dan pemaknaan demokrasi masih diperdebatkan sampai sekarang’.
Karena Panjangnya sejarah dan perkembangan demokrasi sebagai suatu konsep maupun sebagai praktik dan dari banyaknya definisi dan multitafsir dalam pertumbuhan dan perkembangannya, demokrasi pun ternyata memiliki beberapa konsep variatif yang digunakan oleh negara-negara yang menganut sistem demokrasi.
Berkembangnya beberapa konsep demokrasi menunjukkan hal baik bagi studi demokrasi. Ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi Terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya.
Demokrasi secara formal telah menjadi dasar dari kebanyakan negara di dunia apalagi setelah terjadinya perang dunia ke dua. Hal ini dinyatakan oleh sebuah penelitian yang diselenggarakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 yang mengatakan "Probably for the irst time in history democracy is claimed as the proper ideal description of all systems of political and social organizations advocated by influential proponents" (Mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh).
Di Indonesia sendiri perjalanan dan perkembangan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dan sistem politik selama lebih dari setengah abad mengalami pasang surut. Ada sebuah proses yang panjang untuk Indonesia menemukan konsep demokrasi yang pas untuk negara kepulauan yang luas dan masyarakat yang beraneka ragam, tidak menutup kemungkinan juga kalau demokrasi yang di anut Indonesia sekarang ini akan mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam demokrasi di Indonesia.
Bagaimana Indonesia mampu mengusun suatu sistem politik di mana kepemimpinan cukup kuat untuk menjalankan suatu pembagunan ekonomi dan membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis serta menghindarkan timbulnya kediktatoran, baik kediktatoran yang sifatnya perorangan, partai, maupun militer. Tapi Setidaknya dari setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang, Indonesia telah melalui 4 masa demokrasi dengan tantangan dan problem yang berbeda-beda. Yang juga dijelaskan dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik yang ditulis oleh Prof. Miriam Budiardjo pada halaman 127-135
Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.
Masa Republik Indonesia II (1959-195), yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
Masa Republik Indonesia III (195-1998), yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa Reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III.
Jatuhnya Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Pada masa reformasi proses pendemokrasian sistem politik Indonesia dilakukan, sehingga kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Presiden B.J Habibie yang dilantik sebagai presiden yang menggantikan Presiden Soeharto memulai langkah-langkah demokratisasi dalam Orde Reformasi. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan pemerintahan Habibie adalah mempersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting dalam demokratisasi. Penghapusan dwifungsi ABRI juga merupakah salah satu langkah demokratisasi yang tidak kalah penting, fungsi sosial-politik ABRI dihilangkan. Sehingga hanya menyisakan fungsi pertahanan satu-satunya fungsi yang dimiliki TNI semenjak reformasi pada tahun 1998 tersebut.
Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil Pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999−2002). Beberapa perubahan penting dilakukan terhadap UUD 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Peranan DPR sebagai lembaga legislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap presiden lebih diperketat, dan hak asasi manusia memperoleh jaminan yang semakin kuat.
Amandemen UUD 1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil pesiden secara langsung (pilpres). Pilpres pertama dilakukan pada tahun 2004 setelah pemilihan umum untuk lembaga legislatif. Begitu juga dengan pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada) yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini mengharuskan semua kepala daerah di seluruh Indonesia dipilih melalui pilkada mulai pertengahan 2005.
Reformasi politik dan demokratisasi yang dimulai pada tahun 1998 dapat dikatakan setengah berhasil membentuk pemerintahan yang lebih demokratis dibandingkan pemerintahan sebelumnya melalui perubahan Undang-Undang Dasar 1945 Selama 4 kali dari tahun 1999-2002. Tidak ada kebenaran absolut dalam politik, dan demokrasi bukanlah sebuah sistem pemerintahan yang pasti memberikan kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh warga yang negaranya menganut sistem pemerintahan demokrasi. Demokratisasi adalah proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak pernah terwujud secara tuntas. Namun dengan adanya perubahan-perubahan tadi, demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang kuat untuk berkembang.
Demokrasi pasca reformasi telah sedikit menjamin kebebasan masyarakat dalam mengeluarkan partisipasinya di hadapan publik. Penyelenggaraan Pemilihan Umum atau Pemilu menjadi salah satu syarat negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, tujuannya supaya terbentuk pemerintahan yang demokratis, dan berkedaulatan rakyat, bukan hanya demokratis dalam pembentukan pemerintahan, tetapi juga dalam menjalankan hak dan kewajibannya.
Di Indonesia sendiri, pemilu dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Repulik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pemilihan Umum dalam Undang-Undang Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang duduk di pemerintahan dan sebagai bentuk kedaulatan rakyat yang dilandaskan pada asas Pemilu yakni Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (LUBERJURDIL) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Praktek Money Politik dalam Penerapan Demokrasi
Pemilihan umum dianggap sebagai wadah aspirasi masyarakat, namun dalam prakteknya pemilihan umum digunakan sebagai ajang kompetisi untuk meraih kursi-kursi dalam pemerintahan, baik menjadi kepala daerah, menteri, lembaga legislatif bahkan melangkah ke jabatan elite eksekutif bahkan menjadi presiden. Di Indonesia sendiri sistem pemilihan umum yang diterapkan yakni sistem proporsional terbuka dan sistem distrik.
Sistem pemilihan umum yang diterapkan di Indonesia memungkinkan para pihak untuk melakukan penyelewengan dan mengontrol suara rakyat dengan cara memberikan sejumlah uang atau sering kita sebut dengan Money Politics dalam kampanye peserta pemilu. Permasalahan dalam pemilihan umum, baik sebelum, sedang berlangsung, maupun sesudah terselenggaranya pemilihan umum di Indonesia ini sudah menjadi budaya yang buruk dan memiliki banyak dampak negatif terhadap kehidupan Perpolitik di Indonesia, khususnya iklim demokrasi yang semakin memburuk.
Sudah menjadi rahasia umum, pesta demokrasi mulai dari pilpres sampai pilkades masih menempatkan finasial sebagai faktor dominan menentukan terpilihnya suatu pasangan kandidat. Money politics mengakibatkan biaya politik seorang pemimpin saat proses pemilihan menjadi tinggi. Sehingga ketika seorang kandidat yang terpilih dengan praktik money politics, akan berkahir dengan pikiran "bagaimana modal yang dikeluarkan bisa kembali" bukan berpikir bagimana bisa menciptakan kesejahteraan untuk rakyat. Apa yang bisa kita harapkan dari pemimpin atau wakil rakyat yang lahir dari pemilu dengan praktik money politik seperti ini?
Praktik money politics saat pemilihan umum hanya akan melahirkan calon pemimpin yang kurang kompeten dan korup. Seperti yang dikatakan Shaw di atas "Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipergilirkan melalui pemilu, di mana orang banyak yang tak kompeten menunjuk sedikit orang yang korup."
Penulis : Muhammad Naufal Nabilludin
KOMENTAR